Rakyat Iran pada hari Senin (4/11/2019) akan memperingati Hari Nasional Melawan Arogansi Global. Pada 4 November 1979, mahasiswa Iran menduduki Kedutaan Besar AS (sarang spionase) di Tehran dalam sebuah aksi protes menentang intervensi Washington.
Setiap tahun, rakyat Iran memperingati momen itu sebagai Hari Nasional Melawan Arogansi Global dengan menggelar pawai akbar menyuarakan persatuan nasional dan solidaritas Islam melawan AS sebagai simbol imperialis dunia.
Dalam kamus politik, arogansi bermakna keangkuhan, menguasai pihak lain (hegemoni), menjajah, dan melakukan eksploitasi budaya, politik, dan ekonomi atas bangsa-bangsa lain oleh kekuatan tertentu. Praktik ini membuat negara lain berada di bawah tekanan, bangsa-bangsa dieksploitasi dan dilemahkan.
Amerika memulai babak baru permusuhan dengan Iran pasca kemenangan Revolusi Islam. Beberapa bulan pasca kemenangan Revolusi Islam, Kedutaan AS di Tehran berubah fungsi menjadi pusat spionase dan koordinasi untuk kubu penentang revolusi.
Pasca pendudukan sarang spionase, reaksi pertama yang diambil oleh presiden AS adalah menjatuhkan sanksi ekonomi dan memblokir aset-aset Iran di bank-bank Amerika dan bank asing yang berkantor di negara itu. Washington kemudian memutuskan hubungan diplomatik dengan Tehran.
Dalam tanggapannya, Imam Khomeini ra berkata, "Jika Carter (Jimmy Carter) di masa hidupnya pernah melakukan sesuatu yang membawa kebaikan bagi orang-orang tertindas, maka itu adalah pemutusan hubungan ini. Hubungan sebuah bangsa dengan sebuah penjarah yang rakus, akan selalu merugikan bangsa tertindas dan menguntungkan penjarah. Kami menganggap pemutusan hubungan ini sebagai sebuah peristiwa baik, karena pemutusan ini adalah bukti atas terputusnya harapan AS dari Iran. Saya berulang kali mengingatkan bahwa hubungan kita dengan AS sama seperti hubungan bangsa tertindas dengan perampok dunia."
Sejak sarang spionase AS diduduki oleh kelompok mahasiswa pengikut garis Imam Khomeini ra, Washington mengambil tindakan politik dan bahkan persiapan serangan militer, mereka mengirim armada kapal perang ke Teluk Persia dan menyatakan siap menyerang Iran kapan pun. Namun semua skenario itu gagal.
Bekas sarang mata-mata Amerika di Tehran.
Daftar permusuhan AS antara lain; melakukan kudeta 28 Mordad (19 Agustus 1953), memaksakan undang-undang kapitulasi untuk memperbudak rakyat Iran, operasi militer di Gurun Tabas, merancang kudeta Nojeh, menerapkan sanksi ekonomi dan politik, memprovokasi dan mendukung rezim Saddam dalam agresi ke Iran, menembak jatuh pesawat sipil Iran dengan 290 penumpang, mengorganisir dan mendukung anasir anti-revolusi untuk merusak keamanan dengan target penggulingan sistem, serta melancarkan Iranphobia dan propaganda bohong tentang Revolusi Islam Iran.
Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamenei mengatakan, "Pihak tertentu mengira bahwa permusuhan dengan kita terjadi karena kita yang memulai pertama, kita selalu menunjuk tangan kita ke arah mereka. Karena itu mereka memusuhi kita. Tidak! Ini sebuah dugaan yang salah… bukan kita yang mengawali, mereka yang mulai duluan, mereka memulainya dengan mencela, menyanksi, menuntut, memberikan tempat kepada musuh bangsa Iran, mereka-lah yang memulai."
Sekarang 40 tahun setelah kemenangan Revolusi Islam, pemerintah AS dengan semangat arogansi tetap mengobarkan permusuhan terhadap Iran. Tindakan pertama AS dalam melawan Revolusi Islam adalah menghasut oposisi dan membantu gerakan separatisme di perbatasan Iran. Tidak hanya itu Washington juga mendukung para pengkudeta terhadap revolusi.
Pemerintah AS memanfaatkan media untuk melancarkan propaganda dan fitnah serta memprovokasi orang-orang untuk bangkit. Washington sekarang memanfaatkan instabilitas regional untuk mempertajam kampanye Iranphobia dan membentuk koalisi anti-Iran.
Salah satu metode penting arogansi global untuk melestarikan hegemoninya atas dunia adalah mencegah kemajuan bangsa-bangsa lemah. Dalam hal ini, AS merekrut orang-orang pintar dari negara ketiga atau negara berkembang, serta menerapkan sanksi dan pembatasan internasional.
Demikian juga yang dilakukan terhadap Iran, AS melakukan upaya maksimal untuk mencegah kemajuan bangsa Iran di bidang politik, ekonomi, militer, ilmiah, dan lain sebagainya.
