Pernikahan merupakan sebuah momen penting dan menentukan dalam kehidupan setiap insan. Membentuk rumah tangga dari segi fitrah, akal sehat, dan bahkan perspektif agama dan sosiologi, merupakan bagian dari urgensitas kehidupan.
Para pakar pendidikan dan psikolog percaya bahwa keselamatan dan kebahagiaan masyarakat, tergantung pada pembangunan prosedural pondasi rumah tangga dan kemudian mengawasi semua dimensinya. Untuk itu, pernikahan harus dibentuk atas prinsip yang benar sehingga mendorong perkembangan dan kesempurnaan suami-istri serta menciptakan kesehatan mental keluarga dan masyarakat.
Jika kriteria-kriteria yang sahih dalam pemilihan pujaan hati tidak diperhatikan, hal ini dapat memicu timbulnya berbagai masalah dalam rumah tangga. Para psikolog dan pakar keluarga, memaparkan sejumlah kriteria yang benar dalam urusan pernikahan yang mencakup aspek psikologis, ekonomi, budaya, dan sosial. Mereka percaya bahwa tingkat keakuratan informasi tentang masing-masing pihak yang dimiliki oleh pria dan wanita sebelum ijab kabul, dapat memudahkan mereka untuk memprediksi apakah pernikahannya berjalan sukses atau kandas di tengah jalan.
Sejumlah riset menunjukkan bahwa para individu ingin memilih pasangan yang identik dengannya. Kriteria kesamaan ini biasanya berkaitan dengan keyakinan agama, pendidikan, budaya, garis keturunan, kondisi ekonomi, dan status sosial. Orang-orang seperti ini mendefinisikan kehidupan sebagai kesamaan satu sama lain dan impian-impian mereka juga tampak lebih dekat.
Faktor-faktor budaya merupakan salah satu kriteria penting yang bisa mendekatkan kedua insan. Semakin besar dimensi persamaan budaya yang dimiliki oleh seseorang dengan calonnya, maka ia lebih siap untuk beradaptasi dan menemukan perbedaan yang lebih kecil.
Penting untuk diketahui bahwa meskipun kedua pihak sudah berikhtiyar untuk memilih pasangan dengan kesamaan maksimal dengan dirinya, namun pria dan wanita tetap saja menyimpan perbedaan signifikan di antara mereka. Oleh karena itu, mereka harus belajar untuk hidup dengan perbedaan yang ada dan dengan menyelesaikan perselisihan serta mencapai kesepahaman, mereka dapat menghadirkan sebuah kehidupan yang bahagia dan mengesankan.
Sebagian kriteria seperti, masalah tanggung jawab merupakan bentuk kesamaan yang dimiliki oleh kedua pihak, pria dan wanita. Hubungan mereka dalam membina rumah tangga akan semakin kuat jika mereka punya banyak kesamaan terkait kriteria-kriteria memilih pasangan. Kumpulan kriteria ini dalam literatur Islam disebut “Prinsip Kafa’ah dan Kesepadanan.” Kesetaraan ini mencakup; agama dan iman, akhlak mulia, garis keturunan, ketampanan dan kecantikan, keterpautan usia, dan pekerjaan masing-masing calon.
Pria dan wanita juga perlu memperbesar pengenalan tentang masing-masing pihak dan menetapkan parameter yang lebih rasional. Dengan begitu, mereka bisa membina rumah tangga idaman dan tidak banyak menemui masalah. Kebanyakan pakar masalah keluarga percaya bahwa unsur-unsur budaya memainkan peran efektif dalam pernikahan. Kesamaan agama, mazhab, adat-istiadat, dan keyakinan, memiliki peran penting dalam mempertahankan keutuhan rumah tangga. Agama bahkan memberi pengaruh luar biasa bagi keteladanan perilaku suami-istri.
Penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai dan keyakinan individu melebihi faktor-faktor lain dalam mempengaruhi perilaku manusia. Perbedaan dalam keyakinan dan pemikiran dapat memperlebar perbedaan seiring dengan berjalannya waktu dan inkonsistensi satu pihak terhadap nilai-nilai agama, juga bisa menciptakan banyak masalah bagi mereka berdua. Sebab, iman dan keyakinan beragama sebagai sebuah ideologi dan pandangan hidup berpengaruh pada semua dimensi kepribadian seseorang.
Psikolog Iran Gholamali Afrooz menuturkan, “Di antara faktor utama keutuhan rumah tangga dan ketenangan hidup adalah kesamaan pandangan dan keyakinan bergama serta komitmen praktis pasangan suami-istri terhadap nilai-nilai moral. Oleh karena itu, kaum Muslim dan Muslimah ingin memiliki pendamping hidup yang taat agama dan baik akhlaknya. Keinginan seperti ini bersumber dari batin yang suci dan fitrah yang sempurna manusia. Allah Swt menyebut sebaik-baiknya pernikahan adalah ikatan di antara dua orang yang bersih dan dalam surat An-Nur ayat 26 disebutkan, ‘Wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula).’ Kesucian sebagai modal utama eksistensi manusia, bersumber dari keyakinan kepada Allah Swt dan ketakwaan. Jika tidak ada perhatian yang cukup untuk perkara ini, maka itu sama seperti mendirikan pilar-pilar kehidupan di atas tanah yang rapuh dan bergerak.”
