Menjelang penarikan pasukan AS dari Afghanistan pada September 2021, negara adidaya ini melakukan banyak kejahatan HAM di Afghanistan selama hampir dua dekade terakhir. Artikel ini akan menelisik jejak kelam tersebut.
Amerika Serikat menginvasi Afghanistan pada 7 Oktober 2001 tidak lama setelah serangan teroris 11 September 2001, yang menyerang menara kembar World Trade Center di New York City, dengan dalih memerangi al-Qaeda dan Taliban.
Selama dua dekade kehadirannya yang gagal di Afghanistan, Amerika Serikat telah melakukan banyak kejahatan terhadap kemanusiaan di negara itu yang tidak akan pernah terhapus dari ingatan sejarah rakyat Afghanistan.
Berbagai bukti faktual menunjukkan bahwa militer AS melakukan kejahatan perang, terutama selama 2003 dan 2004, dan beberapa kejahatan yang berlanjut hingga 2014.
Tidak hanya itu, beberapa kasus yang disebut sebagai kesalahan perang AS di Afghanistan harus ditambahkan ke dalam daftar kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan AS di negara Asia Selatan ini.
Pembunuhan yang dilakukan tentara AS terhadap tujuh belas warga sipil Afghanistan di distrik Panjwai Kandahar dan tubuh mereka dibakar pada 11 Maret 2012. Serangan udara AS di Médecins Sans Frontières di Kunduz pada 2015. Serangan militer terhadap pesta pernikahan di wilayah timur Afghanistan, dan penyiksaan tahanan di penjara rahasia Afghanistan, termasuk Penjara Bagram, menjadi salah satu tindakan kriminal militer AS yang selalu menuai kritik keras dari organisasi hak asasi manusia AS.
Menyusul permintaan berulang kali dari organisasi hak asasi manusia independen di dalam dan di luar Afghanistan untuk menyelidiki kejahatan perang yang dilakukan oleh pasukan asing di Afghanistan, Mahkamah Pidana Internasional (ICC) pada 5 Maret 2020 sepakat untuk menyelidiki kejahatan perang dan kemanusiaan yang dilakukan pasukan AS di Afganistan. Oleh karena itu, akan dilakukan penyelidikan terhadap kejahatan AS di Afghanistan sejak 1 Mei 2003, termasuk kemungkinan peran pasukan AS di Afghanistan dalam kejahatan tersebut.
Menurut Jaksa Mahkamah Pindana Internasional (ICC) Fatou Bensouda, ada informasi tentang militer AS dan pasukan intelijen di Afghanistan yang menunjukkan bahwa mereka telah melakukan tindakan penyiksaan, kekerasan, penistaan kehormatan, pemerkosaan dan kekerasan seksual terhadap tahanan yang terkait dengan perang di Afghanistan, dan berbagai kasus lain, terutama yang terjadi pada tahun 2003 dan 2004.
Mengenai tindakan tidak manusiawi AS selama dua dekade kehadiran destruktifnya di Afghanistan, beberapa di antaranya dapat disebutkan sebagai contoh tindakan kriminal tersebut. Pada 13 April 2017, Angkatan Udara AS untuk pertama kalinya menggunakan bom non-nuklir terbesarnya di kota Achin di provinsi Nangarhar, yang mendapat reaksi negatif keras dari Afghanistan dan masyarakat internasional.
Presiden Afghanistan waktu itu, Hamid Karzai menyatakan, serangan ini bukan hanya pelanggaran terhadap kedaulatan nasional Afghanistan, tetapi juga tidak tidak menghormati tanah dan tidak lingkungan hidup negara ini, dengan konsekuensi yang mengerikan selama beberapa dekade mendatang. Menurut para ahli, di daerah Achin Nangarhar, yang menjadi sasaran bom terbesar di dunia oleh militer AS, penduduknya akan menderita akibat bom ini selama 50 tahun ke depan.
Pada 21 Agustus 2008, militer AS membom desa Azizabad di kota Shindand yang menewaskan lebih dari 90 warga sipil Afghanistan.
Kemudian, pada tanggal 5 November 2008, pejabat Kandahar mengumumkan bahwa militer AS telah menyerang sebuah pesta pernikahan di Shah Wali Kot, menewaskan 37 warga sipil dan melukai puluhan lainnya.
Ketidakperdulian AS atas tanggung jawabnya dalam berbagai serangan militer di Afghanistan, terutama dalam perang melawan terorisme, telah menyebabkan Afghanistan menghadapi fenomena terorisme Daesh dalam beberapa tahun terakhir.
Selain menghadapi Taliban, rakyat Afghanistan harus berhadapan dengan keganasan teroris Daesh yang meningkat justru ketika AS bercokol di negara ini.
Peningkatan setidaknya empat kali lipat penanaman opium dan produksi narkotika serta pasokannya ke berbagai negara dari Afghanistan juga terjadi di tengah masifnya kehadiran pasukan AS di negara itu, yang merugikan tidak hanya Afghanistan, tapi juga masyarakat internasional.
Kehadiran AS di Afghanistan selama dua dekade terakhir penuh dengan berbagai tindakan kriminal dan tidak manusiawi. Tampaknya hanya sebagian yang dapat dituntut dalam hukum internasional dan sebagian besar hanya akan dicatat dalam sejarah.