Tanggal 15 Mei 2019 adalah peringatan ke-71 tahun Hari Nakba. Memperingati Hari Nakba, warga Palestina melakukan aksi demo dan bersamaan dengan itu, aksi pawai akbar "Hak Kembali" telah memasuki tahun kedua.
Sementara Amerika Serikat berusaha meresmikan rencana Kesepakatan Abad, rezim Zionis Israel terpaksa menerima gencatan senjata hanya 4 hari setelah menggelar perang baru di Gaza. Di sisi lain, pemerintah rekonsiliasi nasional di Palestina juga telah mengganti tempatnya dengan pemerintah yang searah dengan Gerakan Fatah dan meningkatkan perbedaan di antara kelompok-kelompok Palestina.
Pengusiran warga Palestina
Tanggal 15 Mei, hari pembentukan Zionis Israel pada tahun 1948. Hari yang memperingati pengusiran ratusan ribu warga Palestina dari tanah kelahirannya dan dikenal dengan nama Hari Nakba. Bangsa Palestina merayakan 15 Mei setiap tahun Hari Nakba sebagai simbol pengusiran paksa, penghancuran tatanan sosial dan budaya mereka oleh Zionis Israel, dan setiap tahun menandai 15 Mei dengan unjuk rasa dan menekankan substansi penjajah dan kriminal rezim Zionis Israel. Nakba sendiri berasal dari bahasa Arab yang berarti penderitaan. Warga Palestina biasanya menggunakan istilah "Nakba" untuk menggambarkan peristiwa bencana yang terjadi setelah pendudukan wilayah pendudukan.
Demonstrasi Hari Nakbah tahun 2019 diselenggarakan dalam situasi ketika usia langkah ilegal pemerintah Amerika Serikat memindahkan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke al-Quds memasuki satu tahun. Donald Trump pada Desember 2017, memperkenalkan Quds sebagai ibukota baru Zionis Israel dan mengumumkan bahwa ia juga akan memindahkan kedutaan AS ke Quds pada 14 Mei 2018, memperingati ke-70 tahun pembentukan rezim Zionis Israel.
Selama setahun terakhir, peristiwa penting telah terjadi di Palestina. Protes "Hak Kembali" yang dimulai pada 30 Maret 2018 (Hari Bumi) masih terus berlanjut. Demonstrasi ini diadakan pada hari Jumat setiap minggu. Sejauh ini, 58 minggu telah berlalu sejak demonstrasi. Kementerian Kesehatan Palestina mengumumkan bahwa 304 warga Palestina telah gugur syahid dalam serangan dan penembakan oleh tentara Zionis Israel sejak awal 30 Maret 2018, yang 59 di antaranya adalah martir anak-anak dan 10 orang wanita. Selain itu, 17.301 orang terluka selama demonstrasi.
Rakyat Palestina akan mengadakan peringatan Hari Nakba ke-71 ketika rencana Amerika Kesepakatan Abad akan diresmikan. Jason Greenblatt, utusan Amerika Serikat untuk Asia Barat, pada 12 Mei dalam sebuah wawancara dengan Fox News, menekankan bahwa rencana perdamaian yang disebut Kesepakatan Abad akan diresmikan setelah Ramadhan dan setelah pembentukan pemerintahan baru rezim Zionis serta bersamaan dengan hari raya diturunkannya Taurat, Shavuot.
Greenblatt menekankan bahwa masalah pertama dan terakhir bagi Amerika Serikat adalah untuk mengamankan Zionis Israel dan tidak akan pernah acuh tak acuh terhadap masalah ini.
Bagian penting dari rencana Kesepakatan Abad ini telah dilaksanakan selama setahun terakhir, termasuk menyerahkan Quds ke Zionis Israel, Dataran Tinggi Golan Suriah ke Zionis Israel, dukungan untuk yahudisasi al-Quds dan dukungan terhadap pembangunan pemukiman zionis. Sementara itu, salah satu fokus rencana Amerika yang baru terbongkar menunjukkan bahwa Amerika Serikat sedang merencanakan negara Palestina baru tanpa kemampuan angkatan bersenjata dan militer.
Hossein Ruivaran, pengamat masalah Palestina dalam masalah ini mengatakan, "Amerika Serikat menuntut perlucutan senjata dari kelompok-kelompok perlawanan dan tidak ingin Palestina mmiliki kekuatan militer. Sejatinya, di Palestina nanti hanya akan memiliki anggota polisi kota sesuai rencana Kesepakatan Abad."
Hossein Ruivaran, pengamat masalah Palestina
Rencana rasis ini, yang jelas melayani kepentingan Zionis Israel, dan selain mempeluas geografi daerah yang diduduki Zionis Israel, akan menempatkan Palestina dalam kondisi terlemah. Rencana ini jelas menghadapi penentangan dari faksi-faksi Palestina. Jihad Islam dan Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) telah membentuk Front Nasional Palestina untuk menentang rencana Amerika Kesepakatan Abad ini, dan kementerian luar negeri dan pemerintah baru Palestina telah meminta negara-negara Arab untuk menentang rencana tersebut.
