Anggota parlemen rezim Zionis pada 12 Desember 2019 untuk kedua kalinya selama tujuh bulan terakhir melakukan voting pembubaran Knesset. Dijadwalkan, pemilu legislatif ketiga rezim Zionis akan diselenggarakan pada 2 Maret 2020.
Sebelumnya, rezim Zionis Israel mengadakan dua pemilu parlemen, yang pertama April 2019, dan yang kedua September 2019. Pada pemilu April, partai Likud yang dipimpin oleh Benjamin Netanyahu dan koalisi biru dan putih yang dipimpin oleh Benny Gantz pada September, tidak ada satupun yang berhasil memenangkan mayoritas kursi, 50 persen plus satu (61 kursi). Oleh karena itu, mereka harus membentuk aliansi dengan partai-partai politik lain di parlemen, tetapi tidak pernah berhasil. Salah satunya penyebabnya, penentangan kubu list bersama Arab dan Yisrael Beiteinu terhadap pembentukan koalisi yang dipimpin Netanyahu.
List bersama Arab menolak berpartisipasi dalam kabinet Netanyahu, dan Netanyahu enggan membentuk kabinet menggandeng mereka. Selain itu, Avigdor Lieberman, pemimpin Yisrael Beiteinu, yang merupakan penyebab utama runtuhnya kabinet Netanyahu pada November 2018, gagal bersekutu dengan Netanyahu setelah pemilihan bulan April dan September, sehingga ia benar-benar kehilangan kesempatan untuk membentuk kabinet baru.
Kondisi senada juga menimpa Benny Gantz yang didukung list bersama Arab, tapi tawarannya untuk membentuk kabinet koalisi ditolak oleh Avigdor Lieberman. Dengan kegagalan Netanyahu dan Gantz membentuk kabinet baru, presiden rezim Zionis menugaskan parlemen untuk mencalonkan seorang perdana menteri baru. Namun, Knesset gagal mencalonkan seorang perdana menteri baru dalam waktu 21 hari, sehingga akhirnya membubarkan parlemen dan mengadakan pemilu ketiga.
Seiring kegagalan segitiga; Netanyahu, Gantz dan Knesset untuk membentuk kabinet baru dan keputusan untuk mengadakan pemilihan parlemen ketiga, muncul pertanyaan sekarang mengenai: apa konsekuensi dari kegagalan tersebut?
Pertama, dampak besarnya menimpa Netanyahu sendiri. Tampaknya kekuasaan Netanyahu akan berakhir. Netanyahu telah setuju untuk mengadakan pemilihan di internal partai Likud untuk memilih pemimpin baru yang akan diadakan sebelum akhir 2019.
Saingan Netanyahu dalam pemilihan intra-partai Likud adalah Gideon Sa'ar. Pasca merebaknya isu korupsi dan kegagalan Netanyahu membentuk kabinet, Gideon Sa'ar menyerukan pemilihan internal partai Likud untuk memilih pemimpin yang lebih tepat.
Kekalahan Netanyahu dalam pemilu internal partai Likud akan menandai akhir kehidupan politiknya. Jika partai Likud memenangkan pemilu Maret 2020, maka akan meningkatkan kemungkinan terbentuknya kabinet baru mendatang. Salah satu alasan mengapa Lieberman tidak bergabung dengan koalisi yang dipimpin partai Likud lebih banyak dipicu masalah pribadinya dengan Lieberman.
Apabila Netanyahu kembali menang dalam pemilu intra-partai Likud juga dapat menyebabkan kebuntuan dalam pembentukan kabinet baru Israel, seandainya partai Likud menang. Oleh karena itu, Netanyahu kemungkinan tidak akan maju dalam pemilu mendatang dan suaranya akan diserahkan kepada Gideon Sa'ar.
