Setelah beberapa hari berlalu sejak teror terhadap komandan Hizbullah, Mohammed Ali Younes, media-media Lebanon menduga kuat ada keterlibatan dinas intelijen rezim Zionis Israel, Mossad dalam kejahatan ini.
Mohammed Ali Younes hari Sabtu (5/4/2020) gugur diteror di selatan Lebanon. Komandan Hizbullah ini diketahui bertugas mengejar orang bayaran dan mata-mata Israel.
Meski sampai kini informasi akurat terkait teror Ali Younes masih ditutup-tutupi oleh Israel, namun surat kabar Al Quds Al Arabi menulis, sampai sekarang belum terungkap apa motif teror Mohammed Ali Younes, tapi sikap Hizbullah yang mengucapkan duka cita dan selamat atas kesyahidan komandannya itu menunjukkan adanya kaitan antara teror ini dengan operasi keamanan Hizbullah.
Sepertinya teror Mohammed Ali Younes juga ada kaitannya dengan perkembangan yang terjadi di Lebanon dalam sebulan terakhir. Bulan lalu, salah satu orang bayaran Israel di Lebanon, Amer Al Fakhoury dibebaskan dari penjara karena desakan Amerika Serikat, dan dibawa ke negara itu.
Pada kenyataannya, pemindahan Amer Al Fakhoury ke Amerika dilakukan secara ilegal, dan tanpa sepengetahuan pemerintah Lebanon.
Hal ini memunculkan dugaan bahwa Amerika dibantu kelompok penentang Hizbullah di Lebanon, dan Israel dalam melakukan aksinya. Sejumlah pengamat meyakini, pemindahan ilegal Amer Al Fakhoury ke Amerika, kemudian tuduhan bahwa Hizbullah telah melakukan transaksi, sebenarnya adalah perang keamanan dan intelijen yang dilancarkan terhadap Hizbullah.
Ali Al Amin salah seorang jurnalis surat kabar Nida Al Watan, mengungkap kaitan teror Mohammed Ali Younes dengan kasus spionase mata-mata Israel di Lebanon, Amer Al Fakhoury. Menurutnya, Hizbullah sudah terjun ke dalam sebuah perang keamanan dan intelijen lunak.
Pendapat lain menyatakan bahwa Israel sedang berusaha menjebak Hizbullah untuk terjun ke dalam sebuah perang fisik. Indikasinya, pembebasan Amer Al Fakhoury tidak berhasil memprovokasi Hizbullah untuk perang, karena kelompok ini memilih bersabar. Maka dari itu teror Mohammed Ali Younes dilakukan agar Hizbullah bereaksi dan memulai perang.
Al Quds Al Arabi menulis, teror Mohammed Ali Younes menegaskan dugaan adanya konspirasi untuk memprovokasi Hizbullah dan anggotanya serta mendorong kelompok itu untuk melakukan balas dendam terhadap Israel, dan orang bayarannya di Lebanon.
Di sisi lain, Benjamin Netanyahu yang gagal membentuk kabinet bersatu, memilih opsi perang untuk menekan rival-rival politiknya serta membuka kembali peluang pembentukan kabinet baru. Hal ini pernah dilakukan Netanyahu sebelumnya, ia melancarkan perang terhadap kelompok perlawanan di Palestina dan Lebanon untuk memenangkan pemilu parlemen Israel.
Sementara pendapat berikutnya memandang pembebasan Amer Al Fakhoury, disusul teror Mohammed Ali Younes adalah fitnah terhadap Hizbullah untuk menyulut kekacauan baru di Lebanon.
Para penentang Hizbullah di dalam dan di luar Lebanon terutama Israel gagal meraih tujuan politiknya di Lebanon baik melalui pemilu maupun kerusuhan, dan berusaha kuat mencegah terbentuknya sebuah kabinet yang pro-Hizbullah.
Oleh karena itu, teror dan fitnah terhadap Hizbullah, juga upaya menyulut kerusuhan diharapkan bisa menjerumuskan kembali Lebanon ke dalam instabilitas yang ujung-ujungnya dapat menekan Hizbullah.
Israel khususnya sejak medio tahun 2018 demi membalas kekalahannya, mulai meningkatkan teror terhadap pejabat dan komandan kelompok perlawanan Palestina. Surat kabar Haaretz, Agustus 2018 menulis, Israel bermaksud mengulang skenario teror petinggi kelompok perlawanan daripada melancarkan operasi militer.
Pada 12 November 2019, Baha Abu Al Ata, salah satu komandan Jihad Islam Palestina gugur diteror Israel, dan skenario yang sama kali ini digunakan pada Hizbullah, sebagaimana yang kita saksikan baru-baru ini Israel meneror Mohammed Ali Younes.