Para individu yang memilih menikah jelas mereka ingin mencari sebuah keteladanan untuk mencapai kebahagiaan dan memiliki sebuah keluarga yang seimbang. Lalu, apa saja kriteria-kriteria keluarga yang seimbang itu? Kami ingin Anda menyimak sebuah contoh berikut; musim semi menyimpan daya tarik yang menakjubkan. Pepohonan tumbuh hijau, aneka bunga menebar keharuman, dan burung-burung berkicau memecah keheningan alam.
Kehidupan seimbang juga harus memiliki keanekaragaman yang dibutuhkan. Rutinitas kerja, waktu istirahat, agenda liburan, kegiatan belajar, olahraga, dan waktu untuk beribadah, merupakan unsur-unsur untuk menghadirkan kehidupan yang penuh warna, di mana ia bernilai pada tempatnya masing-masing.
Keindahan dan kesegaran musim semi mengajarkan kita untuk menjadikan hidup ini penuh gairah dan menyenangkan. Suami dan istri harus menjadi faktor kesenangan dan kebahagiaan batin satu sama lain. Di antara keindahan lain musim semi adalah keseimbangan suhu udara. Udara yang nyaman dan angin sepoi menghadiahkan kesegaran bagi jiwa.
Dengan mengambil inspirasi dari keseimbangan musim semi, suami dan istri harus membangun sebuah hubungan timbal balik yang efektif dan dan jauh dari sikap-sikap egois dan ekstrim. Hubungan mereka tidak boleh menciptakan ketergantungan yang berlebihan atau hubungan yang dingin dan penuh emosi, yang dapat menghapus benih-benih cinta dari hati.
Musim semi juga mengajarkan poin lain tentang sebuah kehidupan yang seimbang. Alam setelah satu periode beku dan layu, kembali menunjukkan kegagahannya di musim semi dan hadir dengan keindahan yang menakjubkan. Pohon-pohon yang membeku diterpa hawa dingin sekarang menampakkan tunas muda yang hijau untuk menyambut musim semi. Perubahan unik ini mengirim sebuah pesan kepada manusia bahwa mereka sebagai makhluk yang paling mulia, tidak boleh tertinggal dari alam dalam mewujudkan perubahan dan mereka bahkan harus memimpin perubahan.
Para anggota sebuah keluarga – sebagai individu yang siap mengembangkan potensi dan menciptakan perubahan positif – selalu berpikir untuk mewujudkan kemajuan dan perubahan ke arah yang lebih baik. Kemajuan dan transformasi ini tentu saja harus mempertimbangkan kondisi umum keluarga. Memperhatikan perubahan konstruktif, akan menyelamatkan keluarga dari kondisi stagnan menuju perkembangan dan kemajuan serta menyediakan ruang untuk bergerak ke arah kesempurnaan bagi semua anggota keluarga.
Mencapai kemajuan dan kesempurnaan merupakan salah satu kriteria dari keluarga yang seimbang. Suami dan istri sama-sama memiliki kemuliaan kemanusiaan dan mereka juga sama-sama menyimpan potensi untuk kemajuan dan kesempurnaan. Mereka juga ingin melihat pasangannya maju dan mencapai kesuksesan di semua bidang. Pandangan seperti ini akan menjadikan kehidupan keluarga sebagai tempat berinovasi dan menyelamatkan keluarga dari keruntuhan dan keterpurukan.
Di sebuah keluarga yang seimbang, suami dan istri tidak merampas potensi untuk perubahan dan perbaikan dari pasangannya. Suami meskipun menemukan titik kelemahan pada satu pihak, namun ia tetap memuliakan kepribadian istrinya dan bahkan sebisa mungkin berusaha untuk mengatasi kelemahan tersebut. Sikap baik ini bersumber dari rasa cinta dan kasih sayang terhadap sesama. Pada dasarnya, pemuliaan dan penghormatan timbal balik itu akan menciptakan sebuah iklim untuk kemajuan dan kesuksesan bersama.
Islam sangat menekankan perkara menghormati kepribadian dan kemuliaan individu dalam hubungan sosial. Sikap mulia ini merupakan sebuah keniscayaan di lingkungan keluarga. Islam menekankan agar suami-istri saling menjaga marwah dan mereka juga harus menjadi pakaian untuk pasangannya. Dengan kata lain, pakaian menutupi aib dan kekurangan pemakainya, suami-istri juga harus menjadi hijab untuk menutupi kekurangan masing-masing. Akan tetapi, jika mereka saling mengumbar aib atau berbangga dengan kelebihan yang dimilikinya, maka lingkungan keluarga akan kehilangan ketenangan dan hubungan suami-istri menjadi terganggu.
