SILATURAHMI

Rate this item
(0 votes)
SILATURAHMI


Hak-hak sosial lain yang Islam wariskan dengan penekanan kepada kaum Muslim ialah menciptakan hubungan dan bergaul secara baik dengan sanak saudara dan famili, yang secara istilah disebut dengan silaturahmi.

Seorang mukmin mempunyai tugas dalam kesehariannya terhadap keluarganya. Ia harus menemui, bersikap ramah, dan menyayangi mereka. Ia harus mengetahui kesulitan dan problem yang dihadapi dan berusaha sekuat mungkin membantu mereka dalam menyelesaikannya. Ia bersama mereka dalam suka maupun duka, sehati dengan mereka. Kesusahan dan cobaan yang menimpa mereka adalah kesusahan dirinya.

Sikap seperti ini akan menimbulkan dampak bahwa, dalam kesulitan, mereka tidak merasa sendirian dan membuat hati mereka terhibur.
Seorang Muslim juga harus berperan dalam kebahagiaan mereka. Sikap ini merupakan faktor menebarnya cinta dan kasih sayang di tengah mereka. Ia mempunyai tugas menasihati mereka apabila sebagian dari mereka pernah berbuat khilaf dan salah, mencegah mereka dari perbuatan dosa, kesalahan dan penyelewengan.

Ketahuilah bahwa segala kesulitan, rintangan, cobaan hidup dan lain sebagainya yang kita hadapi di dunia ini, tidak terasa berat jika pada saat itu keluarga atau kerabat berusaha menolong dan ikut mengatasi problem kita. Dalam kondisi seperti ini, secara alami, yang pertama diharapkan olehnya adalah orang-orang yang dekat dengannya. Karena itu, dapat disimpulkan bahwa yang paling awal dan paling banyak manfaatnya adalah kembali bersilaturahmi kepada orang terdekat.
Mengenai hal ini, Imam Ali as. dalam Nahj Al-Balâghah bersabda, “Wahai manusia! Sesungguhnya tak seorangpun, meski ia kaya, dapat berbuat tanpa bantuan tangan dan lidah kerabatnya. Hanya merekalah dukungan baginya dari belakang yang dapat menjauhkan kesukaran darinya, dan merekalah yang paling baik kepadanya apabila kesengsaraan menimpanya.” (Nahj Al-Balâghah, khutbah no. 23)

Kemudian Imam melanjutkan, “Lihatlah, apabila seseorang di antara kamu sekalian mendapatkan kerabatnya dalam keperluan atau kelaparan, maka kalian tak boleh menolak untuk menolongnya dengan apa yang tidak akan menambah apabila pertolongan ini tidak diberikan, dan tidak akan berkurang dengan menafkahkannya. Barangsiapa yang menahan tangannya dari perbuatan menolong kerabatnya sendiri, maka ia hanya menahan satu tangan, tetapi pada saat ia memerlukan, banyak tangan tertahan untuk menolong dia. Orang yang berperangai manis dapat mempertahankan cinta kaumnya untuk selamanya.”

Kita mengetahui bahwa setiap keluarga dan kerabat mempunyai karakter yang bermacam-macam. Sebagian memiliki kemampuan berpikir, berbadan besar, dan sebagian yang lain lemah, ada yang kaya dan sebagian miskin. Sebagian memiliki strategi sosial dan yang lain tidak. Di antara mereka, sebagian mempunyai kecerdasan sedangkan yang lain tidak dan seterusnya. Berdasarkan hal ini, maka sesuatu yang dapat mengantarkan mereka kepada kemajuan dan perkembangan, serta dapat memanfaatkan sebaik-baiknya dukungan mereka terhadap kesiapan secara materi dan moral adalah mengadakan kerjasama dan tanggungjawab di antara mereka. Misalnya, yang kaya membantu yang miskin, yang kuat menolong yang lemah dan mereka bersama-sama dalam satu barisan melawan para musuh, berbagai kesulitan dan rintangan. Selain itu, yang satu mengentaskan kemiskinan, yang lain membantu yang lemah, melawan musuh dan seterusnya, sehingga tak ada satu masalah pun dari keluarga itu yang tersisa dan dengan cepat semua masalah akan terangkat.

