Retorika Usang dan Berulang Trump Tentang JCPOA

Rate this item
(0 votes)
Retorika Usang dan Berulang Trump Tentang JCPOA

Seperti yang telah diperkirakan, Donald Trump, Presiden Amerika Serikat kembali memperpanjang sanksi-sanksi nuklir terhadap Republik Islam Iran. Gedung Putih dalam sebuah pernyataan pada Jumat malam, 12 Januari 2018 menyebutkan, Trump untuk terakhir kalinya telah memperpanjang penangguhan sanksi nuklir Iran meski menyuarakan ketidakpuasan terhadap perjanjian nuklir JCPOA (Rencana Aksi Bersama Komprehensif).

Bersamaan dengan keputusan Trump, Departemen Keuangan AS telah menambahkan 14 individu dan entitas ke daftar sanksinya dengan alasan pelanggaran hak asasi manusia dan terlibat program rudal Iran.

Berdasarkan kesepakatan Kelompok 5+1 (Rusia, Cina, Perancis, Inggris, AS ditambah Jerman) dengan Iran, semua sanksi yang telah diberlakukan dengan dalih aktivitas nuklir Iran –selama negara ini komitmen dengan JCPOA– harus dicabut atau ditangguhkan oleh negara-negara dan lembaga pemberi sanksi.

Oleh karena itu, sejak dua tahun lalu hingga sekarang, pemerintah AS melanjutkan penangguhan sanksi nuklir terhadap Iran.

Keputusan untuk memperpanjang penangguhan sanksi nuklir Iran diambil ketika dalam beberapa bulan terakhir ini, pejabat AS dan sejumlah media menciptakan keraguan atas perpanjangan penangguhan sanksi tersebut. Namun di tengah-tengah hiruk-pukuk itu, akhirnya Trump memperpanjang penangguhan sanksi nuklir terhadap Iran atas dasar komitmen Tehran terhadap JCPOA.

Bersamaan dengan keputusan tersebut, Presiden AS mengeluarkan ancaman bahwa ini adalah perpanjangan terakhir yang disetujuinya. Trump juga mengancam Eropa dan mengumumkan bahwa jika tidak ada perubahan dalam perjanjian nuklir dengan Iran, maka 120 hari mendatang, penangguhan sanksi nuklir terhadap Tehran tidak akan lagi diperpanjang dan AS secara resmi akan keluar dari JCPOA.

"Jika tidak ada perubahan yang diminta oleh Presiden AS terkait intensifikasi pengawasan dan penambahan isu rudal Iran ke dalam kesepakatan tersebut, maka AS akan keluar dari perjanjian ini," tegas pernyataan Gedung Putih, Jumat malam.

Trump mengumumkan bahwa penyertaan program rudal Iran dalam kesepakatan baru nuklir dan pembatasan permanen terhadap aktivitas nuklir negara ini adalah syarat AS untuk tidak keluar dari JCPOA. Jika syarat itu tidak dipenuhi, maka AS akan sepenuhnya keluar dari perjanjian nuklir tersebut.

Syarat seperti itu disampaikan Trump ketika JCPOA adalah hasil kesepakatan tiga negara Eropa: Inggris, Perancis dan Jerman dan juga AS, Rusia dan Cina dengan Iran. Dengan kata lain, seandainya Eropa menyetujui ketamakan Trump pun, dimulainya perundingan baru untuk mengubah isis JCPOA memerlukan persetujuan dari Iran, Rusia dan Cina. Sementara ketiga negara pentingnya ini telah berulang kali mengumumkan bahwa mereka menolak segala bentuk perundingan baru tentang aktivitas nuklir Iran.

Mohammad Javad Zarif, Menteri Luar Negeri Iran pada Jumat malam menegaskan, JCPOA  tidak dapat dinegosiasikan ulang dan AS harus memenuhi kewajibannya.

"Kebijakan Trump dan pengumuman hari ini menunjukkan upaya putus asa untuk melemahkan kesepakatan multilateral yang solid dan dengan jahat melanggar paragraf 26, 28 dan 29. JCPOA tidak dapat dinegosiasikan kembali: daripada mengulangi retorika usang, AS lebih baik menyesuaikan diri sepenuhnya, sama seperti Iran," kata Zarif dalam tweetnya pada Jumat malam.

Pasca pengumuman keputusan Presiden AS terkait dengan JCPOA, Uni Eropa juga mengumkan komimen mereka untuk melanjutkan implementasi penuh dan efektif perjanjian nuklir JCPOA.

Tampaknya, hingga 120 hari mendatang pun, tuntutan pemerintah AS untuk mengubah isis JCPOA tidak akan terwujud. Oleh karena itu, pemerintah Trump harus meninggalkan posisinya itu atau merealisasikan janjinya untuk keluar dari pernjanjian nuklir tersebut.

Yang pasti, keluarnya AS dari perjanjian nuklir dan pembubaran JCPOA berarti pencabutan kewajiban Iran dalam kesepakatan itu. Para pejabat Tehran berulang kali mengumumkan bahwa Iran siap untuk kembali ke masa sebelum JCPOA dalam jangka waktu yang sesingkat mungkin dan memulihkan aktivitas nuklir damainya secara kualitatif dan kuantitatif seperti di masa lalu dan bahkan lebih baik lagi. 

Read 1720 times