#beritadunia.net Suara Sayyid Ali Rabbani tiba-tiba tercekat. Sejenak dia terdiam setelah sebelumnya menceritakan bagaimana Imam Husain bin Ali bin Abi Thalib, tetap mendirikan Shalat secara berjamaah pada malam 10 Asyura. Shalat diikuti oleh anak-anaknya, para ponakannya (anak-anak saudaranya, Imam Hasan) serta beberapa sahabat dan pengikut setianya.
Setelah mengambil nafas yang panjang, Sayyid Ali melanjutkan kisahnya. Malam itu, Imam Husain mengumpulkan seluruh sahabat serta anggota keluarganya di dalam tenda utama. Kala itu, mereka sudah dalam kondisi terkepung oleh puluhan ribu pasukan Yazid bin Muawiyah, dan dalam kondisi kehausan karena akses mereka ke sungai terdekat diboikot.
Imam Husain lalu menyampaikan bahwa besok, peperangan akan terjadi dan akan banyak yang menjemput kematian. Qasim, salah satu putra Imam Hasan yang masih belasan tahun lalu berkata, “Apakah besok aku juga akan syahid?”, Imam Husain menanggapi pertanyaan keponakannya, “Puteraku, bagaimana kematian itu dalam pandanganmu?”. Ia menjawab, “Kematian bagiku, lebih manis dari madu.” Imam Husain lalu menjawab, “Iya, puteraku, besok, kamu juga akan meraih kesyahidanmu.”
Kisah yang disampaikan Sayyid Ali Rabbani ini spontan membuat jemaah yang menghadiri majelis Asyura, menangis tersedu-sedu. Tangis mereka semakin menjadi-jadi ketika narasi dilanjutkan, saat bagaimana ribuan prajurit tanpa perasaan membantai Qasim bin Hasan yang maju ke medan laga seorang diri. Seorang remaja berwajah tampan yang mirip dengan ayahnya, Imam Hasan, cucu Nabi Muhammad Saw, kini tak bernyawa, tergeletak bersimbah darah di Padang Karbala.
Selama hampir satu jam, Sayyid Ali Rabbani membawakan narasi tragedi Karbala. Meski dia berkebangsaan Iran, namun bahasa Indonesianya sangat fasih.
Usai menyelesaikan narasi tragedi Karbala, Sayyid Ali yang merupakan salah satu Qari dari Iran ini, memimpin Doa Ziarah Imam Husain, semacam doa untuk menyatakan kesetiaan terhadap perjuangan Imam Husain, dan menyatakan berpaling dari orang-orang yang memerangi Sang Imam di Karbala, pada 10 Muharram 60 Hijriyah lalu.
Ziarah ini ditutup dengan sujud bersama, sembari memohon kepada Allah Swt, agar bisa mendapatkan syafaat dari Nabi Muhammad Saw dan para keluarganya, termasuk Imam Husain. Muslim Syiah meyakini, para Ahlulbait Nabi Saw yang berjumlah 12 orang, termasuk Imam Husain, kelak akan menemui para peziarahnya dan memberikan mereka syafaat di hari akhir kelak.
Jurnalis Berita Kota Kendari, diperkenankan mengikuti ritual yang digelar di Hotel Qubra, Kendari, Selasa (11/10), yang bertepatan dengan 10 Muharram itu. Acara yang dihadiri sekitar seratusan muslim Syiah dari seluruh Sulawesi Tenggara ini, dibuka sekitar pukul 13.00 dan berakhir tiga jam kemudian.
Meski demikian, ritual ini sempat mendapatkan protes dari puluhan orang yang merupakan aktivis Anti-Syiah. Namun protes mereka tak membuat ritual Asyura di dalam hotel sampai terganggu. Seluruh ritual berjalan dengan lancar dan khidmat dari awal sampai selesai.
Ratusan aparat gabungan Polri dan TNI pun terus melakukan pengamanan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Apalagi, jumlah jamaah Syiah yang ikut dalam acara itu terbilang sedikit. Itu pun masih terdiri dari perempuan dan anak-anak.