Kita pernah mendengar bahwa sejumlah pasangan rela menguburkan impian-impian pribadinya dan secara tulus memperjuangkan kemajuan dan kesuksesan pasangannya. Mereka bahkan siap mengorbankan apapun demi kejayaan orang yang dicintainya. Mereka ini ibarat sayap untuk menerbangkan pasangannya setinggi mungkin atau tempat pelontar bagi teman hidupnya. Oleh karena itu, kewajiban moral manusia memerintahkan mereka untuk memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas pengorbanan yang dipersembahkan oleh pujaan hatinya.
Jika suami atau istri sukses di bidang pendidikan dan karir berkat dukungan pasangannya, maka ia perlu sedikit menoleh ke belakang untuk merasakan curahan kasih sayang dan pengorbanan pasangannya di semua jenjang kehidupan bersama. Dengan begitu, kita akan mengerti makna sebuah pengorbanan dan hal ini bisa menghangatkan hubungan suami-istri.
Keluarga yang seimbang dalam gaya hidup Islami juga harus menjadi wadah untuk mentransfer kasih sayang dan meluapkan perasaan dengan benar. Para pakar masalah keluarga mengatakan bahwa tidak adanya pengetahuan tentang metode bertukar kasih sayang dan perasaan dengan benar, termasuk salah satu alasan kegagalan dalam kehidupan rumah tangga.
Cinta dan kasih sayang khususnya di awal pernikahan, masih sangat kental dan penuh gairah. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu dan karena tidak adanya pengetahuan atau kelalaian salah satu pihak atau kedua-duanya, kekuatan cinta itu akan menurun dan secara perlahan memasuki titik jenuh.
Dalam kondisi ini, keluhan dan ketidakpuasan ibarat cambuk yang mencabik-cabik raga kehidupan bersama. Suami dan istri sama-sama heran dan bertanya-tanya mengapa kehidupan hangat dan indah mereka kini berubah menjadi dingin dan kaku. Mereka melupakan fakta ini bahwa jika cinta dan kasih sayang sangat penting untuk sebuah awal yang indah, maka ia juga sangat penting untuk menjamin keberlangsungan kehidupan rumah tangga.
Jika sepuluh tahun pertama kehidupan bersama kita anggap sebagai garis star pertukaran kasih sayang, maka sepuluh tahun berikutnya, kehidupan memerlukan pertukaran perasaan yang lebih intens. Khususnya ketika sudah memasuki masa tua, masing-masing pihak mulai merasa sendirian dan situasi ini bisa menciptakan masalah baru bagi mereka.
Lubuk hati adalah muara cinta dan kasih sayang manusia. Untuk itu, kita tidak boleh membuka pintu hati untuk dikotori oleh perasaan negatif dan menodai cinta suci. Suami dan istri harus menyediakan ruang untuk pengembangan perasaan positif guna memiliki sebuah hubungan yang sehat dan proporsional. Jika masing-masing dari mereka menanamkan benih kebencian dalam hatinya, maka ia atau keduanya harus siap diterjang amukan badai. Oleh sebab itu, mereka harus bertukar kasih sayang dan cinta yang berasal dari lubuk hati masing-masing.
Komunikasi dapat menjadi alternatif lain untuk menunjukkan kasih sayang dan perasaan kepada pasangan. Kita menemukan banyak orang yang sangat mencintai pasangannya, tapi mereka tidak tahu cara menampakannya dan pada akhirnya mengundang keraguan tentang ketulusan kecintaannya terhadap pasangannya. Rasulullah Saw memberikan saran khusus untuk memperkuat hubungan suami-istri di tengah keluarga. Beliau menyinggung masalah komunikasi positif di antara mereka dan bersabda, “Barang siapa yang berkata kepada istrinya bahwa aku mencintaimu, maka kalimat ini tidak akan pernah terhapus dari hatinya.”
Membantu pasangan juga dapat menjadi langkah praktis untuk menunjukkan cinta. Suami-istri dengan mengetahui hobi masing-masing, berusaha untuk melakukan sesuatu yang menjadi impian pasangannya. Dengan pekerjaan ini, ia telah meringankan tugas pasangannya dan juga membangkitkan rasa cinta pada diri pasangannya yaitu, “Engkau adalah kebanggaanku dan kehadiranmu sangat berarti bagiku.”