Sheikh Hamad bin Isa Al Khalifa, raja Bahrain Sabtu (2/7) menandatangani vonis yang dirilis terkait pencabutan kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim.
Rezim Al Khalifa mengabaikan tuntutan dunia soal pembatalan pencabutan kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim, ulama terkemuka Bahrain. Sikap rezim ini yang mendukung vonis zalim tersebut dimaksudkan untuk melancarkan kebijakan represif dan monopolinya di negara ini.
Departemen Dalam Negeri Bahrain pada 20 Juni 2016 mengumumkan pencabutan kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim. Vonis tersebut membutuhkan persetujuan raja untuk dilaksanakan.
Raja Bahrain dengan bersandar pada undang-undang kewarganegaraan yang diratifikasi tahun 1963 dan revisi dua butir, masing-masing butir kedelapan dan kesepuluh serta bersandar pada arahan Dewan Nasional, menandatangani vonis pencabutan kewarganegaraan Sheikh Isa Qassim.
Bahrain setelah amandemen undang-undang tahun 2014 dengan mudah mencabut kewarganegaraan setiap warganya yang aktivitasnya dinilai mengancam kepentingan nasional kerajaan Bahrain. Hal ini mengindikasikan bahwa rezim Al Khalifa hanya memikirkan kelanggengannya dan undang-undang negara ini jelas-jelas melanggar konvensi internasional.
Langkah rezim Al Khalifa mencabut kewarganegaraan oposisi dilakukan di saat berdasarkan butir 15 piagam Hak Asasi Manusia (HAM) PBB disebutkan bahwa seluruh individu memiliki hak kewarganegaraan serta tidak ada yang berhak menghapus hak tersebut secara semena-mena.
Dalam hal ini, pencabutan kewarganegaraan oposisi di Bahrain termasuk ulama terkemuka negara ini bertentangan dengan deklarasi HAM Dunia yang mengakui hak pasti kewarganegaraan seseorang serta pencabutan kewarganegaraan tidak memiliki legalitas hukum sama sekali.
Pejabat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara transparan berulang kali menyebut kebijakan pemerintah Manama mencabut kewarganegaraan oposisi khususnya Sheikh Isa Qassim, salah satu pemimpin gerakan rakyat sebagai langkah yang tidak dapat dibenarkan.
Dalam hal ini, Ravina Shamdasani, juru bicara kantor hak asasi manusia PBB dalam sidang di Jenewa hari Selasa (21/6) mengatakan, Tindakan pencabutan kewarganegaraan yang dilakukan tanpa proses hukum terhadap ulama terkemuka Bahrain, Sheikh Isa Qassim, tidak bisa dibenarkan, dan termasuk keputusan yang terang-terangan melanggar hak dan keliru.
Transformasi Bahrain menunjukkan kondisi politik negara ini semakin kacau menyusul berlanjutnya aksi-aksi tak terpuji dan brutal rezim Al Khalifa. Sejatinya rezim Al Khalifa melalui kebijakannya meningkatkan represi berencana memadamkan setiap suara protes di Mamana.
Pelanggaran HAM di Bahrain oleh rezim Al Khalifa sangat transparan, bahkan siapa saja yang menyaksikan hanya sekejap akan menyadari hal ini serta merasa muak menyaksikannya. Hal ini dapat disaksikan secara transparan di laporan delegasi dan lembaga HAM terakit Bahrain.
Disebutkan bahwa rezim Bahrain menerapkan kebijakan standar ganda terkait kewarganegaraan, karena sejumlah warga asing dengan mudah diberi kewarganegaraan Bahrain serta sejumlah kewarganegaraan rakyat negara ini dicabut.
Isu pencabutan kewarganegaraan rakyat Bahrain dan pemberian kewarganegraan warga asing di Bahrain didasari motif politik dan tujuannya adalah mengubah demografi masyarakat negara ini demi ketamakan monopoli rezim Al Khalifa.
Kebijakan rezim Al Khalifa ini mengingatkan aksi rezim Zionis Israel di bumi Palestina pendudukan. Di kasus ini, rezim Al Khalifa memberi kewarganegaraan warga asing dengan syarat mereka mendukung rezim despotik ini, sebaliknya warga pribumi Bahrain yang menentang kebijakan rezim diusir dari tanah air mereka. (MF)