Pemimpin besar revolusi Islam Iran dalam pesan yang disampaikan menyikapi serangan teroris di kompleks pemakaman Imam Khomeini dan gedung administrasi parlemen Iran menilai serangan ini sebagai tanda nyata dari dendam kesumat antek-antek imperialis terhadap bangsa Iran, Revolusi dan Republik Islam.
Ayatullah Udzma Sayid Ali Khamenei dalam pesannya mengucapkan belasungkawa kepada para syuhada yang menjadi korban dari serangan teroris di Tehran yang terjadi baru-baru ini.
"Hasil pasti kejahatan seperti ini tidak lain dari semakin bertambahnya kebencian terhadap pemerintah AS dan antek-anteknya di kawasan semacam Saudi," ujar Rahbar, hari Jumat (9/6).
Serangan teroris di kompleks makam Imam Khomeini dan gedung administrasi parlemen Iran yang terjadi hari Rabu (7/6/2017) menggoreskan bukti baru kejahatan musuh terhadap Republik Islam Iran. Sisi kesamaan seluruh konspirasi musuh sejak berdirinya Republik Islam hingga kini selama hampir empat dekade adalah berlanjutnya permusuhan terhadap bangsa Iran.
Pasca kemenangan Revolusi Islam, bangsa Iran memilih sistem pemerintahan Islam yang diarsiteki Imam Khomeini dengan mengusung prinsip tidak bergantung kepada kekuatan asing manapun di dunia. Republik Islam Iran hanya bertumpu pada kekuatan rakyat, dan tidak menyandarkan dirinya baik dari aspek politik, ekonomi dan militer kepada pihak asing.
Pilihan bangsa Iran ini menjadikan Republik Islam Iran berkibat sebagai negara yang independen di tingkat dunia. Selama lebih dari tiga dekade, Iran membangun dengan caranya sendiri yang bertumpu pada kekuatan rakyatnya, dan selama itu pula gelombang konspirasi musuh yang datang bertubi-tubi tidak pernah bisa melemahkan tekad bangsa Iran untuk maju dan meraih cita-citanya di bawah bendera Revolusi Islam.
Dendam kesumat musuh terhadap Revolusi Islam telah muncul sejak awal kemenangan Revolusi Islam. Musuh dengan berbagai cara berupaya melemahkan dan menghancurkan Republik Islam Iran. AS dan antek-anteknya di kawasan melancarkan berbagai makar terhadap Republik Islam Iran, tapi selalu membentur dinding.
Dari perang delapan tahun yang dipaksakan rezim Baath Irak terhadap Iran, kegagalan misi pasukan khusus AS, Eagle Claw untuk mengambilalih kedutaan AS yang dikuasai mahasiswa dan masyarakat Iran, rangkaian teror terhadap pejabat, tokoh dan ilmuwan Iran, hingga sanksi ekonomi telah ditempuh AS dan sekutunya di kawasan demi melemahkan Iran. Tapi kian hari, Iran justru semakin kuat dan resisten terhadap segala bentuk konspirasi musuh.
Kini yang terbaru, aksi teroris 7 Juni 2017 dilancarkan kaki tangan imperialis untuk melemahkan bangsa Iran dan Republik Islam.Tapi, menghadapi ujian ini, bangsa Iran tetap tegar, dan meningkatkan kekuatannya untuk menghadapi potensi serangan musuh berikutnya.
Tekad baja, persatuan dan dukungan penuh rakyat terhadap Republik Islam selama ini menjadi kekuatan utama Iran untuk menangkal berbagai serangan musuh yang ingin menjegal kemajuan negara ini. Kehadiran lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif bersama seluruh lapisan masyarakat dalam acara prosesi pemakaman korban serangan teroris kembali menunjukkan persatuan nasional.
Resistensi, persatuan dan tekad baja menjadi tiga variabel utama kekuatan Revolusi Islam Iran dalam menghadapi berbagai serangan musuh. Pengalaman perang delapan tahun menunjukkan AS dan antek-anteknya termasuk rezim Al Saud menggelontorkan berbagai bantuan kepada Saddam. Sebagaiman dituturkan Menlu Iran, Mohammad Javad Zarif, Arab Saudi mengucurkan 70 miliar dolar untuk mempersenjatai Saddam menghadapi Iran pada dekade 80-an. Kini rezim Al Saud melakukan tindakan serupa yang didukung AS untuk mempersenjatai teroris demi menyerang Iran. Tapi semua itu tidak membuahkan hasil apapun sebagaimana sejarah telah membuktikannya. Rahbar benar," Hasil pasti kejahatan seperti ini tidak lain dari semakin bertambahnya kebencian terhadap pemerintah AS dan antek-anteknya di kawasan, semacam Saudi".