Tanggal 15 Juli, tepat tiga tahun yang lalu terjadi peristiwa kudeta berdarah di Turki. Presiden Turki, Erdogan menetapkan hari ini sebagai Hari Demokrasi dan Persatuan Nasional. Peringatan tragedi kudeta dimulai sejak pagi, Erdogan membaca Alquran untuk para korban di Masjid Nasional, Bestepe, Ankara.
Kemudian Erdogan menuju Jembatan Martir di Istanbul dan meresmikan Museum Memori 15 Juli yang dibangun di samping jembatan tersebut. Sebuah museum yang berdiri di sisi Anatolia, akan mengingatkan rakyat Turki pada tragedi kudeta tersebut.
Pembangunan museum dimulai pada tanggal 13 Maret dengan luas 1500 m2, selain itu ada area hijau seluas 15.000 m2, dilengkapi dengan masjid dan cabang dari Pusat Kendali Lalu Lintas Direktorat Jenderal Keamanan Istanbul.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan
Museum ini akan menyajikan kronologi kejadian pada tanggal 15 Juli 2016. Berbagai memorabilia dari orang orang yang menjadi korban kudeta juga dipajang, mereka adalah pahlawan bagi masyarakat Turki. Sedangkan di ruang bawah tanah, diberikan informasi mengenai kudeta yang terjadi di seluruh dunia.
Selama dua tahun lalu dan diperingatan kudeta gagal ini, pemerintah Turki seraya menggelar peringatan kudeta yang gagal tersebut juga membahas berbagai isu di sela-sela kudeta ini.
Di sisi lain, kubu oposisi pemerintah Erdogan di peringatan kudeta gagal bulan Juli, selain menggelar aksi demo anti pemerintah juga mengecam kebijakan penumpasan pemerintah Ankara. Disebutkan bahwa pemerintah Ankara selain menyebarkan propaganda luas anti kudeta tahun 2016, juga memanfaatkan kudeta ini untuk menumpas kaum oposan.
15 Juli 2016, sejumlah petinggi militer Turki dalam sebuah kudeta, berusaha untuk menjatuhkan pemerintahan Islam Partai Keadilan dan Pembangunan (PKK), juga ingin membentuk pemerintahan yang sesuia dengan keinginan mereka.
Kudeta yang meletus dini hari 15 Juli 2016 dengan kemunculan helikopter, jet tempur di zona udara Turki serta tank-tank kubu kudeta di jalan-jalan berbagai kota Turki khususnya Ankara dan Istanbul, sehari kemudian mendapat kecaman luas dari berbagai negara dunia termasuk Republik Islam Iran.
Sejatinya dengan turunnya warga ke jalan-jalan dan kecaman mereka terhadap kudeta di Turki oleh mayoritas negara kawasan dan dunia, kudeta ini dipastikan gagal sejak awal kebangkitannya. Dengan kata lain, untuk pertama kalinya di sejarah Republik Turki, kudeta militer di negara ini mengalami kekalahan dan para pemimpinnya gagal.
Rakyat Turki pasca Kudeta Gagal
Selain dukungan rakyat, para pemimpin kubu oposisi di Turki juga mendukung partai berkuasa. Dengan demikian wajar jika langkah ini sangat penting dan urgen dalam menggagalkan para kudeta.
Di pentas politik, para pemimpin kubu oposisi Erdogan mengutuk aksi kudeta. Selehattin Demirtas, Ketua Partai Rakyat Demokrat (HDP), Kemal Kılıçdaroğlu, Ketua Partai Rakyat Republik (CHP), Devlet Bahceli, Ketua Partai Partai Gerakan Nasionalis (MHP) seraya merilis statemen mengutuk aksi kudeta di negara ini.
Langkah para pemimpin partai besar Turki mendorong rakyat negara ini semakin solid dan bertekad untuk melawan kudeta. Di antaranya adalah respon para pemimpin partai HDP dan MHP. Ketua Partai Gerakan Nasional (MHP) selain merilis statemen anti para pengkudeta, dalam kontak telepon dengan Perdana Menteri Turki saat itu, Binali Yildirim menyatakan bahwa partainya mengungkapkan rasa solidaritas dengan pemerintah dan kudeta sama sekali tertolak.
Selain memperingatkan potensi perang saudara di Turki, ketua MHP menambahkan setiap langkah yang mengancam persatuan nasional dan integritas wilayah nasional harus dihindari.
Sementara itu, ketua partai HDP seraya meminta rakyat untuk tetap bersatu melawan kudeta menegaskan, "Kita harus bersatu dalam melawan fenomena buruk ini sama seperti kita melawan terorisme."
