Ketua Umum Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah Haedar Nashir meminta semua pihak untuk menjadikan agama sebagai ajaran yang mencerahkan umat, mengeluarkan dari segalaketertinggalan, kebodohan dan kepura-puraan.
"Dalam konteks kehidupan berkebangsaan, Muhammadiyah mengajak semuanya agarmenjadikan agama lebih dari sekadar ritual dan atribut simbolik," kata Haedar Nashir dalam pidato Kebangsaan Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) di Malang, Jawa Timur, Minggu, 12 Agustus 2018.
Selain itu, Haedar juga minta agar semua komponen menjunjung tinggi nilai-nilai ritual sosialsebagai perekat dalam bermasyarakat, tetapi pada saat yang sama bangsa ini juga harusmenjadi bangsa yang maju dengan dinamis, progresif dan berkemajuan.
Ia juga meminta semangat yang sama hendaknya juga dimiliki para elit politik di negeri ini. Parapemimpin, baik legislatif, eksekutif, yudikatif dan berbagai macam institusi kenegaraan lain, harus menghayati dan menjadikan agama sebagai pola pikir dan pola tindak yang terintegrasi antara kata dan tindakan.
"Indonesia tidak mungkin menjadi kekuatan yang baku jika dalam tindakan wakil rakyatnya jauh dan tidak mempraktikkan nilai-nilai agama," tuturnya.
Haedar menambahkan meski para tokoh dan umat beragama sering begitu indah menyuarakan ukhuwah, kerukunan, persatuan, persaudaraan, perdaiamaian, toleransi dan nilai-nilai luhur agama pada ritual-ritual sosial, ternyata hal ini tidak mudah ditegakkan dalam kehidupan berpolitik, berekonomi, berbangsa dan bernegara.
"Manakala masuk ke ranah politik dan kekuasaan, satu sama lain bisa jadi saling menerkam, buas dan rakus. Pada saat itulah agama dan Tuhan menjauh dari tokohnya dan dari umatnya," ucapnya.
Bagi Muhammadiyah, lanjutnya, negara dan pemerintahan harus benar-benar berdaulat termasuk dari hegemoni politik oligarki. Indonesia harus jadi milik semua jangan jadi milik segelintir orang atau kelompok tertentu seperti apa yang dipesankan Presiden pertama RI, Soekarno.
"Kita mendirikan suatu negara buat semua, bukan buat satu orang, bukan buat satu golongan, tetapi semua bagi semua," ucapnya.
Sementara itu, Rektor UMM Fauzan menyampaikan ruh pemaknaan kemerdekaan bagi bangsa ini telah dilakukan jauh sebelum Indonesia merdeka. Dia adalah Kyai H. Ahmad Dahlan pendiri organisasi Muhammadiyah.
"Beliau yang dalam awal gerakannnya telah memilih pendidikan dan kesehatan sebagai amal nyata yang bertujuan untuk mengedukasi masyarakat dan bangsa Indonesia agar dapat hidup merdeka," urainya.
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Prof Muhadjir Effendy mengapresiasi acara Pidato Kebangsaan menjelang perayaan HUT ke-73 Kemmerdekaan RI, karena acara ini dapat menjadi ruang untuk menyatukan pandangan bagaimana hidup berbangsa dengan keragaman.
"Marilah Muhammadiyah memolopori tradisi keberagaman bangsa dengan mengisi
kemerdekaan," ujarnya.
Pemuka agama Konghucu Bunsu Anton Triyono juga menyampaikan penghargaannya atas acara ini. Ia mengemukakan keberagaman merupakan hal yang penting untuk selalu dibina.
Bunsu Anton Triyono menuturkan saat ini Konghucu menjadi agama yang paling sedikit pengikutnya, yakni hanya 3 persen di Indonesia. Meski demikian, kehadirannya telah diakui di Indonesia.
"Saya sangat berterima kasih kepada presiden ke-empat, yakni Gus Dur yang telah mengembalikan identitas kami sebagai warga negara yang diakui Indonesia," katanya.
Pidato Kebangsaan yang bertema "Meneguhkan Nilai-Nilai Kebangsaan yang Berkemajuan Menyongsong Indonesia Emas" dalam rangka menyambut HUT ke-73 RI itu dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Bupati Malang, tokoh Naudlatul Ulama, tokoh agama Katolik, Budha, Hindu, Konghucu, Penghayat Kepercayaan, dan Kristen.