Gerakan Jihad Islam Palestina menganggap normalisasi hubungan dengan rezim Zionis Israel sebagai sebuah goresan bagi raga perjuangan rakyat Palestina dan hak-hak mereka.
Hal itu disampaikan dalam sebuah pernyataan untuk memperingati Perang Enam Hari 1967 ke-53 yang jatuh pada Jumat kemarin (5/6/2020). Rakyat Palestina mengenang Hari Naksa sebagai hari kehilangan tanah airnya.
Jihad Islam Palestina, seperti dikutip situs al-Ahed, menekankan bahwa upaya untuk menormalisasi hubungan dengan rezim Zionis bertentangan dengan tuntutan dan konsensus masyarakat negara-negara Arab dan Islam.
"Perang Enam Hari adalah Hari Nakbah lain yang membuat jantung Arab dan kaum Muslim kembali terpukul karena kelemahan negara-negara Arab. Ini menyebabkan pendudukan penuh Quds dan banyak daerah lain di Palestina dan tanah negara-negara Arab," ungkapnya.
Menurut statemen Jihad Islam, isu Palestina berada pada fase yang berbahaya. Israel memanfaatkan kelemahan, normalisasi, dan kehinaan beberapa negara Arab untuk mengejar program-programnya.
Jihad Islam Palestina menegaskan bahwa Quds akan tetap mempertahankan identitas Arab dan Islam-nya di tengah semua konspirasi, goresan, dan perselisihan.
"Tekad warga Quds untuk melanjutkan aksi unjuk rasa di sekitar Masjid al-Aqsa dan melawan tindakan rezim Zionis merupakan bukti yang jelas tentang perlunya pemenuhan hak-hak mereka," tandasnya.