Perdana Menteri Turki Recep Tayyip Erdogan mengumumkan sikap baru pemerintahannya menyangkut krisis di Suriah. Dia dalam sebuah pernyataan pada hari Rabu (31/10) di Jerman, mengatakan terserah kepada Dewan Keamanan PBB untuk memutuskan apakah zona larangan terbang harus diberlakukan di Suriah atau mewujudkan zona aman untuk warga sipil di negara itu.
Erdogan seusai bertemu Kanselir Jerman Angela Merkel di Berlin, menandaskan bahwa jika Dewan Keamanan tidak membuat keputusan seperti itu, maka tidak ada negara yang berhak memberlakukan zona larangan terbang di utara Suriah. Ditambahkannya, "Pengalaman memberlakukan zona larangan terbang di Irak membuktikan bahwa itu sangat berat bagi kami."
Menurut para pengamat politik, kebijakan baru Erdogan mengindikasikan adanya pergeseran dalam kebijakan pemerintah Ankara terkait krisis Suriah. Sebab sebelum ini, Ankara dengan harapan menggulingkan pemerintahan Presiden Bashar al-Assad, telah bekerja keras untuk meyakinkan Dewan Keamanan guna menegakkan zona larangan terbang dan menyeru masyarakat internasional untuk menghentikan kekerasan di Suriah, namun upaya-upaya itu gagal karena berbagai alasan.
Di tingkat dunia, memperhatikan veto Rusia dan Cina terhadap setiap intervensi militer di Suriah dan keengganan masyarakat internasional untuk aksi militer di negara itu, maka langkah mundur Turki di Suriah sudah diprediksi sebelumnya.
Di Turki sendiri, opini publik, media massa, dan para politikus partai penguasa juga berbeda pandangan tentang cara menyikapi pergolakan di Suriah, terutama soal penegakan zona larangan terbang.
Sekarang, krisis Suriah sudah menjadi tantangan utama bagi Turki dan setiap hari ikut menambah beban politik dan ekonomi Ankara. Opini publik dan kebanyakan politikus di Ankara percaya bahwa campur tangan Turki dalam urusan internal Suriah secara serius akan merusak citra dan kredibilitas politik negara itu di tingkat regional. Belum lagi, pemerintah Erdogan di awal kepemimpinannya berjanji akan menciptakan dan memelihara hubungan baik dengan negara-negara tetangga.
Beberapa pengamat politik lainnya di Turki meyakini bahwa pandangan para pemimpin negara itu tentang intervensi di Suriah telah berubah, khususnya setelah aksi-aksi terbaru Partai Pekerja Kurdi (PKK) di utara Suriah dan meningkatnya kekuatan para pendukung partai itu.
Beberapa pihak juga percaya bahwa jika Turki bersikeras ingin menegakkan zona larangan terbang di Suriah, maka hubungan negara itu dengan tetangga-tetangganya, terutama Cina dan Rusia akan semakin rumit.
Moskow sebelumnya mengumumkan bahwa teknis penegakan zona larangan terbang di Suriah harus transparan dan terbuka. Menurut Rusia, penentangan terhadap keputusan itu adalah untuk mencegah terulangnya skenario Libya, yang berujung pada intervensi militer asing. (IRIB Indonesia/RM/NA)