Allah Swt berfirman:
"Bulan Ramadhan adalah bulan diturunkanya al-Quran. Al-Quran merupakan
kitab hidayah bagi manusia yang disertai argumentasi jelas untuk
hidayah dan pembeda antara hak dan batil. Barangsiapa menyaksikan
bulan Ramadhan, maka ia harus berpuasa. Mereka yang sakit atau dalam
perjalanan dapat berpuasa di lain waktu, sesuai dengan berapa hari
yang ditinggalkan. Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak
menghendaki kesukaran bagimu. Puasa qadha untuk mencukupkan
bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya
yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur." (QS. al-Baqarah: 185)
Dalam buku Wasail as-Syiah(1) ada riwayat panjang dan detil yang
menjelaskan akhlak orang yang berpuasa. "Seorang yang berpuasa
hendaknya tidak berbohong, berbuat dosa, berdebat, hasud, ghibah,
menolak kebenaran, mencaci, mencela dan marah, zalim, menggangu orang
lain, berkumpul dengan orang-orang yang berbuat dosa, mengadu domba
dan memakan barang haram.
Pada saat yang sama, orang yang berpuasa harus memperhatikan
shalatnya, lebih sabar, jujur dan mengingat Hari Kiamat."
Syarat menjadi tamu di bulan Ramadhan tidak hanya menahan lapar. Dalam
hadis disebutkan, "Barangsiapa yang tidak taat kepada pemimpin agama
samawi atau dalam masalah pribadi dan keluarga berlaku buruk dan kasar
kepada istri, tidak menjamin keinginan yang dibolehkan syariat dan
atau kedua orang tuanya tidak rela kepadanya, maka puasanya tidak akan
diterima dan ia tidak menjalankan syarat bertamu di buan Ramadhan."
Sekalipun berpuasa memiliki manfaat kesehatan seperti membuang
kelebihan zat-zat yang ada pada badan, tapi bangun di waktu Subuh, ruh
yang semakin lembut dan terkabulkannya doa di bulan Ramadhan merupakan
satu hal lain yang tidak ditemukan di luar bulan ini. Oleh karenanya,
orang yang benar-benar merugi adalah orang yang tidak dapat
memanfaatkan segala kebaikan dan berkah bulan ini.