Boikot sidang parlemen Kamboja oleh partai oposisi negara ini ternyata juga tidak mampu mencegah peratifikasian draf usulan pemerintah di lembaha legislatif ini.
Akhirnya meski banyak penentangan di dalam negeri dan internasional, pemerintah Kamboja sepakat, dengan bersandar pada suara mayoritas di parlemen yang mereka miliki, menggolkan undang-undang terkait organisasi dan lembaga non pemerintah (NGO) di parlemen negara ini.
Draf undang-undang terkait aktivitas lembaga kemasyarakatan di Kamboja awal Juli diratifikasi pemerintah, namun draf ini membutuhkan persetujuan parlemen untuk dilaksakanan.
68 anggota partai berkuasa termausk Hun Sen, pemimpin partai in sekaligus perdana menteri Kamboja, ketika memberikan suara setuju atas draf tersebut, sekitar 55 anggota partai oposisi Partai Penyelamat Nasional memboikot sidang parlemen hari Senin sebagai bentuk protes atas langkah pemerintah.
Partai oposisi di statemennya yang dirilis hari Senin meminta parlemen mencegah diratifikasinya draf undang-undang usulan pemerintah yang membatasi aktivitas lembaga masyarakat dan organisasi non pemerintah (NGO). Namun ternyata seruan mereka tidak diperhatikan dan akhirnya draf usulan pemerintah diratifikasi parlemen.
Hun Sen, perdana menteri Kamboja menyebut draf terbaru pemerintah terkait organisasi non pemerintah sebagai jaminan atas kepentingan rakyat dan hak anggota organisasi itu sendiri. Ia meyakini bahwa transparansi aktivitas organisasi non pemerintah akan menjamin hak-hak anggotanya, namun kubu anti undang-undang baru menyebutnya membatasi aktivitas organisasi ini dan mereka memprotes undang-undang tersebut.
Kubu anti draf tersebut, menilai sejumlah butirnya bertentangan dengan kebebasan aktivitas organisasi non pemerintah. Berdasarkan draf undang-undang terbaru usulan pemerintah, organisasi non pemerintah untuk selanjutnya harus mendaftarkan kewarganegarannya di Kamboja dan setiap tahun harus memberikan laporan terkait aktivitas serta kondisi finansialnya kepada pemerintah.
Di Kamboja, negara di era pemerintahan Khmer Merah terjadi beragam kejahatan terhadap warga dan hampir dua juta warga negara ini dibantai karena menentang pemerintah, terdapat ribuan organisasi non pemerintah dan organisasi swadaya masyarakat. Organisasi tersebut selain membela hak-hak warga negara ini, juga membela hak seluruh rakyat di negara Asia Tenggara.
Oleh karena itu, ada sensitivitas tersendiri atas aktivitas organisasi non pemerintah yang menurut data statistik pemerintah mencapai 5000-an. Bahkan sebagian negara dan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengkritik langkah pemerintah Kamboja dan memperingatakan pembatasan aktivitas organisasi non pemerintah di negara ini.
Perdana Menteri Hun Sen, mengingat penentangan luas di dalam negeri dan internasional, tidak mampu mengontrol aktivitas organisasi non pemerintah sesuai yang diinginkannya melalui peratifikasian undang-undang baru. Karena perilisan undang-undang ini di parlemen Kamboja, mengingat absennya kubu oposisi terbesar, dapat memicu tensi politik di negara ini.
Partai Rakyat Kamboja yang diketuai oleh Hun Sen pada pemilu parlemen 28 Juli 2013 untuk keempat kalinya berhasil meraih kursi mayoritas di parlemen. Sebelumnya partai berkuasa ini juga sempat dituding kubu oposisi melakukan kecurangan di hasil pemilu. Hal ini ditandai dengan protes luas partai oposisi pimpinan Sam Rainsy yang membuat kondisi dalam negeri kacau.
Meski aksi demo ini sedikit redam setelah dicapai kesepakatan antara dua partai berkuasa dan oposisi terkait pemilu mendatang, namun protes terhadap pemerintah terkait peratifikasian sejumlah undang-undang di parlemen masih terus berlanjut. Padahal negara miskin di Asia Tenggara ini membutuhkan ketenangan dan stabilitas untuk mencapai kemajuan dan pembangunan.