Meski saya tidak sekolah dan tidak memiliki pengetahuan, namun saya menghafal al-Quran dengan sendiri di rumah dan dengan mengikuti suara tartil sejumlah ustad dan akhirnya saya berhasil menghafal seluruh al-Quran; al-Quran adalah mukjizat, barang siapa yang menggelutinya, maka Allah akan sangat memudahkan tujuannya dan mempermudahkannya.
Menurut Kantor Berita ABNA, Aftab Khan Muhammad Zaman, qori dan hafiz tunanetra Pakistan yang berpartisipasi dalam jurusan qiraat muabaqoh internasional al-Quran Iran ke-34 saat wawancara dengan IQNA mengungkapkan, sebelum mengenal al-Quran, dikarenakan tunanetara, saya melewati kehidupan dalam kesuraman, namun harmonisasi dengan al-Quran memberikan sebuah cahaya pada penglihatan saya, saya tidak memandang kehidupan menjadi tidak enak, namun saya dengan tenang dan ridha, menganggap tunanetra saya sebagai sebuah nikmat.
Ia dengan mengisyaratkan Surah An-Nisa ayat 174 menegaskan, al-Quran adalah cahaya dan masyarakat tanpanya tidak akan pernah meraih cahaya dan hakikat.
Qori tunanetra asal Pakistan ini menambahkan, selain qiraat tujuh dan sepuluh yang saya pelajari di Pakistan dari sejumlah pengajar terkemuka qiraat, saya menghafal al-Quran dengan sendirian di rumah dan dengan mengikuti suara tartil sejumlah pengajar jurusan ini dan akhirnya saya pun berhasil menghafal seluruh al-Quran.
Ia mengisyaratkan Surah Al-Qamar ayat 17, "Dan sesungguhnya telah Kami mudahkan Al-Quran untuk pelajaran, maka adakah orang yang mengambil pelajaran?” dan menegaskan, meski saya tidak sekolah dan tidak memiliki pengetahuan, namun hafalan al-Quran bagi saya amatlah mudah, karena al-Quran adalah mukjizat, barang siapa yang menggelutinya, maka Allah akan sangat memudahkan tujuannya dan mempermudahkannya.
Aftab Khan menyebut hafalan dan qiraat al-Quran sebagai motivasi penting untuk bermanfaat kehidupannya dan menegaskan, jika tidak ada al-Quran tidak dipungkiri kehidupan bagi saya, yang tunanetra akan semakin lebih sukar, namun selain al-Quran kehidupan penuh dengan kebahagiaan dan kelezatan; karena keyakinan akan berlalunya kehidupan dunia ini akan dapat mengemban segala problem.
Sanjungan atas Upaya Iran dalam Merealisasikan Persatuan Islam
Demikian juga, Dr Karamullah, pengajar al-Quran asal Pakistan yang menyertai qori tunanetra ini, terkait musabaqoh Iran ini mengatakan, ada dampak positif, dimana musabaqoh ini mengumpulkan dan menyatukan negara-negara Islam dan Ahlusunnah dan Syiah adalah hal yang tak dapat dipungkiri dan kami mengerti di Iran tidak ada perbedaan antara Syiah dan Ahlusunnah.
Menurutnya, penyelenggaraan kompetisi al-Quran khusus para tunanetra adalah hal yang amat efektif dan bermanfaat. Ia menambahkan, Iran adalah tempat kelahiran al-Quran dan penyelenggaraan musabaqoh dengan mengundang para delegasi pelbagai negara dunia menjadikan pengetahuan satu sama lain para kompetitor akan sejumlah suku dan pelbagai budaya dan mengokohkan hubungan persahabatan antar mereka.
Dr Karamullah mengungkapkan, meski saya adalah Ahlusunnah, namun saya sangat memuji upaya masyarakat Iran dalam menyatukan kaum muslim dan musabaqoh al-Quran dengan moto "Satu Kitab, Satu Umat” mengkisahkan sejumlah upaya ini dalam rangka merealisasikan persatuan Islam dan dukungan terhadap seluruh kaum muslim.
Dr Karamullah mengisyaratkan dipaksanya edukasi al-Quran di sekolah-sekolah khusus dan negeri Pakistan. Ia mengatakan, pelajaran seperti pendidikan bahasa Urdu, Inggris, Matematika, dan pelajaran-pelajaran lain di sekolah Pakistan adalah wajib, namun tidaklah terlalu peduli dengan pendidikan al-Quran dan hadis, dimana dengan undang-undang baru pemaksaan pendidikan al-Quran di sekolah, anak-anak kecil dapat mengenal makna-makna al-Quran dan menimba ajaran-ajaran suci al-Quran.
Bersamaan dengan penyelenggaraan msuabaqoh internasional al-Quran ke-34, musabaqoh internasional al-Quran tunanetra dunia Islam untuk yang kedua kalinya diselenggarakan di musholla Imam Khomeini (ra) dan sampai tanggal 26 April mendatang menjamu para pecinta al-Quran.