Perempuan Teladan dalam Sejarah Islam (4)

Rate this item
(0 votes)
Perempuan Teladan dalam Sejarah Islam (4)

 

Bismillah

Assalamulaikum wr.wb

 

Rekan setia suara Republik Islam Iran selamat bersua dalam acara baru, “Perempuan Teladan dalam Sejarah Islam”. Pada pembahasan sebelumnya kita telah mengupas keagungan iman, serta ketinggian akhlak Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim as. Kali ini kita akan membahas salah seorang perempuan teladan lainnya yang dijelaskan dalam al-Quran dan sejarah Islam yaitu Siti Hajar. Beliau menjadi contoh orang-orang yang menang dengan kesabaran dan ketakwaannya sebagaimana dalam al-Quran Surat Al-Hujurat ayat 13, “Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa di antara kamu.” Simak selengkapnya setelah selingan musik berikut ini.

 

Sepanjang sejarah muncul perempuan-perempuan teladan, salah satunya adalah Siti Hajar, istri Nabi Ibrahim as. Beliau adalah ibu dari Nabi Ismail as. Sejak kecil beliau hidup sebagai seorang budak perempuan di istana, dan beliau dalam kehidupannya tidak memiliki kecenderungan untuk hidup mewah bergelimang harta. Sebab hidupnya senantiasa didedikasikan untuk pertumbuhan dan perkembangan spiritualnya. Untuk itu, keindahan dunia tidak menarik baginya. Hajar menilai kemewahan dunia sebagai penghalang baginya untuk mencapai kesempurnaan spiritual. Kebersamaan dalam keluarga Nabi Ibrahim as bagi Hajar merupakan peluang emas untuk mengarungi lebih dalam kehidupan maknawi.

 

Siti Hajar merupakan seorang perempuan yang bertakwa. Meskipun fisiknya seorang budak kulit hitam yang dihadiahkan seorang penguasa Mesir kepada Siti Sarah, istri Nabi Ibrahim, tapi dalam dirinya melimpah keluhuran akhlak dan ketinggian spiritual. Inilah alasan mengapa Siti Sarah yang khawatir suaminya tidak memiliki keturunan dari perkawinan mereka, mengusulkan untuk menikahi Siti Hajar. Ketakwaan dan keutamaan akhlak Siti Hajar membuat Nabi Ibrahim mempertimbangkan usulan istrinya. Kemudian Nabi Ibrahim menikahi Siti Hajar dan kemudian perempuan Mesir itu tidak lagi menjadi budak, tapi istri seorang Nabi yang mengemban tanggung jawab menyebarkan ajaran agama ilahi kepada umat manusia.

 

Allah swt mewahyukan kepada Ibrahim untuk membawa istrinya Siti Hajar dan putranya Ismail yang masih kecil keluar dari Syam. Ibrahim berkata, “Tuhanku kemana harus pergi ?” Allah menjawab dan memerintahkan istri dan anaknya pergi menuju Mekah. Kemudian, Nabi Ibrahim as menyampaikan wahyu yang diterimanya supaya mereka berdua tinggal di tempat yang diperintahkan Allah swt. Siti Hajar menerima dengan ikhlas perintah Allah swt, meski harus meninggalkan daerah yang subur menuju daerah yang kering-kerontang. Bagi Hajar perintah Allah swt harus ditaati meski harus dijalani dengan kesulitan. Mendengar jawaban istrinya, Nabi Ibrahim senang karena Siti Hajar terbukti sebagai perempuan yang bertakwa kepada Allah swt.

 

Ketika sampai di Mekah, terdapat sebuah pohon. Hajar menatap Nabi Ibrahim, lalu berkata, “Wahai Nabi Allah, apakah engkau akan membiarkan istri dan anakmu hidup di daerah kering tanpa air, tanpa tumbuhan ?” Nabi Ibrahim menjawab, “Allah memerintahkanku untuk membawa kalian ke tempat ini. Percayalah Allah pasti akan memberikan solusi untuk masalah yang kalian alami”. Setelah mengatakan itu, Nabi Ibrahim menengadahkan tangan dan berdoa untuk istri dan anaknya yang masih bayi. Lalu mereka berpamitan dan berpisah dengan penuh kesedihan.

