Ketidakseleraan Barat dengan Aliansi Oposisi Suriah

Rate this item
(0 votes)

Ketika para tokoh aliansi oposisi Suriah optimis Uni Eropa akan mengakui eksistensi mereka, Perancis dan Inggris justru menyatakan ragu untuk mengakui oposisi Suriah yang akhirnya menimbulkan berbagai pertanyaan.

Senin (12/11) Liga Arab dan negara-negara sekitar Teluk Persia dalam sebuah sidang di Doha, Qatar, mengakui aliansi oposisi Suriah yang diketuai oleh Maadz al-Khatib. Mereka juga meminta lembaga internasional dan Barat untuk mengakui keberadaan aliansi tersebut sehingga dapat meningkatkan tekanan terhadap pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad.

Dengan demikian, setelah lebih dari satu setengah tahun sejak krisis di Suriah, kelompok-kelompok oposisi dengan upaya tanpa henti dan penggelontoran dana besar-besaran dari Arab Saudi dan Qatar, akhirnya mereka siap untuk berkoalisi dalam satu barisan menentang Bashar al-Assad.

Paramenteri negara-negara Arab anti-Suriah mengklaim bahwa mulai sekarang, al-Khatib menjadi delegasi resmi dan perunding utama terkait Suriah. Akan tetapi, keputusan para pejabat Liga Arab, Dewan Kerjasama Teluk Persia, dan para tokoh oposisi itu tidak mendapat restu dari Barat.

Setelah sepekan mengadakan perundingan dan pembahasan secara ketat, Sekjen Dewan Kerjasama Teluk Persia, Abdul Latif al-Ziyani mengatakan, "Kami berharap masyarakat internasional mengakui kelompok oposisi ini dan mengakhiri peperangan dan pertumpahan darah di Suriah."

Al-Khatib kepada Reuters mengungkapkan permintaannya dari Uni Eropa untuk memberikan dukungan finansial dan militer kepada aliansi oposisi dalam perang melawan Damaskus.

Dalam hal ini, Selasa (13/11) digelar sidang yang dihadiri para menteri luar negeri anggota Liga Arab dan Uni Eropa di Kairo, Mesir. Sidang itu bertujuan menyelesaikan kendala yang ada menyangkut pengakuan eksistensi aliansi oposisi Suriah. Namun para pejabat Eropa menunjukkan ketidaktertarikan mereka terhadap pembentukan aliansi tersebut dan tidak memiliki pandangan positif terhadap tuntutan oposisi Suriah.

Menteri Luar Negeri Inggris, William Hague, seraya menyatakan optimis atas kesepakatan Doha, akan tetapi pada saat yang sama dia menilai masih banyak "PR" yang harus diselesaikan sebelum London mengakui eksistensi mereka. Poin yang menjadi fokus Hague adalah kesepakatan kelompok oposisi untuk mengakhiri friksi dan bergabung di satu front. Dia menilai hal itu sebagai sebuah langkah besar akan tetapi London belum berniat mengakuinya.

Sikap dingin Eropa atas kesepakatan Arab dan aliansi Suriah itu juga dapat terbaca jelas dalam reaksi Perancis. Menteri pertahanan negara itu menyatakan terlalu cepat bagi Paris untuk mengakui aliansi oposisi Suriah.

Reaksi dingin Barat dalam hal ini mengakhiri kegembiraan sesaat aliansi Suriah yang sangat optimis akan mendapat dukungan Barat. Pertanyaannya adalah mengapa Barat menunjukkan sikap yang berbeda?

Masalah yang tidak diperhatikan oleh kelompok oposisi adalah perubahan kondisi regional di bawah bayang-bayang instabilitas yang semakin meningkat di kawasan perbatasan. Saat ini, ketidakamanan di perbatasan Suriah-Turki dan Suriah-Israel sudah melampaui batas yang diinginkan Barat.

Dengan kata lain, instabilitas regional sangat membahayakan kepentingan banyak pihak. Kekhawatiran Barat dalam masalah ini sangat beralasan mengingat ketidakamanan yang diciptakan kelompok pemberontak Suriah sudah sampai pada batas mengancam kepentingan mereka di kawasan. Yang sedang berlangsung saat ini di Suriah sudah tidak sesuai dengan selera Barat.(IRIB Indonesia/MZ)

Read 1696 times