Padamnya Pelita Termuda Ahlul Bait as

Rate this item
(0 votes)
Padamnya Pelita Termuda Ahlul Bait as

Suatu hari Makmun, khalifah Abbasiah melewati sebuah gang dan anak-anak yang tengah bermain lari ketakutan ketika melihat mahkota di kepala Makmun. Hanya ada satu anak yang tinggal dan tidak menunjukkan rasa takut. Makmun kemudian mendatangi anak tersebut dan bertanya kepadanya, mengapa kamu tidak seperti anak yang lainnya lari ketakutan? Dan tidak pula minggir dari jalanku?

Anak tersebut dengan berani menjawab, "Aku tidak melakukan sebuah kesalahan, sehingga aku harus takut akan hukuman! Jalan ini pun bagi khalifah tidak sempit untuk melewatinya sehingga aku harus minggir. Kamu bisa lewat di mana saja yang kamu inginkan! Makmun yang heran dengan ucapan rasional dan terang-terangan anak kecil tersebut bertanya, Kamu siapa sebenarnya? Anak kecil itu menjawab, "Aku Muhamad bin Ali bin Musa bin Jakfar bin Muhamad bin Ali bin Husein bin Abi Thalib as."

“Ilmu pengetahuan apa yang telah kau warisi?” tanya Makmun. Imam menjawab, “engkau dapat menanyakan berita langit dan bumi kepadaku!” Makmun pergi meninggalkan Imam Jawad as dan melanjutkan perjalanannya. Seekor elang putih berada di atas tangan khalifah digunakan untuk berburu. Lalu Makmun melepaskan elang itu untuk mencari buruan. Untuk sekian saat, elang itu hilang dari pandangan dan tak lama kemudian, elang tersebut kembali dengan membawa ular hidup. Makmun menyimpan ular itu di suatu tempat. Lalu dia berkata pada para pengawalnya, “kini kebinasaan anak itu akan jatuh di tanganku!”

Kemudian makmun kembali melalui jalan yang tadi dilewatinya. Di tempat itu ia melihat Imam Jawad as sedang berada di antara anak-anak. Imam dipanggil dan ditanya, “engkau katanya tahu berita langit dan bumi?” Imam berkata: “Aku mendengar dari ayahku dan kakek-kakekku mendengar dari Rasul, dan Rasul dari Jibril, dan dari Tuhan, bersabda, antara langit dan bumi terdapat laut berombak besar yang di dalam laut itu terdapat banyak ikan. Raja memburu ikan itu dengan elang putih mereka. Elang tersebut kemudian membawa tangkapannya kepada raja. Sang raja pun mengambilnya untuk menguji keturunan nabi dan pengganti Rasulullah Saw.” Mendengar jawaban itu, Makmun berkata, “engkau dan ayah-ayah serta kakekmu dan Tuhanmu semua benar.”

Imam Jawad as juga dikenal sebagai Imam termuda Syiah. Beliau menerima tampuk imamah saat masih anak-anak. Meski banyak pengikut Ahlul baik yang hatinya lemah mempertanyakan keimamahan Imam Jawad yang masih kecil, tapi kondisi beliau mengingatkan kondisi Nabi Isa as yang diangkat sebagai nabi saat masih bayi dan kenaiban Nabi Sulaiman as setelah Nabi Dawud as.

Imam Jawad as dilahirkan pada tahun 195 Hijriah di kota Madinah. Imam Jawad as sejak kecil hingga menginjak usia remaja telah dikenal akan keilmuan, kefasihan, kesabaran dan ketakwaan. Beliau memiliki kecerdasan dan cara penyampaian yang lugas. Meskipun usianya masih muda belia, tapi dari sisi keilmuan dan keutamaan beliau telah disejajarkan dengan tokoh-tokoh masa itu.

Dalam sejarah disebutkan, saat musim haji sekitar 80 orang ahli fiqih dari Baghdad dan kota-kota lain menuju Madinah untuk bertemu dengan Imam Jawad as. Mereka mencecar Imam dengan pelbagai pertanyaan ilmiah, namun Imam Jawad as dengan tenang dan mantap menjawab semua yang ditanyakan. Kejadian ini memupuskan segala keraguan yang selama ini menggelayut benak mereka.

Saat ini mazhab Ahul Bait tercatat sebagai mazhab paling kaya metode dan aliran keilmuan terpenting di bidang pengetahuan. Saham Imam Jawad as selama 17 tahun keimamahan beliau dalam memupuk dan menjaga warisan ini sangan besar. Imam Jawad as hidup di periode ketika dunia Islam menyaksikan maraknya mazhab Islami dan non Islam serta berbagai ilmu dan teknologi seluruh bangsa mengalami kemajuan, serta berbagai buku asing diterjemahkan ke dalam bahasa Arab.

Di era seperti ini, Imam Jawad meski terhitung muda tidak tinggal diam dan aktif di dialog ilmiah. Sama seperti ayah dan para kakeknya, Imam Jawad aktif menerangkan ajaran Islam dan menyampaikannya kepada masyarakat. Beliau memerankan seorang guru sekaligus pembimbing umat ke arah jalan yang benar. Beliau juga kerap menyelesaikan permasalahan rumit Islam dan memberantas syubhat yang mengotori ajaran murni Islam.

