Iran adalah sebuah negara dengan peradaban kuno, di mana rakyatnya memiliki spirit perlawanan dan kearifan. Di sepanjang sejarahnya, Iran mengalami banyak pergolakan, tetapi bangsa ini dapat melewatinya dan selalu belajar dari setiap kegagalan. Mereka menjadikan kesuksesan sebagai bekal untuk meraih masa depan yang lebih baik.
Laju perkembangan Iran bergerak dengan cepat dalam satu dekade terakhir, terutama selama 40 tahun usia Revolusi Islam. Kekuatan, persatuan nasional, dan independensi Iran berada pada kondisi yang sangat baik.
Setiap kerusuhan yang melibatkan campur tangan asing, mampu diredam dengan cepat dan ini semua terjadi berkat kewaspadaan rakyat dan pasukan keamanan Republik Islam Iran.
Tanggal 21 Azar 1325 Hijriah Syamsiah (12 Desember 1946) diperingati di Iran sebagai hari kegagalan makar musuh yang merongrong integritas wilayah dan persatuan nasional Iran. Makar ini menargetkan pemisahan satu bagian dari wilayah Iran untuk digabungkan ke Uni Soviet.
Pada awal Perang Dunia II, Blok Sekutu termasuk Inggris dan Uni Soviet menduduki wilayah Iran kendati negara ini menyatakan tak memihak. Waktu itu, Uni Soviet menghadapi serangan besar-besaran dari Nazi Jerman, dan Blok Sekutu menggunakan wilayah Iran untuk mengirimkan logistik perang.
Azerbaijan terletak di barat laut Iran dan merupakan wilayah yang tak terpisahkan dari Republik Islam Iran.
Selama pendudukan Inggris dan Uni Soviet, rakyat Iran menderita kelaparan dan banyak kerugian jiwa dan materi. Dalam konferensi pers di Tehran pada 1943, pemimpin Inggris dan Soviet berjanji menarik pasukannya dari Iran enam bulan setelah berakhirnya Perang Dunia II.
Pada 2 September 1945, perang mengerikan itu berakhir dan Inggris menarik pasukannya dari Iran. Namun, pemimpin Soviet Joseph Stalin menolak mundur dari Iran. Ia berusaha menguasai minyak Iran di utara dan memisahkan wilayah Azerbaijan di barat laut Iran.
Untuk mencapai tujuannya, pemerintah Soviet melalui antek-anteknya di Iran, mendirikan Partai Demokrat Azerbaijan yang dikepalai oleh Sayid Ja'far Pishevari, yang selama ini memimpikan wilayah otonom.
Rakyat Iran sedang menghadapi kesulitan ekonomi karena kelemahan pemerintah pusat dan dampak dari perang. Partai Demokrat Azerbaijan memanfaatkan situasi ini untuk menyuarakan dukungan kepada hak-hak etnis Azari, kaum lemah, dan para petani.
Kampanye ini membuat sejumlah masyarakat bergabung dengan Partai Demokrat Azerbaijan bentukan Soviet ini. Kekuatan inti kelompok ini berasal dari imigran Soviet yang memasuki Iran beberapa tahun sebelumnya dan mereka mendukung kebijakan-kebijakan Moskow. Pasukan Uni Soviet juga membantu kelompok separatis itu untuk memisahkan diri dari Iran dan mendirikan Republik Rakyat Azerbaijan.
Tak lama setelah dibentuk, para pemimpin Partai Demokrat Azerbaijan langsung mengumumkan rencananya dan mulai menduduki lembaga-lembaga utama pemerintahan di wilayah Azerbaijan. Mereka menguasai seluruh wilayah Azerbaijan pada akhir tahun 1945.
Partai Demokrat Azerbaijan kemudian membentuk pemerintahan dan parlemen yang otonom, dan memproklamirkan kemerdekaan dari Iran. Joseph Stalin kembali menegaskan tidak akan mundur dari Iran dan secara tidak langsung mendukung makar tersebut.
Separatisme yang didukung asing ini, membuat masyarakat nasionalis Azerbaijan tidak senang dan mereka turun ke jalan-jalan untuk melakukan protes. Terlebih Partai Demokrat Azerbaijan menganut ideologi komunis dan anti-agama, sementara masyarakat Azerbaijan berpegang teguh pada Islam.
Joseph Stalin.