Berdasarkan hal ini, maka seharusnya keberadaan mereka dijaga oleh masyarakat dan keluarga Muslim karena kian hari mereka semakian besar dan kukuh. Islam berpesan kepada kaum Muslim agar jangan sampai mereka memutuskan hubungan satu sama lain, sebagaimana ucapan Imam Ali as. bahwa beliau memperingatkan orang-orang mukmin akan ketidakpedulian mereka terhadap masalah-masalah mereka satu sama lain.

Dalam hadis-hadis, Islam menekankan sekali adanya silaturahmi. Sebagian riwayat mengatakan bahwa silaturahmi merupakan bagian dari agama, hadis lain menyatakan bahwa silaturahmi akan memanjangkan umur atau merupakan jalan menuju surga dan rahmat Allah. Berikut ini beberapa hadis Nabi dan para imam suci tentang silaturahmi.
Imam Baqir as. meriwayatkan sebuah hadis dari Nabi saw. yang bersabda, “Aku wasiatkan kepada yang hadir, yang tidak hadir dan orang-orang yang mempunyai kerabat dengan ayahnya dan muhrim dengan ibunya, agar mereka menyambung tali persaudaraan (silaturahmi), walaupun jarak hubungan (kekerabatan) mereka sejauh satu tahun. Sesungguhnya silaturahmi itu bagian dari Islam.” (Bihâr, juz 74, Bab Silaturahim)

Imam Ali Zain al-Abidin as. berkata, “Sesiapa yang senang dipanjangkan umurnya dan dilapangkan rezekinya oleh Allah, maka sambunglah tali persaudaraan. Sesungguhnya rahim (hubungan keluarga) di hari kiamat memiliki lisan fasih yang berkata, ‘Wahai Tuhanku sambungkanlah orang yang telah menyambung (tali persaudaraan)-ku dan putuskanlah orang yang telah memutuskan (tali persaudaraan)-ku.” (Al-Bihâr)

Di riwayat lain, Imam Ridha as. menukil dari ayahnya ke atas sampai ke Rasulullah saw. bahwa beliau bersabda, “Sesiapa yang mengikat janji dengan satu jaminan denganku, maka aku jamin ia dengan empat perkara, yakni jika ia menyambung tali persaudaraan, niscaya Allah swt. mencintainya, meluaskan rezekinya dan memanjangkan umurnya serta memasukkannya ke dalam surga yang dijanjikan-Nya.”

Imam Baqir as. juga pernah berkata, “Silaturahmi membersihkan amal, menambah kekayaan, menolak bala dan menunda kematian.” (Al-Bihâr)
Kini kita telah mengetahui bahwa silaturahmi, bahu membahu antarkeluarga dalam mengatasi problem dan kesulitan, bersama dalam suka dan duka adalah tugas kaum muslim dan hak-hak kekeluargaan. Para pemimpin agama sangat menekankan hal ini. Kita juga harus memperhatikan bahwa mungkin saja manusia tidak mempunyai waktu untuk bersilaturahmi karena situasi yang sedang dihadapi, sehingga dengan alasan itu ia meninggalkan tugasnya terhadap kerabatnya sendiri. Sebagai contoh, karena jarak yang sangat jauh dari keberadaan keluarga atau karena banyak pekerjaan, kemudian ia sampaikan alasan itu kepada keluarganya atau menerangkan kepada mereka berbagai alasan sehingga ia terlepas dari tugas Islamnya ini. Lalu, apa yang ia miliki?
Rasulullah saw. bersabda, “Tempuhlah jarak satu tahun dan sambunglah tali kekeluargaan.” Maksudnya, apabila mengunjungi keluarga dengan perjalanan satu tahun, maka haruslah ia tempuh dalam rangka silaturahmi.