Selain itu, jika Netanyahu memenangkan pemilihan intra-partai Likud, maka empat kasus korupsi dapat diajukan sebelum pemilu parlemen Israel ketiga. Oleh karena itu, Moshe Yaalon, anggota Zionis Knesset dari Koalisi Biru dan Putih, bersikeras bahwa Benjamin Netanyahu, pemimpin partai Likud dan perdana menteri sementara, hanya berusaha melarikan diri dari tuduhan korupsi dengan memenangkan jabatan perdana menteri.
Para politikus utama Israel seperti Avigdor Lieberman dan Benny Gantz berencana memberikan amnesti kepada Netanyahu dengan syarat ia menarik diri keluar dari aktivitas politiknya. Berbicara kepada surat kabar berbahasa Ibrani Yedioth Ahronot, Avigdor Lieberman mengatakan kehadiran Netanyahu di Knesset adalah sumber kebencian dan rasa malu. Ia mengatakan, "Sayangnya, Netanyahu telah menjadi beban bagi kami. Tidak ada yang mau melihatnya berada di balik jeruji besi, tapi tidak ada juga yang ingin melihatnya berada di dunia politik dan semua orang siap memberinya kesempatan untuk mengakhiri kehidupan politiknya dengan baik."
Sikap senada juga disampaikan Ketua Koalisi Putih Biru yang dipimpin Benny Gantz. Ia mengatakan, "Kami tidak ingin melihat seorang perdana menteri dipenjara dan ini adalah adegan yang tidak diinginkan siapa pun." tegasnya.
Namun, tampaknya amnesti untuk Netanyahu tidak mungkin diberikan kepadanya. Pasalnya, peradilan rezim Zionis menyatakan bahwa skenario pengampunan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu tidak akan ada gunanya dalam kasus korupsi 1000, 2000 dan 4000.
Secara umum, Netanyahu berpotensi menjadi pecundang terbesar dalam pemilihan parlemen ketiga rezim Zionis. Sebab rivalnya kemungkinan besar mengalahkan Netanyahu dalam pemilu internal partai Likud, serta potensi pemenjaraannya dalam kasus korupsi tidak bisa ditutupi lagi.
Lalu apakah pemilu parlemen rezim Zionis ketiga dapat mengakhiri kebuntuan politik di wilayah pendudukan? Jawaban atas pertanyaan ini sebagian besar terkait dengan nasib Netanyahu dalam pemilihan intra-partai Likud dan kasus korupsi yang melilitnya. Jika Netanyahu mencalonkan diri dalam pemilu ketiga dan ditugaskan untuk membentuk kabinet lagi, maka peluang kegagalan dan kebuntuan politik sangat tinggi.
Tanpa Netanyahu, kabinet baru rezim Zionis mendatang masih akan terbentuk melalui koalisi. Partai-partai kiri dan tengah bersama dengan list bersama Arab yang terdiri atas 59 kursi, sayap kanan 53 kursi, dan partai Israel yang dipimpin Lieberman, masih akan memenangkan delapan kursi dalam pemilu mendatang. Oleh karena itu, Lieberman akan terus memainkan peran yang menentukan dalam pembentukan kabinet mendatang, dan kemungkinan jika Gideon Sa'ar memenangkan kompetisi internal partai Likud melawan Netanyahu, maka besar kemungkinan Lieberman bergandengan dengan Saar untuk membentuk kabinet baru.
Kegagalan untuk membentuk kabinet baru dan keputusan untuk mengadakan pemilu parlemen ketiga akan memiliki konsekuensi lain, termasuk dampak ekonomi. Sumber-sumber Israel mengatakan bahwa penyelenggaraan pemilu Knesset ketiga dalam waktu kurang dari setahun akan menelan biaya dari 3 miliar dolar.
Efek lainnya, kelemahan struktur politik Israel semakin terlihat nyata, sebagaimana dikatakan Juru Bicara Hamas Abdul Latif Qannou, "Partai dan arus politik Israel berada di puncak perpecahan politik, pemikiran dan strategisnya".