Menurut Kantor Berita ABNA, Muhammad Ali salah seorang mahasiswa Universitas Internasional al Mustafa Qom Republik Islam Iran yang berasal dari Myanmar dari pengakuannya pada wartawan ABNA yang mewancarainya mengatakan, “Ayah saya Sunni dan ibu saya Syiah dan saya terlahir sebagai seorang muslim bermazhab Sunni mengikuti ayah saya.”
“Disebabkan memiliki minat dan kegandrungan yang besar pada masalah-masalah agama, saya banyak membaca kitab-kitab agama begitupun kitab-kitab tafsir al Qur’an. Dengan mempelajari dan mengkaji kitab yang beraneka ragam tersebut, sayapun tiba pada kesimpulan bahwa mazhab Tasayyu adalah yang berada pada kebenaran. Dengan demikian, saya memantapkan diri untuk menganut mazhab Syiah sebagai caraku dalam berIslam. Sebagai muslim Syiah, sayapun pindah sekolah ke Madrasah Aliyah Amirul Mukminin as di Myanmar dan menyelesaikan studi di madrasah tersebut selama 3 tahun.” Lanjutnya.
Warga Myanmar yang sekarang menetap di kota Qom Iran tersebut melanjutkan kisahnya. Beliau berkata, “Saya bersyukur, lulus dengan predikat terbaik dalam ujian tes tertulis dan wawancara untuk melanjutkan studi ke Universitas Internasional al Mustafa Qom dengan meraih bea siswa penuh. Dengan alasan studi itulah, saya sekarang berada dan menetap di Iran.”
“Myanmar adalah Negara yang berpenduduk sekitar 60 juta jiwa, dan dari kalangan muslim, mayoritas adalah muslim Sunni. Muslim Syiah Myanmar sangat minoritas, hanya terdiri dari kurang lebih 8 ribu orang. Kaum muslimin di Myanmar sangat kurang dalam memberikan perhatian pada masalah-masalah agama, terlebih dalam pengkajian mazhab.” Tambahnya.
Muhammad Ali, kembali berkata, “Selain itu, tekanan dan permusuhan kelompok ekstrim dari kalangan non muslim yang mayoritas juga semakin menghambat laju dakwah Islam di negeri kami. Sehingga para muballigh dalam mendakwahkan ajaran Islam, sampai saat ini melakukannya dengan sembunyi-sembunyi dan ditempat-tempat yang tertutup.”
Ketika ditanya pendapatnya mengenai rakyat Iran. Muhammad Ali menjawab, “Rakyat Iran adalah rakyat yang secara sepenuhnya sadar dengan keyakinan dan agama mereka. Saya benar-benar kagum, betapa rakyat Iran sangat dekat dan akrab dengan Al-Qur’an. Tiap tahun penyelenggaran pameran Al-Qur’an selalu semarak dan diminati. Saya tidak pernah melihat penyelenggaraan pameran Al-Qur’an semarak sebagaimana di Iran. Hanya saja, kita memang tidak bisa memungkiri dan menutup mata, tetap saja ada warga Iran yang tidak mengamalkan ajaran agamanya dengan baik.”
Diakhir wawancara, mahasiswa Myanmar tersebut menyebutkan harapannya. Ia berkata, “Besar harapan saya adalah bertemu langsung dengan Ayatullah Sayyid Ali Khamanei, Pemimpin Besar Revolusi Islam Iran. Beliau adalah seorang tokoh besar dunia yang disegani dan sayapun turut mengagumi dan mencintainya. Dan saya sangat bersyukur sekali kepada Allah SWT kalau harapan saya ini terwujud.”
“Saya tidak tahu batasan kecintaan saya kepada Imam Khamanei. Yang saya tahu, kecintaan ini sangatlah besar pada pribadi dan sosok beliau yang mulia. Yang sekiranya beliau memintaku untuk mati, aku siap untuk itu.” Ungkapnya.
“Saya juga berharap bisa sekolah setinggi-tingginya di Iran ini. Harapan terdekat saya adalah mampu melanjutkan studi sampai program master, sehingga memiliki penguasaan ilmu agama yang bisa lebih bermanfaat. Sehingga suatu hari, ketika kembali ke tanah air, saya mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam pada kaum muslimin di Myanmar tentang syariat Islam yang mulia ini. Besar keinginan saya melihat, rakyat Myanmar sebagaimana rakyat Iran, dari anak kecil sampai orang dewasa memiliki kecintaan dan perhatian yang besar pada Al-Qur’an dan agama ini.” Ucapnya menutup pembicaraan.