Sejak awal kudeta, pemerintah Ankara menekankan keterlibatan Fetullah Gulen ketua gerakan FETO di aksi ini. Sementara itu, Gulen menolak segala bentuk tudingan keterlibatan dirinya dengan pelaku kudeta dan menilainya sebagai sknerio bikinan pemerintah Erdogan. Fetullah Gulen menyebut tujuan Erdogan menuding dirinya terlibat di aksi kudeta gagal adalah untuk membersihkan instansi dan kantor pemerintah, memajukan program politik dan sosial serta rencana monopoli kekuasaan di Turki.
Sementara itu, upaya pemerintah Ankara untuk mendeportasi Gulen yang tinggal di pengasingan di negara bagian Pennsylvania di Amerika Serikat sia-sia. Di sisi lain, sejumlah pengamat menilai pasti ketergantungan FETO kepada Dinas Intelijen Amerika Serikat (CIA). Sejaitnya Fetullah Gulen telah menuai banyak manfaat dan hasil baik untuk memperluas pengaruh CIA di Turki dan seluruh negara muslim sekutu negara ini melalui aktivitas agama dan pendidikan.
Pengamat Turki mengatakan, kudeta gagal bulan Juli 2016 dapat dicermati dari sejumlah sisi. Kudeta gagal ini dari sisi militer disetir oleh sejumlah perwira tinggi. Dari sisi lain, kudeta ini juga dinilia sebagai bentuk ideologi di mana Gulen disebut-sebut sebagai sosok di balik ketua Jamaah Nur turki.
Selain itu, ada dua elemen yang patut dicermati di kudeta gagal ini. Pertama penyandang dana kudeta gagal ini di mana Arab Saudi dan Uni Emirat Arab (UEA) disebut-sebut sebagai penyandang dana tersebut.
Sejatinya ada unsur ketiga yakni raja Arab Saudi dan pemimpin Uni Emirat yang memainkan peran parsial di kudeta Juli 2016 di Turki, namun keduanya cukup berpengaruh ketika dilihat dari sisi penyandang dana kudeta gagal ini. Dengan dukungan finansial kedua negara reaksioner Arab ini, FETO berani untuk melakukan gerakan untuk menumbangkan pemerintahan sah Recep Tayyip Erdogan.
Sejumlah pengamat juga mengaku menyaksikan jejak-jejak Arab Saudi bersama Uni Emirat Arab di insiden kudeta gagal di Turki. Mereka juga menegaskan peran efektif Riyadh di kudeta 15 Juli 2016 di Turki. Sekelompok pengamat ini menilai sangat nyata dan transparan peran Saudi di kudeta tersebut.
Terkait hal ini, pengamat politik Turki Omar Dagli dalam sebuah artikelnya di Koran Yeni Şafak menulis, "UEA memberi dana tiga miliar dolar kepada Mohammad Dahlan, kaki tangan Fetullah Gulen untuk menumbangkan pemerintahan Recep Tayyip Erdogan."
Muhammad bin Mukhtar Al-Shanqiti, pengamat isu-isu Asia Barat dan dosen Universitas Qatar mengatakan, mantan jaksa agung Turki dan pembunuh bayaran Asia Barat yang termasuk pendukung Fetullah Gulen berulang kali bertemu secara rahasia di Hotel Jumeira.
Warga Turki saat kudeta gagal militer
Ia juga menjelaskan, "Perwakilan tinggi kelompok Gulen sebelum 15 Juli 2016 berkunjung ke Emirat sebanyak 22 kali dan mengakaji serta membahas rencana kudeta."
Salah satu isu penting dan mendasar yang terjadi pasca kudeta gagal di Turki dan sedikit banyak mendorong kritikus pemerintah Ankara untuk merenungkannya adalah penerapan kondisi darurat. Lima hari setelah kudeta gagal pada 20 Juli 2016, pemerintah Ankara seraya mengumumkan penerapan kondisi darurat telah mengubah secara penuh kondisi untuk kepentingan dan tujuan pribadi Erdogan dan partai berkuasa.
Dengan kata lain, dengan diumumkannya kondisi darurat, butir-butir konstitusi Turki telah diabaikan dan ditetapkan peraturan keamanan baru oleh pemerintah. Banyak militer yang ditangkap, para wartawan digiring ke penjara dan banyak elit politik tersingkir serta dicekal. Selain itu, juga ditetapkan pembatasan dan terjadi berbagai peristiwa di berbagai bidang di negara ini. Hal ini merupakan imbas dari kudeta gagal di pertengahan Juli 2016.
Kesimpulannya adalah kudeta gagal 15 Juli 2016 di Turki terhadap pemerintahan Erdogan merupakan peluang tepat untuk merealisasikan seluruh keinginan dalam negeri presiden dalam waktu singkat. Sejatinya kudeta gagal ini malah mempercepat ambisi jangka panjang Erdogan.