Kemenangan Revolusi Islam pada 1979 adalah peristiwa politik terpenting abad 20 di kawasan dan dunia. Peristiwa besar ini menopang prestasi besar di arena politik Iran.
Seiring kemenangan Revolusi Islam dan penyusunan konstitusi, bangsa Iran mengambil langkah pertama dalam konteks budaya, sosial dan politik untuk menyiapkan partipasii rakyat dalam pemilihan umum. Imam Khomeini, pendiri Revolusi Islam dalam sebuah pernyataan terkenal mengatakan, "Pemungutan suara adalah rakyat, dan semua hal harus dimulai dengan rakyat dan bangsa di puncak."
Sejak awal, Revolusi Islam memulai sistem demokrasi berdasarkan nilai-nilai agama dan kedaulatan serta hak pilih rakyat. Rakyat Iran, dengan hak mereka untuk memilih,menjaga dan menjunjung nilai-nilai revolusi dan agama serta kebangsaannya melalui pemilihan umum.
Setelah kemenangan Revolusi Islam, Iran menggelar lima putaran pemilihan untuk Dewan Ahli Kepemimpinan yang diadakan untuk memilih wakil mereka di lembaga penting ini. Melalui mekanisme ini rakyat secara tidak langsung telah memilih Pemimpin Besar Revolusi Islam atau Rahbar.
Selama empat dekade ini, Iran telah menggelar lebih dari 10 putaran pemilihan langsung ke parlemen dan 11 putaran pemilu presiden. Selain itu, rakyat Iran juga telah berpartisipasi dalam pemilihan dewan kota dan desa selama lima putaran, dan dua kali telah menyetujui konstitusi.
Kini setelah memasuki langkah kedua revolusi, kelanjutan dan penguatan karakteristik ini sangat penting. Pemilu terus menjadi salah satu elemen penting dalam langkah kedua revolusi, yang menandai kelanjutan dari proses demokrasi di Republik Islam.
Komponen-komponen ini merupakan dasar yang kuat untuk bergerak maju dalam konteks stabilitas dan legitimasi politik. Di satu sisi, pemilu memberikan dasar bagi kekuatan politik, dan di sisi lain, sebagai kriteria untuk mengevaluasi legitimasi sistem politik dalam masyarakat.
Dari perspektif ini, pernyataan "Langkah kedua Revolusi Islam" memiliki tujuan-tujuan penting yang menjanjikan keberhasilan untuk bergerak maju menuju cakrawala peradaban Islam yang luhur. Dengan demikian, memajukan tujuan dari pernyataan langkah kedua secara langsung terkait dengan kehadiran rakyat di panggung pemilu dan kelanjutan dari proses demokrasi.
Pemimpin Tertinggi Revolusi Islam mengeluarkan pernyataan "Langkah Kedua Revolusi" dan menekankan kelanjutan dari jalan ini, dengan menjelaskan pencapaian luar biasa selama empat dekade terakhir dan membuat rekomendasi kunci. Ayatullah Ali Khamenei, telah menggambarkan sistem "demokrasi religius" sebagai metode pemerintahan yang terbaik, paling tepat dan efisien dan telah menekankan bahwa sistem demokrasi agama adalah model dan metode terbaik bagi pejabat negara Islam untuk menjalankan tujuan dan tugasnya.
Selama empat puluh tahun terakhir, partisipasi rakyat dalam isu-isu politik seperti pemilihan umum telah meningkatkan ketajaman visi politik rakyat dan pandangan mereka tentang masalah tersebut. Dalam prosesnya, analisis politik dan pemahaman tentang isu-isu internasional seperti kejahatan Barat, khususnya AS, dan penindasan historis terhadap bangsa Iran dan kejahatan serta gangguan kekuatan arogan dalam urusan negara-negara dunia menjadi lebih jelas.
Mengacu pada pencapaian masa lalu, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran menunjukkan, "Untuk mengambil langkah tegas di masa depan, kita harus mengenali masa lalu dengan benar dan belajar dari pengalaman. Jika strategi ini diabaikan, maka kebohongan akan berada di tempat kebenaran, dan masa depan berada di bawah ancaman yang tidak diketahui. "
Berkaca dari masa lalu, Revolusi Islam telah mengubah rezim boneka dari monarki otoriter menjadi pemerintahan rakyat yang demokratis. Dalam hal ini, indikator seperti menjaga kemerdekaan dan martabat nasional, keamanan bertumpu pada kekuatan dalam negeri, dan penekanan kuat terhadap partisipasi dalam pemilu sebagai pilar penting legitimasi dan stabilitas Republik Islam.
Bagaimanapun, pemilihan umum sebagai bagian utama dari proses realisasi demokrasi, sekaligus sarana bagi pemenuhan partisipasi warga negara dalam pembentukan lembaga-lembaga politik dan perannya dalam menjalankan otoritas politik. Hal ini dinyatakan dalam bagian pernyataan Langkah Kedua Revolusi, "Setelah revolusi menjadi sistem negara, revolusi Islam tidak mengalami stagnasi dan tidak padam. Tidak melihat adanya kontradiksi antara gejolak revolusioner dan tatanan sosial maupun politik, namun tetap mempertahankan teori sistem revolusioner untuk selamanya,".
Pemerintahan Republik Islam Iran menjadikan partisipasi politik rakyat sebagai bagian penting dalam dinamika politik negara ini yang sejalan doktrin politik dan agama yang mereka yakini, sehingga partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan politik sejalan dengan ketaatan mereka terhadap prinsip konstitusi negara ini.
Pengalaman politik empat dasawarsa Republik Islam menunjukkan bahwa, kekuatan internal melalui penguatan infrastruktur legitimasi rakyat telah menjadikan Iran sebagai pusat kekuatan demokratis yang mengusung nilai agama di dalamnya.
Pemilu sejatinya merupakan sarana bagi warga negara untuk berpartisipasi dalam pembentukan lembaga-lembaga politik dan peran aktifnya dala, penentuan para pejabat pelaksana otoritas politik. Ini adalah kesempatan untuk melakukan modernisasi masyarakat yang demokratis. Sejak Revolusi Islam berdiri, telah digelar rata-rata satu pemilu setiap tahun yang jarang terjadi sebelumnya di dunia demokrasi biasa. Sosiolog dan pemikir Prancis Maurice Duverger mengatakan bahwa pemilu adalah buah yang dinikmati bersama dari hak pilih.
Dari perspektif ini, pernyataan "Langkah Kedua Revolusi" memiliki implikasi politik internal dan eksternal yang penting untuk meninjau masa lalu dan langkah menuju masa depan.
Dalam "Pernyataan Langkah Kedua Revolusi", pemimpin Revolusi Islam, menekankan pentingnya masalah-masalah ini, untuk membuat rekomendasi kunci "jihad besar bagi pembangunan Iran Islami yang besar." Bagian dari pernyataan ini mengeksplorasi karakteristik dan komponen politik dari langkah kedua revolusi, termasuk peradaban politik.