Seperti yang dikethahui, Viral tagar #2019GantiPresiden di media sosial.. Hal tersebut secara tidak langsung mengungkapkan ingin adanya pergantian presiden untuk periode 2019-2024 mendatang. Upaya itu pun dinilai sebagai manuver untuk menjatuhkan Joko Widodo di Pilpres 2019
Karena tengah ramai diperbincangkan, sejumlah politisi pun memberikan tanggapan mereka mengenai hashtag tersebut.
Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Romahurmuziy (Romi) menganggap jika tagar tersebut adalah hal yang biasa dalam demokrasi. Karena menurutnya, pertarungan 2019 sudah mencuat hanya dua kutub saja.
“Jadi pasti yang melontarkan tagar itu adalah lawan-lawan politik Pak Jokowi dan itu hal yang biasa, demokrasi,” jelas Romi di Ruang Fraksi PPP, Gedung DPR RI, Rabu (4/4/18).
Tetapi pada sisi yang lain, sambung Romi, tentu PPP tetap memiliki keyakinan bahwa pemerintah di bahwa kepemimpinan Presiden Jokowi adalah pemerintahan yang memiliki tonggak kesuksesan.
“Kalau tagar yang kemarin itu seperti yang sudah diumumkan, maka kita juga punya tagar yang lain, yaitu lanjutkan 212,” tambahnya.
Ramainya tagar tersebut, ternyata juga disambut positif oleh Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Fadli Zon. Fadli mengatakan jika dirinya juga mendukung gerakan ganti presiden 2019 tersebut. Pendapatnya, memang sudah saatnya Indonesia mengganti presiden untuk 2019.
Fadli juga menyampaikan alasan dirinya mendukung pergantian presiden, karena pemerintahan Jokowi telah dinilai gagal olehnya. “Ya memang sudah gagal kan. Kalau dari kacamata kami ya memang sudah gagal,” kata Fadli.
Sementara, Wakil Sekretaris Jenderal DPP PKB Daniel Johan mengungkapkan bahwa tagar yang menjadi hiruk pikuk tersebut, dianggapnya tidak memiliki substansi. Menurutnya, harusnya yang menjadi masala utama lebih kepada persoalan rakyat.
“Karena sebenarnya persoalan substansi adalah kita mengangkat persoalan rakyat, apa yang masih kurang dari rakyat, apa yang menjadi harapan rakyat, apa yang menjadi keluhan rakyat itulah yg menjadi fokus utama,” jelas Daniel, di Gedung DPR RI, Rabu (4/4).
Sehingga, lanjut Daniel, jika memang ada perbaikan atau masukan untuk pemerintahan yang sekarang, bisa menjadi masukan yang konstruktif.
Sementara itu, Badan Pengawas Pemilu tidak menganggap gerakan bertagar #2019GantiPresiden sebagai kampanye. Menurut anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar, tagar #2019GantiPresiden yang beredar di media sosial merupakan bagian dari ekpresi masyarakat yang tidak bisa dibatasi.
“Itu bagian dari ekpresi masyarakat. Tidak bisa membatasi orang untuk mengemukakan pendapatnya,” kata Edward di gedung KPU, Jakarta, Kamis, (5/4/18).
Selain itu, Bawaslu saat ini belum bisa mengawasi kampanye presiden, karena baru dimulai pada 23 September mendatang. Jadi, tagar yang selama ini beredar belum bisa juga dikategorikan sebagai kampanye. Ditambah, calon presiden saat ini juga belum ada.
Pelanggaran sebelum masa kampanye presiden akan dilihat malalui Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik. Jika ada informasi yang dianggap pelanggaran, kata Edward, akan ditindak sesuai dengan undang-undang tersebut.
“Masa kampanye belum jalan. Sebelum tahapan itu dimulai, Bawaslu belum bisa melakukan penindakan. Ini kebebasan untuk berekspresi,” ucapnya.