Di bidang ilmiah misalnya, AS mencegah Iran untuk mencapai teknologi modern seperti yang dilakukan di bidang teknologi nuklir, mereka melakukan sabotase untuk mencegah kemajuan bangsa ini.
Pawai akbar memperingati Hari Nasional Melawan Arogansi Global di Tehran tahun 2018.
Seorang ilmuwan politik Amerika, Noam Chomsky mengatakan, "Para pemimpin AS saat ini adalah penguasa yang paling berbahaya dalam sejarah umat manusia. Ungkapan ini mungkin terlalu keras, tetapi menurut saya, Partai Republik saat ini adalah organisasi yang paling berbahaya dalam sejarah umat manusia. Hitler bahkan tidak merencanakan pemusnahan kehidupan manusia di muka bumi."
Bangsa Iran percaya bahwa perang melawan penindasan dan arogansi global adalah bukan gerakan yang ketinggalan zaman, karena AS baik di masa lalu maupun sekarang, tidak pernah berhenti memusuhi Iran dan mereka melakukan apa yang mereka bisa.
Bangsa ini bangkit melawan konspirasi AS dan membuktikan bahwa dengan berpegang pada prinsip dan cita-cita Revolusi Islam, mereka dapat menghalau hegemoni kekuatan-kekuatan global.
Saat ini, para pejabat AS mengkhawatirkan berubahnya Iran menjadi kekuatan utama di wilayah Timur Tengah. Oleh karena itu, mereka berusaha memutarbalikkan fakta dan memperkenalkan Iran sebagai negara perusak stabilitas di kawasan.
Pemerintah AS sedang mengejar tiga opsi kunci untuk melumpuhkan Iran. Opsi pertama, mengurangi kekuatan pertahanan Iran dengan fokus pada kemampuan misil. Di sini, para pejabat AS benar-benar menyadari akan kekuatan pertahanan Iran dan kemampuan rudal-rudal yang dimilikinya.
Opsi kedua, AS sedang menyusun sebuah skenario untuk mengurangi atau menghilangkan pengaruh dan kekuatan regional Iran serta mematahkan gerakan perlawanan.
Pengaruh regional Iran telah terbukti dalam perang menumpas teroris Daesh. AS mulai memahami bahwa Iran memiliki peran strategis dan peran ini telah memperkuat poros perlawanan serta mengalahkan konspirasi Amerika dan rezim Zionis dalam memecah negara-negara regional.
Opsi ketiga, AS sedang meningkatkan perang ekonomi terhadap Iran atau lebih tepatnya melakukan terorisme ekonomi. Sanksi AS bertujuan untuk memperlemah Iran dari dalam, membuat rakyat pesimis, dan memprovokasi mereka untuk bangkit.
Di era pemerintahan Trump, AS menyusun langkah-langkah baru untuk melawan Iran dan salah satunya adalah prakarsa Hanson. Prakarsa ini disusun oleh Grup Studi Keamanan (SSG) pimpinan Jim Hanson dan diserahkan ke Dewan Tinggi Keamanan Nasional AS.
Hanson berbicara tentang penyebab munculnya sebagian protes di Uni Soviet dan merekomendasikan cara yang sama untuk dijalankan di Iran. Dia menuturkan, "Iran membutuhkan gerakan serupa yang bersandar pada tuntutan untuk memperbaiki kualitas hidup rakyatnya dan mengakhiri penumpasan oleh rezim."
Hanson mengusulkan penerapan sanksi yang paling berat terhadap Iran sehingga pendapatan negara ini terkuras. Pada titik ini, Iran hanya punya dua pilihan yaitu menghabiskan pendapatannya untuk kebutuhan rakyat atau membelanjakan uangnya untuk mendukung poros perlawanan.
Pemikiran ini menunjukkan bahwa pemerintah AS sejak awal kemenangan revolusi telah berusaha untuk menggulingkan sistem Republik Islam.
Namun, Ayatullah Khamenei mengatakan bahwa meredupnya kekuatan AS telah menjadi sebuah realitas yang disepakati oleh para pakar dunia. Menurutnya, AS menderita kekalahan dalam mewujudkan konspirasinya terhadap Iran selama 40 tahun terakhir.
"Pendudukan sarang mata-mata AS oleh mahasiswa merupakan sebuah tamparan bangsa Iran kepada AS," ungkapnya.
Ayatullah Khamenei menjelaskan kekuatan lunak AS dalam artian pemaksaan pandangannya kepada negara lain, sekarang berada pada situasi yang paling lemah dan sejak presiden saat ini berkuasa, keputusan Washington tidak hanya ditentang oleh bangsa-bangsa, tetapi juga oleh pemerintah Eropa, Cina, Rusia, India, Afrika dan Amerika Latin.
"Hari ini satu-satunya negara yang keputusannya tidak bisa dipengaruhi oleh AS adalah Republik Islam Iran dan ini bermakna kekalahan AS," pungkasnya.