Imam Jawad memang berumur belia saat meninggalkan dunia yang fana. Namun usia 25 tahun yang beliau lewati telah meninggalkan warisan ilmu dan khazanah hikmah yang tak terbatas. Sejarah menyebutkan nama 150 orang yang pernah berguru kepada Imam Jawad as dan mendapat bimbingan beliau. Diantara mereka, nampak nama-nama para tokoh yang dikenal figur besar di bidang keilmuan dan fiqh.

Imam Jawad as punya kepedulian yang besar kepada masalah ilmu dan pendidikan. Beliau pernah berkata, "Tuntutlah ilmu sebab mencari ilmu adalah kewajiban bagi semua orang. Ilmu mempererat jalinan antara saudara seagama dan simbol kemuliaan. Ilmu adalah buah yang paling sesuai untuk hidangan sebuah pertemuan. Ilmu adalah kawan dalam perjalanan dan penghibur dalam keterasingan dan kesendirian."

Orang yang haus kebenaran dan cinta ilmu berbondong-bondong berguru kepada Imam Jawad. Sesuai dengan kapasitasnya, mereka menimba ilmu dari manusia suci ini. Banyak ulama terkenal lahir dari bimbingan Imam Jawad as.

Manusia adalah makhluk sosial dan tanpa interaksi dengan anggota masyarakat, manusia tidak akan pernah mampu mencapai kesempurnaan dan kebahagiaan. Dalam hal ini, kesuksesan manusia tergantung pada persahabatannya dengan orang lain. Kunci kesuksesan para pemuka agama kita, khususnya Rasulullah Saw juga terletak pada hubungan sosial beliau yang kuat dengan masyarakat. Imam Jawad as bersabda, "Bertemu dengan sahabat dan saudara akan mencerahkan hati dan membuatnya bersinar serta mengembangkan akal dan kebijaksanaan manusia, meski pertemuan ini dilakukan sekejap."

Dalam perspektif Imam Jawad as melayani masyarakat adalah karena turunnya rahmat Ilahi kepada manusia, dan jika seseorang lalai dalam hal ini, bisa jadi ia akan kehilangan nikmat Ilahi. Terkait hal ini beliau bersabda, "Nikmat Allah tidak akan banyak diturunkan kepada seseorang kecuali kebutuhan masyarakat kepada orang tersebut sangat banyak. Siapa saja yang tidak berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan ini dan enggan menanggung kesulitannya, maka ia telah kehilangan banyak nikmat Allah Swt."

Imam Jawad as hidup sezaman dengan dua khalifah Bani Abbasiah, Makmun dan Mu`tashim al-Abbasi. Sementara itu, pemerintahan Bani Abbasiah terkenal menyimpang dari ajaran Islam. Mereka hanya menampilkan keislaman secara zahir. Di saat yang sama pemerintahan Bani Abbasiah juga memiliki program terencana untuk mengubah ajaran suci Islam. Sementara itu, sikap anti dan penentangan yang ditunjukkan Imam Jawad terhadap pemerintah berkuasa mendapat reaksi luas. Sikap Imam ini juga menjadi sebab kehidupan beliau senantiasa menghadapi rongrongan dari penguasa.

Imam Jawad seperti para Imam Ahlul Bait lainnya tidak tinggal diam menyaksikan kezaliman dan penyimpangan yang dilakukan penguasa Abbasyiah. Kebenaran terus disampaikan Imam meski kepada masyarakat dalam kondisi yang sesulit apapun. Keberanian, ketegasan dan perlawanan beliau terhadap kezaliman penguasa membuat Bani Abbasyiah tak mampu membiarkan beliau untuk bebas bergerak dan membiarkannya terus hidup. Oleh karena itu, penguasa Bani Abbasiah meneror Imam Jawad di usia yang relatif muda, 25 tahun.

Khalifah Makmun seperti khalifah Bani Abbasiah lainnya takut akan pengaruh spiritual para imam maksum di tengah masyarakat  berusaha untuk mengontrol secara ketat Imam Jawad. Salah satu makar yang diterapkan Makmun adalah menikahkan putrinya "Ummul Fadl" dengan Imam Jawad sehingga khalifah bisa memantau seluruh aktivitas Imam baik itu di laur maupun di dalam rumah.

Alasan lain Makmun adalah menarik Imam Jawad ke kubunya, karena ia beranggapan dengan hubungan ini Imam akan silau dengan kekuasaan sehingga kesuciannya akan rusak dan kemudian pengikutnya akan berantakan serta Makmun pada akhirnya akan semakin kuat. Melalui pernikahan ini, Makmun ingin mengakhiri protes warga terhadap dirinya dan menunjukkan dirinya sangat mencintai rakyatnya.

Imam Jawad dengan baik memahami konspirasi Makmun dan rela menikahi putri penguasa Bani Abbasiah ini. Sejatinya salah satu alasan beliau menerima pernikahan ini adlah untuk menjaga pengikut Syiah dari brutalitas Makmun. Bukti sejarah menunjukkan fakta ini bahwa Makmun gagal mensukseskan konspirasinya tersebut. Imam berada di Madinah hingga akhir pemerintahan Makmun dan setelah kematian Makmun atas instruksi Muktasim Abbasi, bersama istrinya, Imam Jawab pada tahun 220 H pindah ke Baghdad. Imam Jawad diracun pada bulan Dzulqadah tahun 220 H serta dikebumikan di samping kakeknya, Imam Musa Kadhim as.

Read 1109 times