Jelas bahwa menjaga dan memperkuat keyakinan agama oleh suami-istri, akan menciptakan daya tarik yang kuat dalam kehidupan bersama. Kesamaan agama dan mazhab akan menghadirkan kehidupan dan hubungan manis bagi para pasangan suami-istri.
Kriteria perilaku dan akhlak juga berkontribusi dalam pemilihan teman hidup. Akhlak mulia sangat ditekankan dalam agama dan dianggap sebagai salah satu syarat untuk membina rumah tangga. Riset membuktikan bahwa sifat-sifat moral seperti, perilaku baik, kehormatan, kejujuran, dan sifat pemaaf, merupakan kriteria utama seorang pria dan wanita baik untuk pernikahan.
Agama Islam juga sangat menekankan perkara iman dan akhlak dalam merajut ikatan suci. Rasulullah Saw dalam sebuah hadis bersabda, “Jika datang kepada kalian seorang pelamar putri kalian yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka hendaknya kalian menikahkan orang tersebut dengan putri kalian.”
Latar belakang sosial dan budaya pria dan wanita juga termasuk unsur efektif untuk melestarikan sebuah pernikahan. Perbedaan budaya dan strata sosial bisa melahirkan masalah dalam membangun kesepahaman. Namun, ada juga kasus tertentu di mana suami dan istri bisa menciptakan surga dalam rumah tangga meskipun memiliki perbedaan dari segi strata sosial dan ekonomi. Dalam kasus seperti ini, iman dan akhlak tentu saja memainkan peran krusial. Akan tetapi, penelitian menunjukkan bahwa kesamaan relatif antara keluarga pria dan wanita dari lata belakang sosial dan ekonomi, merupakan sebuah prinsip penting untuk membangun kesepahaman-kesepahaman berikutnya di antara mereka berdua.
Kecantikan dan daya tarik fisik juga termasuk kriteria yang jadi pertimbangan dalam memilih pasangan hidup. Jika pernikahan atas dasar perjodohan dan tidak ada rasa cinta, maka ketidakpuasan akan mudah muncul. Islam menaruh perhatian terhadap unsur psikologis pernikahan yakni, ketertarikan dan rasa cinta. Karena, perkara ini akan mendorong keberlangsungan ikatan suci antara suami-istri. Berkenaan dengan unsur psikologis pernikahan, para pakar masalah keluarga menekankan kesamaan relatif tingkat kecerdasan dengan tujuan menciptakan kepuasan dalam kehidupan bersama.
Penelitian tentang tingkat kecerdasan dan kepuasan keluarga, menunjukkan bahwa jika pria atau wanita menemukan pasangannya berada di bawah kepintarannya, maka tingkat kepuasan di tengah mereka mencatat angka lebih rendah. Kesetaraan dalam pendidikan juga dapat mendekatkan pandangan pria dan wanita dalam kehidupan bersama. Pendidikan dengan sendirinya tentu tidak dapat menjadi garansi sebuah hubungan rasional dan penjamin kesehatan mental keluarga. Meski demikian, ruang untuk kesepahaman terbuka lebih besar di antara pasangan yang memiliki jenjang pendidikan hampir setara.
Perlu diingat bahwa pernikahan adalah sebuah perkara yang sangat penting dan menentukan, kesuksesan dan kegagalan dalam hal ini memberi pengaruh besar bagi masa depan kehidupan seseorang. Pendamping yang baik, sepadan, dan serasi, akan mewarnai kehidupan dengan ketenangan dan kedamaian serta menyediakan peluang untuk mengembangkan berbagai potensi dan bakat. Sebaliknya, kegagalan dalam pernikahan akan menciptakan pesimisme, depresi, kegalauan, dan bahkan penuaan dini, serta mematikan potensi-potensi internal seseorang.
Bagi mereka yang ingin menikah, sebaiknya mereka membangun hubungan dengan keluarga yang mulia, taat beragama, dan berkarakter. Mereka juga perlu menjauhi keluarga yang hina dan materialistik, karena biasanya akan menemui banyak masalah. Ayah dan ibu di keluarga yang saleh, berusaha memberikan keteladanan moral dan perilaku bagi anak-anaknya dan mereka juga mewariskan nilai-nilai mulia sebagai pegangan hidup putra-putrinya.
Generasi yang tumbuh di sebuah keluarga saleh, mewariskan keutamaan moral dari orang tuanya dan selalu melangkah di jalan yang lurus meskipun sedang dihadang badai kehidupan. Dengan kata lain, komitmen mereka untuk kemuliaan dan harga diri telah mencegah mereka dari penyimpangan.