Waktu luang bukan berarti saat-saat yang bisa dihabiskan begitu saja tanpa perencanaan sama sekali. Berdasarkan budaya agama Islam, manusia tidak memiliki hak bahkan untuk sesaat menghabiskan umurnya dengan bermalas-malasan dan menganggur.
Mereka harus mempertanggung jawabkan atas setiap detik dari umurnya. Dalam banyak riwayat disebutkan bahwa salah satu perkara yang akan ditanya pada hari kiamat adalah tentang bagaimana manusia menghabiskan masa mudanya. Oleh karena itu, para pemuka agama sudah sering berpesan kepada umatnya untuk memanfaatkan kesempatan dengan baik. Mereka selalu memperingatkan manusia tentang waktu bahwa ia tidak bisa didepositokan dan juga tidak bisa dikembalikan.
Rasul Saw dalam sebuah pesannya kepada Abu Dzar al-Ghifari bersabda, “Wahai Abu Dzar! Jadilah orang yang lebih pelit atas umurmu dibanding dirham dan dinarmu.” Islam memandang masalah waktu luang dari aspek pendidikan dan moral. Ajaran Islam sama sekali tidak melihat waktu luang sebagai momen untuk membuang-buang waktu atau kesempatan untuk melewatinya dengan perbuatan sia-sia. Seorang Mukmin memiliki program untuk semua waktunya dan tidak ada waktu yang dibahiskan untuk bermalas-malasan atau menganggur. Imam Ali as ketika menjelaskan tentang ciri-ciri orang Mukmin berkata, “Orang Mukmin memanfaatkan semua waktunya dan tidak ada waktu untuk kemalasan.”
Penggunaan waktu luang secara benar di setiap masyarakat memerlukan gerakan-gerakan budaya, sosial, dan ekonomi. Jika momen itu tidak dikelola dengan baik, maka ia dapat menjadi salah satu ancaman yang paling serius bagi kesehatan mental dan moral masyarakat. Waktu luang tidak terbatas untuk golongan tertentu, usia tertentu atau waktu tertentu dan semua masyarakat membutuhkan waktu luang. Hal ini menunjukkan pentingnya sebuah perencanaan untuk mengisi kevakuman itu.
Salah satu kegiatan terbaik untuk mengisi waktu luang adalah mempererat hubungan dengan Allah Swt melalui doa dan munajat atau mengunjungi tempat-tempat ibadah dan tempat ziarah. Selain kewajiban harian yang ada di pundak setiap Muslim seperti shalat, kita bisa meluangkan waktu yang lebih banyak untuk memperkuat iman dan membangun interaksi dengan Tuhan. Waktu luang adalah kesempatan yang bisa digunakan untuk memperkaya pengetahuan agama kita.
Namun sayangnya, gaya hidup di dunia modern – yang cenderung memuja materi dan mengejar dunia dan harta – telah membuat manusia jauh dari dimensi-dimensi luhur dan keutamaan moral. Kecenderungan itu turut memperburuk penyakit-penyakit mental dan ketimpangan sosial. Dalam pandangan al-Quran, ibadah dan penghambaan diri kepada Tuhan merupakan tujuan utama penciptaan manusia. Oleh sebab itu, manusia yang ingin bergerak sejalan dengan filosofi penciptaannya, mereka harus menggunakan seluruh waktunya untuk beribadah kepada Sang Khalik.
Ibadah dan penghambaan tidak terbatas pada bentuk yang lazim dilakukan setiap hari. Manusia bahkan dapat menjadikan waktu makan, waktu tidur, dan rekreasinya sebagai ibadah, dengan syarat harus memiliki motivasi Ilahi dan dilakukan dengan niat mendekatkan diri kepada Allah Swt. Waktu luang harus menjadi penentram jiwa dan raga serta penenang gejolak batin. Oleh karena itu, melaksanakan ritual ibadah seperti, shalat sunnah, membaca zikir dan doa-doa khusus, menghayati al-Quran, dan berziarah ke tempat-tempat suci, merupakan salah satu kegiatan positif untuk mengisi waktu luang.
Para pakar pendidikan dan psikologi percaya bahwa ziarah dan doa – yang memiliki tempat istimewa dalam Islam – memainkan peran konstruktif dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan spiritual dan mental manusia. Untuk itu, masalah tersebut harus menjadi perhatian dalam menyusun program untuk menikmati waktu luang kita.