Ketua DPW Ikatan Jemaah Ahlul Bait Indonesia (Ijabi) Sultra, Ustad Nunung Piagi menyesalkan adanya gerakan yang ingin menggagalkan ritual Asyura. “Anda bisa lihat sendiri, bahwa peringatan Asyura ini hanya membacakan narasi tragedi di Karbala dan doa bersama. Apanya yang dipersoalkan? Apa salah jika kami memperingati kesyahidan Imam Husain?” kata Ustad Nunung.
Dia juga mengatakan, sudah seringkali mengundang tokoh atau warga di luar Syiah untuk melihat langsung ritual Asyura, agar mereka bisa langsung tahu dan memahami esensi dari tradisi ini. “Beda kan kalau kita ikut langsung, daripada hanya mendengar-dengar,” tambahnya.
Di tempat yang sama, Ketua DPW Ahlul Bait Indonesia (ABI) Sultra, Ir Tachrir mengatakan setiap tahun peringatan Asyura yang digelar komunitas Syiah memang selalu mendapat penentangan dari ormas-ormas tertentu. Itu terjadi karena adanya perbedaan pemahaman antara Syiah dan golongan tersebut dalam beberapa hal, termasuk ritual Asyura.
Ketua Formasi Sultra, Muhammad Ridwan Zainal juga menambahkan bahwa pemerintah sebaiknya memfasilitasi dialog antarmazhab untuk mendorong toleransi antarsesama. Yang jelas, kata Ridwan, antara Syiah dan Sunni, persamaannya masih jauh lebih banyak dibandingkan perbedaannya.
Sementara di luar hotel, pihak MUI Sultra dan Muhammadiyah juga ikut memberikan penjelasan. Mereka mengatakan, Syiah itu ada yang sesat, dan ada juga yang tidak. IJABI dan ABI, yang merupakan Ormas penggagas Asyura di Kota Kendari, tidak termasuk dalam golongan yang disesatkan. Mereka adalah pengikut Syiah Imamiyah yang diakui sebagai salah satu mazhab resmi dalam Islam.
Juga disebutkan, bahwa ritual Ahlulbait sebenarnya sangat kental dengan tradisi orang Sultra sendiri. Tiang keraton Buton yang berjumlah 12, sebenarnya merujuk pada keyakinan Syiah Imamiyah yang memiliki 12 orang Imam atau pemimpin umat.
Berdasarkan pantauan jurnalis Berita Kota Kendari, pengamanan itu dihadiri Komandan Kodim (Dandim), Letnan Kolonel (Letkol) Kafleri Eko Hermawan serta Kapolres Kendari, AKBP Sigit Hariadi.
Dari penelusuran di internet, tradisi Asyura memang menjadi salah satu ritual besar dalam tradisi Muslim Syiah. Populasi jumlah Muslim Syiah di seluruh dunia diperkirakan mencapai 150 juta sampai 200 juta orang, termasuk 2,5 juta orang di Indonesia. Setiap tahunnya, diperkirakan 20 juta muslim Syiah dari seluruh dunia melakukan ziarah ke makam Imam Husain yang terletak di Karbala, Irak.
Dalam Risalah Amman yang dihadiri ratusan ulama dan para pemimpin negara, disepakati bahwa Syiah Imamiyah dan Syiah Zaidiyah merupakan bagian dari keanekaragaman mazhab dalam Islam. Dari total pemeluk Syiah, kebanyakan merupakan Syiah Imamiyah dan sisanya adalah Syiah Zaidiyah, yang ajarannya lebih mirip dengan Sunni.
Menurut Prof Dr KH Quraish Shihab, perbedaan mendasar Sunni dan Syiah hanya terletak pada imamah atau kepemimpinan. Syiah hanya mengakui kepemimpinan Ali bin Abi Thalib sepeninggal Rasulullah Saw, dan dilanjutkan oleh sebelas keturunannya, termasuk Imam Husain. Karena itu, mereka disebut Syiah Ali atau pengikut Imam Ali.