Merajut Dakwah Dalam Bingkali Ukhuwah

Rate this item
(0 votes)

Allah SWT Berfirman :

“Serulah ke jalan Tuhanmu dengan hikmah (penalaran filosofis), dan Nasehat yang baik (himbauan moralis), dan berdiskusilah dengan mereka dengan cara yang sebaik-baiknya (harmonis). (Q.S. An-Nahl: 125)

Berdasarkan ayat ini para mufassir menjelaskan tiga cara atau jenjang dalam mengajak menusia agar mendapatkan hidayah. Setiap cara harus dipahami oleh juru dakwah sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

Murtadha Muthahhari, menjelaskan ayat ini dengan menyatakan bahwa ketika disebutkan kata Rabb (Tuhan yang maha pemelihara), maka disitu terasa adanya perhatian yang menunjukkan kearah tarbiyah, yaitu pemeliharaan dan pendidikan. Yakni serulah manusia kejalan Rabb-mu yaitu Tuhan-mu yang memberikan pendidikan bagi manusia. Dengan cara bagaimana?

Pertama, dengan hikmah, yaitu suatu ucapan yang cermat dan tegas, tidak tersentuh oleh cacat dan tidak menimbulkan keraguan sedikitpun. Ini berarti sebuah penalaran filosofis – ingat filsafat diterjemahkan dengan hikmah dan filosof disebut juga dengan hukama— dalam menjelaskan ajaran-ajaran Islam, dengan mengajukan bukti-bukti yang tak terbantahkan (argumentasi) melalui penjabaran ilmiah, sehingga menanamkan keyakinan kuat yang terpatri dalam hati.

Kita tunjukkan bahwa agama Islam itu benar, karena secara rasional argumentasi Islam harus diterima. Seorang pendakwah harus mampu berbicara dengan hikmah, dengan penalaran filosofis, dengan argumentasi rasional. Pendeknya aktivis dakwah harus mampu menjelaskan wahyu al-Quran dan sunnah nabi dengan menggunakan akal sehat. “kami para nabi, diperintahkan agar berbicara kepada manusia sesuai tingkatan akal mereka” begitu sabda Rasulullah Saw.

Kedua, adalah nasehat yang baik (mauizhah hasanah), yang bagi Muthahhari, menyeru ke jalan Tuhan dengan memberikan nasehat yang tepat dan cermat serta dengan ucapan-ucapan yang mudah diterima dan dicerna. Ini berarti sebuah himbauan moral yang mengajak untuk memperbaiki diri, dan menjauhi perbuatan terlarang, Bila penalaran filosofis (hikmah) mengaplikasikan dimensi ilmiah (teoritis) maka himbauan moral lebih terfokus pada dimensi amaliah (praktis).

Dengan mauidhah al-hasanah (nasehat yang baik) seorang juru dakwah menjadi perayu-perayu ulung yang mengetarkan hati setiap insan. Bawalah orang yang didakwahi dalam suasana nyaman yang seolah-olah mereka berada di dalamnya dengan penuh perasaan dan gejolak emosi yang tersentuh dalam. Dengan himbauan-himbauan moral kita sentuh keinginan-keinginan dan kerinduan mereka, kita redakan kegelisahan dan kecemasan mereka.

Cara Ketiga, adalah “berdiskusi dengan cara yang baik” atau penuh keharmonisan. Islam ialah agama yang siap untuk dikritik, diprotes, atau dibantah. Kalau ada lawan-lawan Islam yang mencoba meruntuhkan ajaran Islam dengan menyerang ajaran-ajarannya, maka seorang pendakwah menjadi juru bicara untuk menjawab kritik dan keberatan-keberatan yang di ajukan oleh musuh-musuh Islam. Kita diperintahkan untuk berdiskusi dan menerima tantangan untuk berdebat, bukan menghindarinya. Tetapi ingat, seperti dijelaskan ayat ini, haruslah digunakan etika diskusi yang baik dan harmonis. Seperti dipesankan Muthahhari, DALAM BERDEBAT JANGAN SEKALI-KALI MENYIMPANG DARI JALAN KEBENARAN, TETAPI HENDAKLAH SENANTIASA BERSIKAP ADIL, TIDAK MENUTUP MATA TERHADAP KEBENARAN DAN TIDAK SEKALI-KALI MENGUCAPKAN KEBOHONGAN.