 

Al-Quran dalam surat Ibrahim ayat 37 mengabadikan doa Nabi Ibrahim kepada Allah swt. “Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezekilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur.”

 

Siti Hajar dan Ismail tinggal di tanah wahyu Mekah. Ketika itu daerah tersebut kering tanpa air dan tumbuhan. Meski demikian Hajar tetap yakin kepada janji Allah swt. Suatu hari, Ismail kehausan, lalu Hajar mencari air. Ia pergi berlari menuju bukit Shafa dengan harapan akan mendapatkan air, tetapi hanya batu dan pasir  yang ada di sana. Kemudian dari bukit Shafa ia melihat bayangan air yang mengalir di atas bukit Marwah, dan larilah ia ke tempat itu, namun ternyata hanya fatamorgana belaka dan kembalilah Hajar ke bukit Shafa. Hajar bolak-balik berlari sampai tujuh kali antara bukit Shafa dan Marwah untuk menemukan air.

 

Secara tiba-tiba terjadi keajaiban, tanah yang diinjak di bawah telapak kaki Ismail memancarkan air yang kemudian disebut “air zam zam”. Mata air zam-zam memberikan berkah bukan hanya bagi Hajar dan Ismail, tapi warga jazirah Arab yang mulai mendatanginya dan tinggal di sekitar sumber air itu hingga beranak-pinak. Hingga kini mata air itu setelah ribuan tahun berlalu masih memancarkan air.

 

Suatu hari Ibrahim datang menjenguk anak dan istrinya yang berada di tempat baru. Nabi Allah ini tampak senang melihat terjadinya keajaiban yang menimpa keluarganya itu. Beliau semakin yakin janji Allah pasti terjadi. Ketika Ismail remaja, Allah swt memerintahkan Ibrahim membangun Kabah bersama anaknya. Terkait hal ini, Imam Shadiq berkata, “...Ibrahim tengah sibuk membangun Kabah, dengan bantuan Ismail yang membawa batu dari bukit Dzi Tuwa... setelah Ibrahim dan Ismail selesai membangun Kabah, Hajar menutupinya dengan Abaya... mereka hidup di bawah lindungan Kabah...”

 

Siti hajar memiliki keluhuran akhlak. Beliau dikenal penyabar, takwa, dan tidak memiliki kecenderungan terhadap kehidupan duniawi serta bertawakal kepada Allah swt. Untuk itulah Hajar bisa hidup jauh dari suami dalam kondisi yang sulit bersama anaknya yang masih kecil.

 

Bersama suaminya Nabi Ibrahim yang menyusul ke Mekah, Siti Hajar membesarkan Ismail yang kelak menjadi Nabi Allah sebagai penerus ayahnya menyebarkan ajaran ilahi kepada umat manusia. Ketika Ismail berusia 13 tahun, keikhlasan Hajar dan putranya kembali diuji. Ketika Allah swt mewahyukan kepada Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Hajar dan Ismail menaati perintah ilahi itu. Kemudian, Allah mengganti Ismail yang siap disembelih dengan seekor kambing. Hari pengorbanan mereka dikenang sebagai peristiwa “Hari Raya Qurban” yang merupakan puncak ibadah haji. Mereka adalah contoh orang-orang yang menang dengan kesabarannya.

 

Al-Quran surat as-Saffat ayat 102 mengabadikan peristiwa besar ini, “Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim. Ibrahim berkata: "Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu!" Ia menjawab: "Hai bapakku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar".

 

Hajar hijrah dari Mesir ke Palestina, dan dari tempat itu ia kembali hijrah ke Mekah bersama anaknya Ismail dengan menempuh berbagai rintangan dan penderitaan. Ketawakalan dan ketakwaan mereka dalam menjalani ujian dari Allah swt diabadikan dalam  bentuk ibadah Sai, sebagai rukun ibadah haji yang dilaksanakan jutaan muslim dari segenap penjuru dunia setia tahun. Kehidupan Siti Hajar menjadi contah dari orang paling mulia menurut al-Quran dalam Surat Al-Hujurat ayat 13, “Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu”.(IRIBIndonesia/PH)

 

Rekan setia demikian acara baru, “Perempuan Teladan dalam Sejarah Islam” bagian keempat. Terima kasih atas perhatian anda. Sampai jumpa kembali wassalam.

Read 625 times