Pemerintah Iran mengadu ke Dewan Keamanan PBB setelah Uni Soviet menolak menarik Tentara Merah dari Iran. Tapi langkah ini tidak membuahkan hasil karena kuatnya pengaruh Soviet di PBB. Pemerintah Amerika Serikat dan Inggris tentu saja mengkhawatirkan pengaruh Soviet dan memberikan peringatan kepada Kremlin, tetapi Stalin tetap menyusun makar pemecahan wilayah Iran.
Dalam kasus ini, dunia internasional tidak memberikan tekanan yang cukup dan hal ini mendorong pemerintah Iran untuk membangun kontak dengan Uni Soviet. Perdana Menteri Iran waktu itu, Ahmad Qavam berkunjung ke Moskow untuk berunding dengan para pemimpin Partai Komunis dan berhasil mencapai kesepakatan awal.
Setelah kembali ke Tehran, Ahmad Qavam melanjutkan perundingannya dengan Duta Besar Uni Soviet di Tehran, Sadchikov dan pada akhirnya kedua pihak menandatangani sebuah kesepakatan yang dikenal Kesepakatan Qavam-Sadchikov.
Menurut kesepakatan ini, sebuah perusahaan minyak bersama antara Iran dan Soviet akan dibentuk. Di sisi lain, Soviet akan menarik pasukannya dari Iran dalam waktu 1,5 bulan. Moskow juga menerima bahwa kelompok separatis Azerbaijan adalah sebuah isu dalam negeri Iran, yang harus diselesaikan secara damai.
Dengan demikian, para pemimpin Soviet bersedia mencabut dukungan kepada kelompok separatis Azerbaijan dengan imbalan proyek minyak Iran. Namun, pembentukan perusahaan minyak bersama Iran dan Soviet ditolak oleh Parlemen Iran dan negara itu secara praktis gagal menguasai sumber-sumber minyak Iran.
Setelah pasukan Uni Soviet mundur, para pemimpin Partai Demokrat Azerbaijan mulai terlibat pembicaraan dengan pemerintah pusat Iran dan mereka tidak lagi mengejar rencana pemisahan diri dari Iran.
Masyarakat di kota-kota dan desa-desa Azerbaijan memulai kebangkitan untuk melawan pasukan Partai Demokrat Azerbaijan, yang mempromosikan ideologi komunis dan anti-agama. Kekuatan kelompok ini terus melemah dan dukungan Soviet kepada mereka juga menurun.
Pada Desember 1946, militer Iran dikerahkan ke Azerbaijan untuk menumpas pasukan Partai Demokrat Azerbaijan. Para pemimpin partai ini memerintahkan pasukannya melakukan perlawanan, tetapi mereka sendiri melarikan diri ke Uni Soviet dengan kendaraan yang disediakan oleh Moskow.
Para anggota Partai Demokrat Azerbaijan.
Masyarakat anti-kemerdekaan Azerbaijan membantu militer untuk menangkap pasukan Partai Demokrat Azerbaijan dan merebut kembali markas-markas penting kelompok itu. Militer Iran berhasil menguasai penuh Azerbaijan dan meredam gerakan separatisme dukungan asing di wilayah itu.
Makar pemisahan Azerbaijan dari Iran adalah sebuah pelajaran penting bagi orang-orang atau kelompok, yang ingin meraih tujuan jahatnya dengan mengandalkan dukungan asing.
Karena keberagaman etnis di Iran, negara asing selalu memanfaatkan setiap kesempatan untuk menciptakan kekacauan, perpecahan atau bahkan pemisahan wilayah.
Pada awal kemenangan Revolusi Islam, antek-antek asing di Iran juga melakukan pemberontakan etnis di beberapa wilayah dan berusaha memisahkan diri dari wilayah Iran. Namun, upaya itu tidak berlangsung lama karena mereka tidak didukung oleh rakyat.
Agresi tentara Saddam ke wilayah Iran juga terjadi dengan dukungan negara-negara Barat dan bertujuan untuk memecah sebagian dari wilayah barat daya Iran. Tetapi, skenario ini gagal berkat perlawanan gigih rakyat Iran dari semua kelompok etnis dan agama.
Masyarakat dari berbagai etnis dan agama di Iran, selalu mengidentifikasi dirinya sebagai rakyat Iran dan menyuarakan tuntutan mereka dalam kerangka kepentingan nasional negaranya. Persatuan, patriotisme, dan semangat anti-campur tangan asing rakyat Iran, selalu menjadi kunci untuk mempertahankan keutuhan negara di sepanjang sejarah.