Hal ini lantaran para employer lebih memiliki kecenderungan untuk mempekerjakan para pegawai wanita yang tidak mengenakan hijab.
Kota Telegraph pada hari Kamis kemarin melaporkan, para anggota Parlemen Inggris Inggris memperingatkan bahwa wanita muslim yang mengenakan hijab pada umumnya pasti ditolak ketika melalui proses penerimaan pegawai. Masalah ini sekarang telah menjadi sebuah isu yang “bisa diterima oleh masyarakat”.
Sekalipun demikian, Dewan Rakyat Inggris mengakui, para employer menilai para pegawai wanita berhijab sebagai pegawai yang “lemah dan taat”.
Komite Urusan Wanita dan Persamaan Dewan Rakyat Inggris melaporkan, sebagian wanita muslim terpaksa harus menanggalkan hijab hanya dengan tujuan supaya bisa memperoleh sebuah pekerjaan yang layak.
Para employer melakukan pengorekan data secara ilegal ketika melakukan interview terhadap wanita berhijab. Mereka menanyakan tentang kondisi sipil, jumlah anak, dan apakah berniat untuk memiliki anak.
Laporan Dewan Rakyat ini juga menekankan supaya tingkat pengangguran yang tinggi di kalangan masyarakat muslim Inggris segera dikoordinasi dan ditangani.
Menurut data terbaru, warga muslim yang tidak memiliki pekerjaan berjumlah dua kali lipat dibandingkan dengan warga nonmuslim.
Menurut pengakuan Maria Miller, ketua Komite Urusan Wanita dan Persamaan tersebut, setiap warga di negara ini mengikuti undang-undang yang sama. Wanita muslim sebagaimana wanita-wanita yang lain berhak menentukan bentuk pakaian mereka dan tidak boleh memperoleh perlakuan diskriminatif lantaran pakaian ini.