Salah satu perkembangan paling penting di Palestina menjelang Hari Nakba adalah perang 4 hari Zionis Israel melawan Jalur Gaza. Rezim pendudukan Israel melancarkan serangan di Jalur Gaza pada 3 Mei. Dalam 4 hari perang, 25 orang gugur syahid dan 154 lainnya terluka. Serangan rudal Zionis Israel dihadapkan dengan respon tegas dari faksi-faksi Palestina. Dalam 4 hari, kelompok-kelompok perlawanan Palestina menembakkan sekitar 700 roket dari Jalur Gaza ke daerah-daerah pendudukan yang memiliki kekuatan penghancur tinggi. Empat warga Israel telah terbunuh dan lebih dari 140 lainnya cedera dalam serangan rudal. Akibat serangan balasan kuat kelompok-kelompok Muqawama penduduk di wilayah yang berdekatan dengan Jalur Gaza mengalami ketakutan luar biasa, sehingga setidaknya 35% waga zionis yang tinggal di daerah-daerah ini dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka dikhawatirkan oleh serangan rudal.
Menyusul respons tegas oleh kelompok-kelompok perlawanan Palestina terhadap serangan Zionis Israel, rezim ini terpaksa menerima mediasi Mesir dan gencatan senjata dengan kelompok-kelompok perlawanan. Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Zionis Israel menerima gencatan senjata, yang pada Oktober 2018, setelah hanya dua hari, terpaksa untuk menerima gencatan senjata dengan kelompok-kelompok perlawanan. Gencatan senjata api yang membubarkan kabinet Netanyahu dan menyebabkan pemilihan parlemen awal.
Perang empat hari membuktikan bahwa Zionis Israel tidak memiliki taktik dan strategi perang karena hanya memiliki agenda membombardir dan untuk pertahanan, mereka berharap banyak dari Iron Dome, sebuah sistem yang permeabilitasnya telah berulang kali terbukti. Dalam perang, sistem Kubah Besi (Iron Dome) hanya dapat menghancurkan sekitar 200 roket dari sekitar 700 roket. Dalam nada yang sama, penulis dan analis Yasser Ezuddin menyatakan, "Kerugian rezim Zionis sebagai akibat dari serangan rudal perlawanan Palestina setelah penyebaran dan penempatan sistem rudal Kubah Besi jauh lebih banyak dari ketika sistem ini tidak ada. Ini hanya memiliki satu makna bahwa perlawanan Palestina dalam perang ini beberapa langkah di depan rezim Zionis. "
Sementara tekad Amerika Serikat dan Zionis Israel untuk menghentikan perjuangan Palestina telah meningkat dan langkah-langkah praktis telah diambil untuk mencapai tujuan-tujuan rezim Israel, perbedaan antara kelompok-kelompok Palestina telah meningkat, dan muncul perbedaan gerakan Fatah dengan Jihad Islam dan Hamas. Dalam hal ini, Rami Hamdallah mengundurkan diri pada 30 Januari 2019 sebagai perdana menteri Pemerintah Persatuan Nasional Palestina. Mahmoud Abbas, Pemimpin Otoritas Palestina pada 10 Maret 2019 memperkenalkan Mohammad Shtayyeh sebagai perdana menteri baru. Mohammad Shtayyeh telah memperkenalkan kabinet baru Palestina setelah sebulan.
Mohammad Shtayyeh, Perdana Menteri Palestina
Sejak pengunduran diri Rami Hamdallah, Gerakan Perlawanan Islam Palestina (Hamas) dan Jihad Islam telah memprotes. Alasan utama protes itu adalah bahwa Rami Hamdullah adalah perdana menteri Pemerintah Persatuan Nasional dan mengundurkan diri tanpa sepengatahuan Hamas dan Jihad Islam. Pengunduran diri ini meruntuhka konsensus nasional dan meningkatnya perbedaan antara kelompok-kelompok Palestina. Menyusul diperkenalkannya kabinet baru, gerakan Hamas, dalam sebuah pernyataan menyebut kabinet "Shtayyeh" merupakan kelanjutan dari kebijakan "menghapus" dengan tujuan merealisasikan kepentingan Gerakan Fatah dan memberi konsesi lebih kepada gerakan ini ketimbang kepentingan bangsa Palestina.
Dalam pernyataan itu, Hamas menekankan, "Kabinet Mohammad Shtayyeh adalah kabinet separatis yang tidak memiliki legitimasi nasional dan memperkuat kondisi untuk kesenjangan yang semakin lebar antara Tepi Barat dan Jalur Gaza sebagai awal dari implementasi rencana Kesepakatan Abad."
Tidak diragukan lagi, perbedaan dan pertikaian antara kelompok-kelompok Palestina adalah masalah yang dikejar dan digunakan oleh Zionis Israel dan Amerika Serikat untuk memajukan Kesepakatan Abad. Sementara beberapa negara Arab telah sepakat dengan rencana Kesepakatan Abad ini dan mereka juga berusaha untuk menyelaraskan negara-negara Arab lainnya dan Otoritas Palestina.