Krisis politik yang melanda Tunisia tak kunjung reda, bahkan mulai mengancam revolusi rakyat yang baru seumur jagung itu. Pasalnya, Hamadi Jebali mengundurkan diri dari jabatannya sebagai perdana menteri Tunisia Senin (18/2) setelah gagal mencapai kesepakatan mengenai pembentukan kabinet baru.
Sebelumnya, Jebali pada Sabtu (16/2) menggelar perundingan politik yang melibatkan kubu oposisi di Istana Carthage, Tunis, menyusul gelombang protes baru-baru ini yang menuntut pembubaran pemerintah. Dalam pembicaraan tersebut, Jebali mendesak semua pihak untuk menahan diri dan tidak mengobarkan situasi yang lebih parah. Ia telah berkonsultasi dengan sejumlah pemimpin partai setelah dirinya setuju untuk mendirikan sebuah pemerintahan teknokrat.
Dua tahun berlalu pasca kemenangan revolusi, rakyat berharap kepada pemerintahan baru untuk mewujudkan perubahan situasi dan kondisi ekonomi, sosial dan politik ke arah yang lebih baik. Tapi krisis politik menjadi batu sandungan terbesar bagi terwujudnya harapan tersebut. Masalah utamanya dipicu oleh aksi teror yang menewaskan pemimpin oposisi dari sayap kiri Chokri Belaid.
Pembunuhan tersebut memicu demonstrasi luas di seluruh Tunisia. Markas partai berkuasa Ennahda menjadi sasaran para demonstran. Kelompok-kelompok oposisi menuding Ennahda berada di balik pembunuhan itu. Namun, pemimpin partai Rashid al-Ghannushi membantahnya.
Pemerintahan baru Tunisia saat ini terdiri dari Partai Ennahda, Kongres untuk Republik dan Koalisi Demokratik untuk Kerja dan Kebebasan. Partai Ennahda meraih 89 kursi dari 217 kursi di Dewan pendiri Tunisia. Selain kursi perdana menteri, pos-pos penting juga dikuasai oleh partai Ennahda. Masalah ini memicu reaksi keras dari partai oposisi.
Ennahda menilai apa yang terjadi di ranah politik saat ini adalah hasil kesepakatan bersama pemilu dewan pendiri yang digelar Oktober 2011. Namun kini setelah setahun setengah berlalu dari kesepakatan tersebut, partai nasionalis dan sayap kiri tidak menerimanya dan mulai melancarkan protes yang menyulut krisis politik. Salah satu dampak negatif dari krisis itu mundurnya Hamadi Jebali dari jabatannya sebagai perdana menteri.
Dewasa ini Tunisia berada di pusaran krisis politik yang mengancam revolusi rakyat. Sebab antek-antek rezim Ben Ali yang terguling senantiasa mencari celah untuk kembali berkuasa di arena politik negara Afrika Utara itu. Selain itu, negara-negara Barat yang tidak menghendaki naiknya kubu Islam terus-menerus berupaya menyulut instabilitas di negara Muslim tersebut. Sejatinya, tantangan terbesar Tunisia saat ini adalah pembentukan kabinet rekonsiliasi nasional yang melibatkan semua pihak dengan mendahulukan kepentingan nasional di atas kepentingan pribadi dan kelompok