Seperti yang banyak diprediksikan sebelumnya, kegagalan besar rezim Zionis Israel dalam perang terbarunya di Jalur Gaza akhirnya memaksa rezim ilegal ini menerima syarat yang diajukan oleh kubu Palestina untuk gencatan senjata. Sikap terpaksa rezim Zionis menerima gencatan senjat bersyarat yang diajukan oleh kubu muqawama ini dilakukan oleh Tel Aviv untuk menyelamatkan diri dari kehancuran. Sikap Tel Aviv ini sama halnya pengakuan kekalahan oleh rezim Zionis dan hal ini juga diakui oleh berbagai elit politik Israel.
 
Dalam hal ini, berbagai koran Israel termasuk Yediot Aharonot mencetak artikel yang dengan transparan mengakui kekalahan Israel dan kemenangan kubu muqawama Palestina. Di sisi lain, mayoritas petinggi Israel dalam beberapa hari terakhir telah mengisyaratkan kekalahan tersebut.
 
Ketakutan dan kekhawatiran akibat kekalahan rezim Zionis dalam perang Jalur Gaza dapat disaksikan dengan sikap tergesa-gesa petinggi Israel dalam melaksanakan gencatan senjata 72 jam yang isinya disusun berdasarkan tuntutan Palestina.
 
Hal terbukti dengan sikap Israel yang langsung menarik militernya dari Jalur Gaza pasca gencatan senjata 72 jam. Penarikan ini merupakan salah satu syarat yang diajukan oleh muqawama Palestina. Berbagai sumber juga mengkonfirmasikan kesepakatan awal rezim Zionis dengan seluruh syarat yang diajukan kubu muqawama Palestina termasuk pencabutan blokade Jalur Gaza dan pembebasan sekelompok tawanan Palestina.
 
Disebutkan bahwa rezim Zionis sebelum menerima gencatan 72 jam sesuai dengan syarat kubu muqawawa, berupaya dengan beragam cara menerapkan gencatan senjata sesuai dengan tolok ukurnya serta berdasarkan penekanan terhadap Pelestina untuk memberi konsesi besar kepada rezim ini. Oleh karena itu, Israel tidak pernah komitmen dengan gencatan senjata yang sebelumnya diterapkan dan dengan demikian gencatan sejata tersebut tidak pernah berjalan efektif.
 
Setelah gagal memaksakan kehendaknya terkait gencatan senjata kepada Palestina, Israel baru menerima gencatan senjata sesuai dengan syarat yang diajukan kubu muqawama. Hal ini jelas dampak dari kekalahan rezim Zionis dalam perang melawan kubu muqawama Palestina.
 
Dalam hal ini, petinggi Palestina menilai kemenangan muqawama di bidang militer sebagai pendahuluan bagi keberhasilan lebih besar muqawama di sektor politik serta memaksa rezim Zionis untuk tunduk pada tuntutan bangsa Palestina. Statemen ini mencerminkan keberhasilan besar muqawama di bidang militer dan politik menghadapi rezim Zionis Israel.
 
Dalam kondisi seperti ini, petinggi Palestina menjelaskan, secara pasti Israel di bidang politik juga tidak akan mampu menutupi dan membalas kekalahan militernya dalam menghadapi muqawama. Sikap tunduk Israel terhadap tuntutan muqawama menguatkan kekalahan militer rezim ilegal tersebut.
 
Mengingat reaksi luas kekalahan Israel di sektor politik dan medis, pengamat politik meyakini bahwa dampak kekalahan Tel Aviv di bidang politik nantinya akan lebih parah dari operasi militer. Masih menurut para pengamat, Israel kedepannya bakal dirundung krisis politik luas, yang mereka istilahkan dengan "Tsunami Politik".
 
Mencermati resistensi heroik bangsa Palestina dalam satu bulan lalu terbukti bahwa kemenangan Palestina hanya dapat diraih melalui muqawama dan perlawanan gigih bangsa ini. Dengan demikian kembali muqawama muncul sebagai permata berharga bagi bangsa Palestina. Transformasi Palestina menunjukkan bahwa bangsa ini akan mampu merealisasikan tuntutannya secara penuh termasuk pembentukan negara independen Palestina melalui muqawama.