Rusia menentang intervensi asing di Suriah dan bersama Cina hingga kini telah tiga kali memveto resolusi anti-Suriah di Dewan Keamanan PBB. Dalam perkembangan terbaru, Moskow mengecam ultimatum yang ditentukan oleh teroris Suriah kepada para dubes asing untuk segera meninggalkan Damaskus.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Rusia, Alexander Lukashevich Senin (12/11) menyatakan, "Ultimatum kelompok bersenjata terhadap para diplomat asing dan pegawai lembaga-lembaga internasional untuk meninggalkan Damaskus itu, tidak dapat ditolerir."
Pasukan Bebas Suriah (FSA) yang selalu mendapat bantuan logistik dan finansial dari negara-negara asing regional dan trans-regional, pada hari yang sama memberi waktu tiga hari kepada para diplomat asing untuk meninggalkan Damaskus.
Lukashevich menegaskan bahwa masa depan Suriah tidak boleh ditentukan oleh kelompok-kelompok teroris yang mengandalkan senjata dan kekerasan. Tidak ada solusi yang lebih tepat dalam hal ini kecuali perundingan damai tanpa campur tangan asing.
Presiden Republik Islam Iran, Mahmoud Ahmadinejad menyatakan bahwa masalah Suriah tidak dapat diselesaikan dengan perang dan bentrokan, melainkan dengan kesepahaman dan pemilu yang bebas.
Ahmadinejad menegaskan bahwa Barat sedang mengupayakan solusi Suriah dengan perang, karena kontinyuitas hegemoninya sangat bergantung pada berlanjutnya permusuhan dan bentrokan di Suriah. Disayangkan sekali sebagian pihak mengiringi langkah tersebut.
Sejumlah negara sekitar Teluk Persia termasuk Arab Saudi, Qatar dan Turki, mengiringi langkah Barat untuk menggulingkan pemerintahan Presiden Suriah Bashar al-Assad dengan perang dan instabilitas.
Arab Saudi, Turki, rezim Zionis Israel, Amerika Serikat, Inggris dan Perancis yang telah menyalurkan berbagai bantuan logistik, finansial dan diplomatik, mendukung serangan militer ke Suriah.
Jenderal Sir David Richards, Kepala Staf Gabungan Militer Inggris, menyatakan kesiapan negaranya untuk terjun ke Suriah. Philip David Hammond Menteri Pertahanan Inggris, tidak menolak kemungkinan serangan militer ke Suriah akan tetapi dia berpendapat bahwa Rusia dan Cina harus dibujuk untuk menyetujui resolusi terkait intervensi militer di Suriah.
Pengumuman kesiapan Inggris untuk melancarkan serangan ke Suriah itu terjadi setelah untuk pertama kalinya sejak tahun 1973, rezim Zionis Israel menembakkan mortir ke wilayah pendudukan Dataran Tinggi Golan dan militer Suriah membalas serangan tersebut.
Juru bicara Sekjen PBB, Martin Nesirky Ahad (11/11) mengatakan, Ban Ki moon menyampaikan kekhawatirannya atas kemungkinan eskalasi friksi dan ketegangan antara Israel dan Suriah.
Nesirky menambahkan, ia meminta kedua belah pihak mengedepankan persahabatan dan komitmen dengan perjanjian tahun 1984 terkait pembukaan jalur gencatan senjata dan wilayah sipil yang berada di jangkauan patroli pasukan PBB.
Di lain pihak, Presiden Suriah, Bashar al-Assad menegaskan, "Dampak dan imbas jika serangan ke Suriah terjadi, sangat lebih besar dari yang dapat ditahan oleh dunia karena masalah yang muncul di Suriah akan berefek domino ke kawasan hingga Atlantik dan Pasifik."(IRIB Indonesia/MZ)