Syiah Hakiki
Ada seorang yang menemui Imam Husein as dan berkata, "Saya termasuk Syiah Anda."
Imam Husein as menjawab, "Takutlah kepada Allah dan jangan mengklaim hal yang demikian! Karena Allah Swt akan berkata kepadamu, ‘Engkau bohong' dan itu berarti engkau telah berbuat dosa atas pengakuanmu. Sesungguhnya Syiah kami adalah orang yang hatinya suci dari segala bentuk dosa, kotoran dan pengkhianatan. Oleh karenanya engkau semestinya mengatakan bahwa engkau termasuk pencinta kami." (Sayid Hasyim Bahraini, Tafsir al-Burhan, Qom, Moasseh Mathbu'at Esmailiyan, 1403 HQ, jilid 4, hal 22)
Imam Husein as dalam perkataannya menyebutkan ciri khas orang Syiah agar siapa saja dapat membedakan mana Syiah yang hakiki dan mana yang bukan. Beliau menyebut parameter paling penting Syiah adalah kesucian hati dan bersih dari segala kotoran dan pengkhianatan. Karena bila manusia memiliki hati yang bersih dan jauh dari segala kekotoran, maka kesucian ini akan mempengaruhi lahiriahnya dan akhirnya membentukyna menjadi manusia yang baik. Sementara orang yang tidak memiliki kesucian hati ini, sekalipun ia mengaku sebagai pecinta Ahlul Bait as, ia tidak tergolong Syiah hakiki.
Cinta Ahlul Bait
Imam Husein as berkata:
"Barangsiapa yang mencintai kami berarti ia termasuk dari kami, Ahlul Bait." (Nuzhah an-Nazhir wa Tanbih al-Khathir, hal 40)
"Cintailah kami Ahlul Bait. Karena siapa saja yang akan menghadap Allah dan dalam keadaan mencintai kami, maka ia termasuk orang yang mendapat syafaat kami." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 591)
Mencintai tidak sekadar ingin. Terkadang manusia mencintai orang lain karena ada kepentingannya. Tapi ada manusia yang mencintai orang lain dikarenakan dirinya memang benar-benar mencintai, maka dalam kondisi ini ia siap mengorbankan dirinya. Ini model cinta kepada Ahlul Bait yang berujung pada wilayah dan ketaatan. Pada tahapan ini, ketaatan yang dilakukannya membuatnya bersambung dengan Ahlul Bait. Al-Quran menukil dari ucapan Nabi Ibrahim as dan mengisyaratkan hakikat ini, "Barangsiapa yang mengikutiku berarti ia berasal dariku." (QS. Ibrahim: 36)
Cinta dengan makna seperti ini memiliki pengaruh yang luas dan syafaat merupakan salah satunya. Dengan demikian, untuk meraih syafaat Ahlul Bait as di Hari Kiamat, maka hal pertama yang harus dilakukan adalah mempersiapkan segala yang diperlukan untuk lebih mengetahui dan mencintai mereka dengan sebenar-benarnya.
Memperhatikan ajaran Ahlul Bait
Imam Husein as berkata:
"Barangsiapa mendatangi kami, ia tidak akan kehilangan empat sifat; memiliki argumentasi kuat, menghakimi dengan adil, pertemanan yang menguntungkan dan duduk bersama para ilmuwan." (Kasyful Ghummah fi Ma'rifah al-Aimmah, Tehran, Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1401 HQ, cet 3, jilid 2, hal 32)
Ahlul Bait merupakan teman terbaik manusia. Karena mereka adalah manusia pilihan Allah. Memperhatikan perilaku mereka dan mengikuti ucapan dan perbuatan mereka akan membuat sifat-sifat utama semakin banyak dalam kehidupan dan akhlak individu dan sosial.
Persahabatan dan permusuhan dengan Ahlul Bait
Imam Husein as berkata:
"Barangsiapa yang bersahabat dengan kami berarti telah bersahabat dengan Rasulullah dan barangsiapa yang bermusuhan dengan kami berarti telah bermusuhan dengan Nabi Muhammad Saw." (Ihqaq al-Haq, jilid 11, hal 592)
Di masa hidupnya, Nabi Muhammad Saw berkali-kali menghimbau umat Islam untuk bersahabat dengan Ahlul Bait dan mengikuti mereka. Allah Swt dalam al-Quran menyebutkan cinta kepada Ahlul Baiat sebagai pahala dari risalahnya. (QS. as-Syura: 23) Semua penekanan ini dimaksudkan agar umat Islam senantiasa berada dalam lindungan cahaya hidayah keluarganya dan bergerak menuju kesempurnaan. Dengan demikian, mencintai Ahlul Bait as berarti mencintai Nabi Saw dan memusuhi mereka adalah memusuhi Nabi Saw.
Cinta murni kepada Ahlul Bait
Suatu hari ada sekelompok warga Madinah menemui Imam Husein as. Mereka mengatakan, "Sebagian teman kami pergi menemui Muawiyah, tapi kami mendatangimu dikarenakan agama kami."
Imam Husein as berdiam sejenak lalu berkata, "Barangsiapa yang mencintai kami Ahlul Bait dan cintanya kepada kami tidak berdasarkan kekeluargaan atau karena kami telah berbuat baik kepdanya, tapi dikarenakan Allah dan Nabi-Nya, maka di Hari Kiamat ia akan dibangkitkan di padang Mahsyar bersama kami seperti dua jari ini yang berada bersisian." Setelah itu Imam Husein as menjejerkan dua ibu jarinya. (A'lam ad-Din, hal 46).
Sumber: Pandha-ye Emam Hossein.