Instruksi Trump untuk Meneror Komandan al-Quds IRGC

Rate this item
(0 votes)
Instruksi Trump untuk Meneror Komandan al-Quds IRGC

 

Komadan Pasukan al-Quds Garda Revolusi Islam Iran (IRGC) Letnan Jenderal Qassem Soleimani dan Wakil Komandan Pasukan Relawan Irak Hashd al-Shaabi Abu Mahdi al-Muhandis gugur syahid dalam serangan udara Amerika Serikat di Bandara Internasional Baghdad, Jumat dini hari, 3 Januari 2020.

Menurut pengakuan Kementerian Pertahanan AS (Pentagon), teror terhadap  Soleimani dilakukan atas perintah langsung Presiden Donald Trump. Trump mengklaim bahwa dia memerintahkan pembunuhan terhadap Soleimani untuk menghentikan perang, bukan untuk memulai perang baru.

Teror terhadap Komandan Pasukan al-Quds merupakan contoh nyata dari kejahatan perang pemerintah AS dan puncak dari permusuhannya terhadap Republik Islam Iran.

Selama 40 tahun terakhir, pemerintah AS telah melakukan berbagai kejahatan terhadap Republik Islam Iran, di mana di antara kejahatan-kejahatan itu adalah tekanan ekonomi dan sanksi, operasi militer dan kudeta, perang secara tidak langsung, penciptaan kelompok-kelompok teroris, Iranphobia, perang proksi, dan teror terhadap para ilmuwan dan para pejabat Republik Islam.

Pada tanggal 3 Juli 1988, kapal perang AS menembakan rudal ke arah pesawat sipil Airbus Iran. Serangan ini merenggut nyawa 290 warga tak berdosa Iran. rakyat Iran tidak akan pernah melukakan kejahatan tesebut.

Teror terhadap Soleimani kembali menunjukkan bahwa ada hubungan erat antara pemerintah Amerika dan kelompok-kelompok teroris di kawasan. Sebab, pejabat senior militer Iran ini memiliki peran besar dalam menumpas kelompok-kelompok teroris terutama teroris takfiri Daesh (ISIS).

Soleimani tidak hanya memiliki peran besar dalam menumpas kelompok-kelompok teroris di Irak, namun juga di Suriah, di mana surat kabar The Guardian beberapa hari lalu menyebutkan bahwa Soleimani masuk ke dalam daftar 10 tokoh di balik layar yang paling berpengaruh di dunia. Surat kabar itu menulis, Amerika dan Israel telah berulang kali berusaha untuk melenyapkannya.

Majalah Amerika Foreign Policy tahun lalu juga memasukkan Soleimani dalam daftar 10 pemikir terbaik di bidang pertahanan dan keamanan. Tak diragukan lagi bahwa hal itu dikarenakan peran khusus Komandan Pasukan al-Quds IRGC (Pasdaran) dalam menumpas terorisme, terutama di Irak dan Suriah.

Sejak tahun 2011 –menyusul munculnya berbagai kelompok teroris takfiri seperti Daesh dan Front al-Nusra di kawasan yang mendapat dukungan finansial dari negara-negara Barat dan Arab Saudi– Soleimani mendapat tugas baru untuk menumpas terorisme dan ancaman tersebut di Irak dan Suriah.

Soleimani kemudian membentuk Hashd al-Shaabi di Irak dan Quwat al-Difa' al-Watani di Suriah, dan setelah enam tahun berjuang, kelompok-kelompok teroris di kedua negara ini berhasil ditumpas.

Menteri Luar Negeri Republik Islam Iran Mohammad Javad Zarif  menyebut Soleimani sebagai orang yang paling efektif dalam menumpas Daesh, Front al-Nusra, al-Qaeda dan keompok-kelompok teroris lainnya, sehingga dia menjadi incaran terorisme internasional Amerika.

Soleimani gugur syahid dalam serangan udara militer Amerika pada Jumat dini hari, 3 Januari 2020. Dia pergi ke Irak dalam kerangka mencegah kebangkitan kembali Daesh di negara ini dan membantu Hashd al-Shaabi untuk menumpas kelompok teroris ciptaan Amerika ini sampai ke akar-akarnya. Namun setelah tiba di Baghdad, Soleimani bersama Wakil Hashd al-Shaabi diteror oleh pasukan AS.

Selama dua bulan terakhir, sisa-sisa Daesh memanfaatkan kertidakamanan dan instabilitas di Irak yang terjadi akibat intervensi Amerika, Arab Saudi dan rezim Zionis untuk bangkit kembali. Untuk itu, jika tidak segera ditindak, maka kelompok teroris takfiri tersebut kemungkinan akan bisa bangkit kembali.

Menurut pengakuan Pentagon, Trump yang memerintahkan secara langsung untuk meneror Soleimani dan Abu al-Muhandis. Langkah Trump ini merupakan bantuan besar Amerika kepada Daesh di Irak.

Soleimani memiliki peran penting dalam membentuk dan memperkuat Poros Muqawama di Asia Barat (Timur Tengah), di mana Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran Ayatullah al-Udzma Sayid Ali Khamenei menyebutnya sebagai "Wajah Internasional Perlawanan".

Poros Muqawama hari ini merupakan pemain yang tidak dapat diingkari di kawasan Asia Barat. Oleh karena itu, Amerika, Arab Saudi, dan Israel tentunya tidak bisa mentolerirnya, sebab, poros ini menentang segala bentuk intervensi asing dan kompromi di kawasan.

Sebagai musuh AS sejak lama, Iran diketahui memiliki banyak opsi untuk menyerang balik AS, baik secara militer maupun dengan cara lain. Puluhan ribu tentara AS di kawasan Teluk Persia masuk dalam jangkauan rudal-rudal Iran. Tidak hanya itu, Iran juga punya kemampuan melancarkan serangan siber secara diam-diam atau melancarkan serangan militer proxy terhadap target-target AS di berbagai negara.

Terkait hal itu, Trump dalam pernyataanya, memperingatkan Iran soal pembalasan dendam. Dia menegaskan bahwa militer AS telah "mengidentifikasi secara penuh" target-target Iran untuk menangkal serangan balasan. 

Read 865 times