Wakil Menteri Pertahanan Rusia Anatoly Antonov menyebut uji coba bom nuklir B61-12 oleh Amerika Serikat sebagai aksi provokatif dan tindakan tidak bertanggung jawab.
Antonov pada Senin (13/7/2015) mengatakan, bom nuklir B61-12 telah diuji di Gurun Nevada pada 1 Juli 2015. Bom ini memiliki tujuan ganda, di mana dapat menjadi unsur senjata ofensif strategis ketika dibawa oleh pesawat pembom berat dan menjadi elemen senjata nuklir non-strategis ketika diangkut oleh pesawat taktis.
“Bom nuklir baru ditembakkan oleh jet tempur pembom F-15 dan dengan memperhatikan fenomena itu, maka ada kemungkinan bahwa tes tersebut dilakukan untuk menguji penggunaan bom nuklir B61-12 oleh pesawat pembom NATO yang ditempatkan di negara-negara Eropa,” ucap Antonov.
Menurutnya, uji coba bom nuklir baru oleh AS merupakan sebuah tindakan tidak bertanggung jawab dan membawa pesan yang berbahaya. Dia menegaskan bahwa langkah itu bertentangan dengan klaim Washington terkait perjanjian Non-Proliferasi Nuklir (NPT).
Rusia sebelum ini juga mengkritik keras berlanjutnya penempatan senjata nuklir AS di wilayah Eropa. Menurut para pejabat Moskow, meski adanya langkah-langkah internasional untuk memangkas arsenal nuklir khususnya NPT – yang diratifikasi untuk mengurangi dan pada akhirnya memusnahkan persenjataan nuklir – AS tetap bertekad untuk mempertahankan senjata nuklirnya.
Sejalan dengan itu, AS sebagian dari senjata nuklir taktisnya yang mencakup 200 bom nuklir B61 disebarkan di lima negara Eropa anggota NATO yakni, Belgia, Belanda, Jerman, Italia, dan Turki. Washington juga terus mempertahankan dan memodernisasi persenjataan nuklirnya di Eropa. Bom-bom tersebut akan dirubah menjadi bom nuklir pintar dengan anggaran 11 miliar dolar.
Keberadaan bom nuklir taktis AS dalam jumlah besar di Eropa sampai sekarang masih mengundang perdebatan di tengah negara-negara yang menjadi tuan rumah senjata pemusnah massal itu. Selama dua dekade lalu, banyak pihak di Eropa mengira bahwa dengan berakhirnya Perang Dingin, AS akan mengeluarkan persenjataan nuklirnya dari benua itu. Namun, Washington justru memilih mempertahankan arsenal nuklir taktisnya di Eropa dan mengalokasikan dana besar untuk program peremajaan.
Dalam KTT NATO di Chicago pada Mei 2012, para pemimpin aliansi militer Barat menyetujui program AS untuk memodernisasi dan menjaga keberadaan bom nuklir di Eropa. Negara-negara anggota NATO dalam pertemuan itu menegaskan, senjata nuklir harus menjadi bagian penting dari kebijakan pertahanan NATO dan fungsi semua senjata itu harus dipertahankan.
Program Misi Nuklir Bersama NATO memungkinkan negara-negara yang tidak memiliki persenjataan jenis ini untuk menampung senjata nuklir dari mereka.
AS dengan dalih menjaga keamanan Eropa sebenarnya ingin memantau dan mengancam Rusia dan rival-rival lainnya. Oleh karena itu, AS bersikeras untuk mempertahankan arsenal bom nuklir B61 di benua Eropa. Jelas bahwa berlanjutnya kebijakan seperti ini secara alamiah mengundang reaksi dari Rusia.
Rusia dalam beberapa tahun ini mengambil tindakan balasan dengan menempatkan rudal balistik nuklirnya di wilayah Kaliningrad, yang berbatasan dengan Polandia.