Tahun Kedua Kemenangan Poros Perlawanan terhadap Daesh di Suriah

Rate this item
(0 votes)
Tahun Kedua Kemenangan Poros Perlawanan terhadap Daesh di Suriah

 

Pada 21 November 2017, Qasem Soleimani, komandan Brigade Quds Sepah Pasdaran Republik Islam Iran menulis surat kepada Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Ayatullah Sayid Ali Khamanei mengenai kemenangan poros muqawama melawan kelompok teroris Daesh di Suriah. Tahun ini, menjadi peringatan kedua pengumuman kemenangan poros muqawama melawan kelompok teroris Daesh.

Suriah menghadapi protes anti-pemerintah pada 2011, yang berubah menjadi perang besar-besaran yang melibatkan milisi teroris yang datang dari berbagai negara dunia dengan intervensi poros Arab, Ibrani dan Barat. Kelompok-kelompok teroris yang sebelumnya telah hadir di negara-negara lain, terutama di Afghanistan dan Irak dikerahkan di Suriah, dan terjadi perekrutan anggota secara masif. Warga dari 80 negara ikut berperang melawan pemerintah Suriah. Kelompok teroris Daesh adalah salah satu kelompok penting yang secara aktif terlibat dalam perang dengan pemerintahan Bashar  Assad.

Sejak invasi AS ke Irak dan jatuhnya Saddam Hussein tahun 2003, kelompok teroris ini telah ada selama lebih dari 15 tahun dengan nama yang berbeda-beda. Kemudian, di tahun 2014 berdiri dengan mengusung nama "Negara Islam Irak dan Sham" (Daesh atau ISIS) di bawah kepemimpinan Abu Bakar al-Baghdadi yang menyatakan diri sebagai khalifah.

Setelah menduduki daerah yang luas di Irak dan Suriah. kelompok teroris Daesh mendeklarasikan Raqqa di Suriah dan Mosul di Irak sebagai ibu kota kekhalifahannya. Daesh  telah menciptakan teror dengan taktik merilis video pemenggalan sandera, tentara, dan eksekusi massal yang disebar di media sosial.

Dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran, Qasem Soleimani menggambarkan kelompok teroris Daesh sebagai "fitnah hitam" dengan berbagai kejahatannya. Dalam surat ini, ia menyebut kelompok teroris Daesh memenggal kepala anak-anak atau pria hidup-hidup dan membunuh keluarga mereka, menangkap gadis dan wanita tak berdosa serta memperkosanya, membakar mereka hidup-hidup dan membantai ratusan anak muda, menghancurkan ribuan masjid dan fasilitas publik seperti rumah sakit dan lainnya. 

Komandan Pasukan Quds Iran juga menulis dalam surat itu, "Orang-orang Muslim di negara-negara ini (Suriah dan Irak), kaget menyaksikan badai beracun ini, dan sebagian dari mereka menjadi bagian dari kelompok penjahat  Takfiri ini, dan jutaan orang meninggalkan rumah mereka untuk mengungsi ke kota dan negara lain.

Lebih dari 6.000 pemuda yang tertipu dengan slogan Daesh "membela Islam" bergabung dengan kelompok teroris ini dan menjadi pelaku pemboman bunuh diri untuk di alun-alun, masjid, sekolah, bahkan rumah sakit Muslim dan pusat-pusat layanan publik yang menewaskan puluhan ribu orang.

Menurut pengakuan salah seorang pejabat tinggi AS sendiri, semua kejahatan ini telah dirancang dan dieksekusi oleh para pemimpin dan organisasi yang berafiliasi dengan Amerika Serikat. Besarnya kejahatan Daesh di Irak dan Suriah sangat sangat parah menyebabkan Amnesty International mendefinisikan tindakan kelompok teroris ini sebagai "pembersihan etnis". 

Tapi berkat perjuangan rakyat Irak dan Suriah bersama pemerintah dan gerakan muqama akhirnya sebagian besar kelompok teroris Daesh berhasil ditumpas. Pada 21 November 2017, akhir Daesh di Suriah diumumkan dengan selesainya Operasi Pembebasan di Al-Bukamal di perbatasan Suriah-Irak. Kerugian material akibat kehadiran kelompok teroris Daesh bagi Irak dan Suriah diperkirakan lebih dari $ 500 miliar.