Di riwayat lain, Imam Shadiq as. menukil bahwasanya seseorang datang kepada Nabi saw. dan berkata, “Ya Rasulullah! Aku mempunyai keluarga yang mempunyai hubungan darah dan keturunan denganku, tetapi mereka menyakitiku. Lalu, apa yang harus aku lakukan?” Nabi saw. bersabda, “Berilah orang yang menyusahkanmu, sambunglah orang yang memutuskanmu, maafkanlah orang yang menyakitimu. Jika kamu lakukan hal ini, niscaya Allah akan di belakangmu dalam menghadapi mereka.” (Ihyâ’ Al-‘Ulûm Bab Al- Shuhbah wa Al-Mu’asyarah)
Mengenai hal ini, Imam Ali as. berkata, “Sambunglah tali persaudaraan meski mereka telah memutuskannya.” (Al-Bihâr, juz 4, Bab Silaturahim)
Imam Shadiq as. berkata, “Sesungguhnya silaturahim dan berbuat kebaikan itu akan memudahkanmu di hari perhitungan dan menjagamu dari dosa. Karena itu, sambunglah tali kekeluargaan dan berbuat baiklah dengan saudara-saudaramu walaupun hanya dengan mengucapkan dan menjawab kata ‘salam’.”
Rasulullah saw. bersabda, “Sambunglah tali persaudaraan walaupun dengan ucapan salam.”
Beliau juga bersabda, “Sambunglah tali kekeluargaan walau dengan segelas air. Silaturahim yang paling utama adalah mencegah gangguan dari mereka.”

Memutuskan hubungan dengan kerabat
Sekarang, kita telah mengerti bahwa menjalin hubungan dengan keluarga, kerabat dan famili, menjaga hubungan baik dengan mereka, menolong, dan membantu dalam menyelesaikan masalah dan kesulitan, bersama dalam suka dan duka, adalah tugas dan kewajiban agama bagi seorang mukmin. Kita juga telah mengetahui bahwa kepada kaum muslim hal ini sangat ditekankan dan diperhatikan oleh para pemimpin dan pembesar agama. Mereka telah menjelaskan dan memberi pandangan tentang janji dan ganjaran Allah terhadap amal perbuatan ini. Jadi di sini, penting sekali diperhatikan dampak putusnya tali persaudaraan dengan keluarga dan kerabat.
Allah swt. berfirman, “Maka apakah kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan hubungan kekeluargaan?”(QS Muhammad:22)

Dalam ayat lain, orang-orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan tergolong orang-orang yang merusak di muka bumi dan mereka adalah orang-orang yang rugi. Allah swt. berfirman, “Orang-orang yang melanggar perjanjian Allah sesudah perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. Mereka itulah orang-orang yang rugi.” (QS Al-Baqarah:27)
Berkaitan dengan ini, Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya rahmat Allah tidak akan turun kepada suatu kaum yang memutuskan hubungan dengan keluarga mereka.” (Kanz Al-‘Ummal, khabar 6978)
Dalam hadis lain, Imam Baqir as. berkata, “Kami dapati dari kitab Rasulullah saw. (antara lain) jika mereka memutuskan tali kekeluargaan maka hartanya akan jatuh ke tangan-tangan jahat.” (Al-Bihâr, 73, Bab ‘Ilal al-Mashâ’ib wa al-Mihan)

Dalam penjelasannya, Imam Baqir as. menukil dari hadis Imam Ali as. bahwa memutuskan tali kekeluargaan dapat menjatuhkan harta ke tangan-tangan yang jahat. Hal ini karena, antara lain, ketika suatu kaum tidak mempunyai rasa tanggungjawab dengan yang lain, tidak saling menjaga, maka secara alami para pencuri dan orang-orang jahat dengan mudah merampas dan menggunakan harta mereka.
Riwayat lain dari Imam Ali as., Imam Baqir as. berkata, “Ada tiga perkara yang bagi pelakunya tidak akan mati selamanya sampai ia menyaksikan akibatnya: pertama, kezaliman; kedua, memutuskan hubungan kekeluargaan dan; ketiga, janji palsu dengan maksud menentang Allah.” (Al-Bihâr, juz 74).

Read 3915 times