Bismillahirrahmanirrahim Wa Iyyahu Nasta'in
Pujian azali hanya layak disampaikan kepada Allah. Penghormatan tak terhingga sudah sepantasnya disampaikan kepada para nabi ilahi, khususnya pamungkas kenabian Saw. Salam abadi patut disampaikan kepada keluarga Thaha dan Yasin. Kami bertawalli kepada zat-zat suci ini dan berlepas tangan dari para musuh yang sangat membenci mereka.
Penjelasan ini merupakan pendahuluan buku Mafatihul Hayah yang merupakan hasil dari kerja keras Departemen Fiqih Pejhouhesh Ulum Wahyani Meraj. Semoga usaha keras anggota tim ini mendapat balasan dari Allah Swt dan karya bermanfaat ini akan tercatat dalam buku amal mereka.
Anasir penting kandungan buku ini telah disusun dalam beberapa poin, dimana sebagiannya akan dijelaskan dalam pendahuluan ini:
1. Peradaban masyarakat manusia muncul dari keberagamaannya dan setiap bentuk kesopanannya akan berkembang dalam koridor tahapan keempat dari perjalanan empat tahap bagi para pesalik ilahi.[1] Tahapan keempat dari hijrah dari Asfar Arba'ah (Empat Perjalanan), perjalanan dari makhluk kepada makhluk bersama al-Haq. Musafir yang melakukan perjalanannya ini senantiasa bersama al-Haq dan dari sudut pandang al-Haq, ia melihat benda mati, tumbuhan, hewan, manusia dan malaikat. Setiap kelompok makhluk ini memiliki hukum tersendiri. Masyarakat yang menjadikan kebenaran sebagai pandangan hidupnya membahas setiap makhluk hidup dengan semangat yang menguasainya, yakni hakikat yang menjadi manifestasi Haq Mutlak. Begitu juga ketika menyusun undang-undang, melaksanakannya dan penerapan kinerja pelaksananya di hadapan undang-undang. Artinya, penentuan dan penilaian terhadap bentuk segala sesuatu harus sesuai dengan intinya, yakni hakikat Hak Mutlak.
Contoh sempurna dari kebersamaan dengan kebenaran dapat ditemukan pada sirah Alawi dan sunnah Imam Ali as yang senantiasa mencari kebenaran. Beliau menjadi tanda yang diterima semua "Aliyun Ma'a al-Haq Wa al-Haq Ma'a Aliyyin Yaduru Haitsuma Dar... Ali bersama al-Haq dan al-Haq bersama Ali, ia mengikutinya dimana saja berputar,"[2] dan dalam atmosfir yang terbuka dan bebas, masyarakat seperti ini akan menjadi pembimbing semua pengikut kebenaran. (IRIB Indonesia / Saleh Lapadi)
Sumber: Mafatih al-Hayah, Ayatullah Javadi Amoli, 1391 HS, Qom, Markaz Nashr-e Esra, cet 7.
[1] . Pesalik dalam perjalanannya menuju Allah harus melewati sejumlah tahapan. Tahapan pertama dari perjalanan itu adalah mengenai dan mempercayai Allah, dimana tahapan ini disebut "Safar Min al-Khalq Ila al-Haq" (Perjalanan dari makhluk kepada Khaliq). Tahapan kedua adalah perjalanan dalam Asmaul Husna dan sifat ulya Allah Swt dan keesaan seluruh nama dan sifat ini dengan Zat Allah. Tahapan kedua ini disebut "Safar Min al-Haq Ila al-Haq Bi al-Haq" (Perjalanan dari al-Haq kepada al-Haq bersama al-Haq). Tahapan ketiga adalah "Safar Min al-Haq Ila al-Khalq" (Perjalanan dari al-Haq kepada makhluk). Bila dalam tahapan kedua seorang pesalik melakukan mikraj dari taklif (kewajiban) menjadi tasyrif (kemuliaan) dan sampai pada puncak kesempurnaan lalu mencapai jalan menuju tahapan ketiga. Pada tahapan ini percikan harapan, ampunan dan kedermawanan menjadi raihan terbaik yang didapatkan dari Allah dan menjadi modal untuk berinteraksi lebih baik dengan makhluk di bumi dan di langit. Tahapan keempat adalah "Safar Min al-Khalq Ila al-Khalq Bi al-Haq" (Perjalanan dari makhluk kepada makhluk bersama al-Haq) dan teks di atas mengacu kepada tahapan keempat ini.
[2] . al-Fushul al-Mukhtarah, hal 97 dan I'lam al-Wara, hal 159.