Menurut pengakuan Presiden AS Donald Trump sendiri, Daesh adalah produk buatan Washington di wilayah Asia Barat. Faktanya, kelompok teroris Daesh diciptakan dalam jangka panjang sebagai organisasi teroris dari kawasan Asia Barat yang terbesar di dunia dengan dukungan intelektual, keuangan, politik dan militer dari Arab Saudi, Amerika Serikat dan Inggris.

Pendudukan sebagian besar tanah Suriah dan Irak oleh kelompok teroris Daesh bertujuan untuk menghilangkan gerakan perlawanan terhadap rezim Zionis. Namun, setelah kejahatan keji yang dilakukan oleh kelompok teroris ini, Amerika Serikat pada tahun 2014 membentuk apa yang disebutnya sebagai koalisi internasional untuk melawan ISIS, yang tidak berusaha menghancurkan kelompok teroris, tetapi hanya melemahkannya saja. 

Berbeda dengan pendekatan pemerintah AS terhadap Daesh, Poros Perlawanan, termasuk Republik Islam Iran, Hizbullah, militer Suriah, dan kelompok-kelompok perlawanan lainnya bersama dengan Rusia, melancarkan aksi serius untuk menumpas Daesh dan membersihkan Suriah dan Irak dari kelompok teroris itu.

Hasil penting dari gerakan ini berhasil mencegah jatuhnya Baghdad dan Damaskus ke tangan kelompok teroris. Padahal, ahli strategi AS mengatakan, setelah Daesh menguasai Mosul akan membutuhkan lebih dari 30 tahun untuk mengeluarkan Mosul dari pendudukan  kelomopok teroris ini.

Sementara Poros Perlawanan fokus pada penghancuran Daesh, ada banyak laporan yang menyebut koalisi internasional anti-ISIS yang dipimpin AS justru membantu kelompok teroris tersebut. Hanya beberapa hari sebelum pengumuman berakhirnya Daesh di Suriah, sumber-sumber berita melaporkan bahwa Washington meluncurkan gambar udara perbatasan Suriah dan Irak dan menyerahkannya ke Daesh. Media juga melaporkan bahwa pesawat pengintai Israel juga telah mengambil gambar al-Bukamal dan memberikan gambar-gambar ini kepada Daesh agar kelompok teroris itu melancarkan serangan balik.

Dengan berbagai pelanggaran yang dilakukan AS dan sekutunya, kehadiran kelompok teroris Daesh di Suriah diumumkan pada November 2017. Sumbu Perlawanan yang dipimpin oleh Republik Islam Iran berhasil membuktikan keberhasilannya mengalahkan kelompok teroris Daesh yang tidak memakan waktu 30 tahun.

Pada saat yang sama, Poris Perlawanan menunjukkan kemampuannya mengganggu permainan yang dirancang oleh AS dan sekutunya terhadap keamanan dan stabilitas politik Asia Barat.  Tidak seperti "keamanan versi AS dan Barat yang diimpor dari luar, keamanan dalam definisi poros perlawanan mencegah terjadinya pengotak-kotakan negara kawasan menjadi negara lebih kecil, dan menjadi tidak terjadinya penyebaran ketidakaman maupun kekerasan di seluruh kawasan.

Tidak diragukan lagi, poros Arab, Ibrani dan Barat adalah pecundang utama dari keberhasilan strategis poros yang berhasil mengalahkan Daesh di Suriah, karena secara formal menghancurkan impian mereka untuk menggulingkan pemerintah yang berdaulat di Suriah.

Penumpasan Daesh di Suriah dan Irak telah membuktikan bahwa poros segitiga; Barat, Ibrani, dan terbukti mendukung teroris, tetapi lebih dari itu, sebagian besar kelompok teroris termasuk Daesh memang dibuat langsung oleh Barat terutama Amerika atau hasil dari kebijakannya di kawasan Asia Barat.

Read 832 times