Manusia membutuhkan hubungan yang intim dan kontinyu dengan Tuhan. Akan tetapi, interaksi itu terkadang terabaikan karena problema dan kompleksitas kehidupan dan secara perlahan akan terlupakan sama sekali. Kehadiran di tempat-tempat suci dan tempat ziarah akan membangkitkan kesadaran manusia untuk memenuhi kebutuhan spiritualnya dan meningkatkan kesempatan untuk membangun hubungan dengan Tuhan. Hubungan ini akan menghadirkan ketenangan jiwa bagi mereka.
Kehadiran di tempat-tempat suci dan tempat ziarah atau keikutsertaan dalam acara keagamaan, akan membuat seseorang melupakan untuk sejenak pertentangan batin dan gejolak jiwa. Kehadiran di tempat tersebut dan menghabiskan beberapa jam dengan kegiatan ibadah sangat penting bagi manusia. Imam Ali as dalam sebuah doanya berkata, “Tuhan berikanlah keluangan kepadaku untuk mencapai hal-hal di mana Engkau menciptakanku untuk itu.”
Imam Jakfar Shadiq as juga berkata, “Setiap Muslim minimal satu hari dalam sepekan, harus membebaskan dirinya dari pekerjaan-pekerjaan rutin dan memberi perhatian khusus kepada masalah pendidikan, mengkaji perkara-perkara agama dan mengatasi masalah-masalah yang belum jelas.” Beliau berkata, “Celakalah orang Muslim yang tidak meluangkan waktunya pada hari Jumat di setiap pekan untuk mempelajari agama dan menjawab pertanyaan-pertanyaan seputar itu.”
Salah satu aktivitas positif lain untuk mengisi waktu luang adalah melakukan kegiatan amal dan membantu orang-orang yang membutuhkan. Kegiatan ini sangat ditekankan oleh budaya dan ajaran Islam. Berinfak dan membantu orang-orang yang kurang mampu selain sangat ditekankan oleh al-Quran, juga selalu dipraktekkan oleh Rasul Saw dan Ahlul Baitnya. Perbuatan mulia ini akan membantu meringankan beban saudara kita dan berdampak positif bagi kesehatan mental dan jiwa kita sebagai pelaku. Oleh karena itu, kita perlu memanfaatkan satu bagian dari waktu luang kita untuk terlibat dalam kegiatan amal.
Kegiatan amal dan bakti sosial membawa banyak dampak positif bagi dimensi individual, sosial, budaya, dan spiritual. Rasul Saw mendorong kaum Muslim untuk berbuat baik dan bersabda, “Cintailah kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik. Aku bersumpah dengan nama Tuhan yang jiwaku di tangan-Nya, berkah dan kesehatan ada bersama kebaikan dan orang-orang yang berbuat baik.”
Kegiatan mulia lainnya untuk mengisi waktu luang kita adalah membesuk orang sakit. Islam sangat menganjurkan umatnya untuk menjenguk orang sakit. Rasulullah Saw bersabda, "Setiap Muslim hendaknya bersedekah setiap hari." Para sahabat bertanya, "Siapakah yang bisa melakukan hal ini?" Rasul Saw menjawab, "Menyingkirkan hal-hal yang membahayakan dari jalan termasuk sedekah. Menunjukkan jalan kepada orang lain adalah sedekah. Menjenguk orang sakit merupakan sedekah. Melakukan amar makruf terhitung sedekah. Melarang yang munkar adalah sedekah dan menjawab salam juga bagian dari sedekah."
Mengenai keutamaan menjenguk orang sakit, Rasul Saw bersabda, “Pada hari kiamat, Tuhan mencela sekelompok manusia dari hamba-hambanya dan berfirman, ‘Apa yang menghalangi kalian dari menjegukku ketika aku sakit?’ Mereka menjawab, ‘Ya Tuhanku, Engkau pencipta alam semesta, rasa sakit dan gelisah tidak bermakna bagimu, Engkau maha suci dari rasa akit.’ Tuhan kemudian berfirman, ‘Saudara Mukmin kalian jatuh sakit dan kalian tidak mengunjunginya. Aku bersumpah atas kemuliaan dan keagunganku, jika kalian pergi menjeguknya, kalian akan menemukanku di sisi-nya dan setiap permintaan kalian akan aku kabulkan dan ini untuk menghormati orang Mukmin di sisi-ku dan Aku adalah Tuhan yang Maha Pengasih dan Malah Penyayang.”
Menjenguk orang sakit merupakan kewajiban setiap Muslim, terutama individu yang memiliki hubungan dengan dirinya. Kegiatan ini termasuk amal shaleh yang paling utama dan bisa mendekatkan kita kepada Allah Swt. Mengunjungi orang sakit merupakan perbuatan mulia, dan terdapat keutamaan yang agung, serta pahala yang sangat besar, dan merupakan salah satu hak setiap Muslim terhadap Muslim lainnya.