Dengan perdebatan dan diskusi kita berusaha menyampaikan kebenaran disertai niat agar memperoleh hidayah Allah Swt. Dalam perdebatan kita mesti pula membekali diri dengan dua hal sebelumnya, yakni penalaran filosofis dan himbauan moralis. Berdebat bukan untuk menang tetapi untuk membuktikan kebenaran. Karenanya seorang juru dakwah mesti mempunyai keahlian dan kualitas diri untuk mampu berpikir rasional dan argumentatif sekaligus berbicara dengan bahasa yang kokoh, mudah dipahami, terutama mudah menarik hati.

Jadi seorang juru dakwah, seperti dikatakan Sayid Hussain Fadhullah, dituntut untuk memperbanyak perbendaharaan ilmiah serta tidak menyakitkan perasaan dan hati penerima dakwah. Hal ini karena tugas juru dakwah dalam berdiskusi adalah memasukkan mereka para pembangkang kebarisan sasaran dakwah, mendekatkan mereka untuk mengikuti aqidah yang benar, meluruskan pemikiran-pemikiran dan keimanan mereka. Bukan membikin putus asa, mengalahkan atau membunuh mereka. Tugas juru dakwah bukan meraih kemenangan atas musuh untuk memuaskan ambisi kesombongan diri. Tugas juru dakwah adalah untuk menyadarkan orang lain untuk mengikuti kemanusiaannya, dan mengingatkannya akan akidah yang mengikatnya. Lalu membentuknya untuk mengikuti jalan yang benar, sehingga pada gilirannya akan menjadi sahabat dalam mensukseskan dakwah menuju Allah Swt.

Dengan demikian, layaknya seorang orator ulung, juru dakwah harus membuktikan kredibilitas dirinya, kekuatan argumentasinya, dan penjelasan yang mampu menghujam akal dan sanubari orang yang didakwahinya. Sebagai seorang pendakwah kita harus mampu mengaplikasikan ketiga cara tersebut dengan memperhatikan kondisi dan situasi sekitarnya.

Tambahan dari itu semua, perlu disadari, dalam menyampaikan pesan dakwah, baik dengan cara hikmah, nasehat yang baik ataupun dengan cara diskusi, kita harus bersatu padu. Jangan terkurung dalam sekat-sekat mazhab yang sempit. Janganlah kita saling menghujat dan menyalahkan bahkan mungkin sampai pada tahap pengkafiran hanya karena orang lain berbeda pendapat dengan kita. Kita harus menyadari apa yang kita amalkan adalah produk dari apa yang kita pikirkan. Ajaran Islam tidak terbatas, karenanya tidak ada kajian yang sudah tuntas. Terlebih apa yang kita pahami tergantung seberapa informasi yang kita terima.

Akhirul kalam, kemajuan Islam tidak akan berhasil jika tidak dimanajemen dengan baik, akan tetapi manajemen tidak akan berjalan tanpa adanya kebersamaan diantara kita. Karenanya, mari kita jalin ukhuwah dalam dakwah Islam bukan pecah belah, kita cari titik temu yang mempersatukan bukan titik beda yang menyebabkan pertengkaran. Juru dakwah dan ummat hendaknya harus saling berbagi informasi dan membentuk integritas diri serta menambah wawasan dan memperbaiki pemahaman. Sesama juru dakwah dan sesama anggota jemaah harus mampu membina jalinan dan komitmen yang harmonis. Untuk itu kita bentuk berbagai sarana dan wadah untuk mengembangkan sistem informasi dalam menjalin silaturrahmi antara berbagai organisasi sehingga terbentuk kekuatan dakwah serta pemikiran Islam. INILAH DIA, MERAJUT KETANGGUHAN DAKWAH DALAM JALINAN UKHUWAH. Wallahu a’lam bi al- shawab.

 

Read 2804 times