Situasi politik 2013 diprediksi panas. Berbagai persoalan politik masa lalu yang urung tuntas akan menggumpal bersamaan dengan kompetisi para partai menuju kemenangan Pemilu 2014.
"Di tahun 2013 akan terjadi pertemuan antara berbagai persoalan politik masa lalu dan kompetisi di masa yang akan datang di mana permasalahan-permasalahan politik yang mengambang di tahun 2012 akan menjadi residu politik 2013 dan pada saat bersamaan berbagai persaingan politik, antara lain Pemilu dan Pilpres 2014, akan dimulai di tahun 2013," kata Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari.
Hajriyanto mengatakan, beberapa persoalan politik 2012, termasuk Undang-Undang Pemilu Presiden seperti presidential treshold (PT) akan menggumpal dan menuntut penyelesaian pada 2013.
Menurut dia, partai-partai politik akan "unjuk perasaan" untuk berjuang habis-habisan agar sistem dan format Pilpres yang disepakati dalam undang-undang menguntungkan pihaknya.
"Atau minimal partai akan memastikan bahwa formatnya tidak akan merugikan partai apalagi membahayakan eksistensi dirinya," imbuhnya.
Di sisi lain, menurut dia, Setgab partai-partai koalisi akan menjadi taruhan, sekaligus sandera partai-partai politik anggotanya yang disebutnya akan meradang dengan mengancam tidak akan bergabung dalam Setgab jika kepentingannya tidak diindahkan dan tidak diakomodasi dalam Undang-Undang Pilpres.
Di sisi lain, berbagai skandal korupsi seperti skandal bailout Bank Century, mafia hukum, korupsi Wisma Atlet, dan Hambalang juga menuntut penuntasan.
Rakyat akan memandang kasus-kasus hukum, kasus korupsi, perampokan uang negara, dan kasus penyalahgunaan kekuasaan, mutlak harus diselesaikan setuntas-tuntasnya dan tidak ingin diselesaikan seperti sekarang.
"Secara mental rakyat tertekan sehingga kalau dibiarkan saja terus-menerus justru berpotensi melahirkan ketidakpuasan sosial, dan bahkan frustrasi sosial," kata Hajriyanto.
Dia mengatakan, dalam konteks dan perspektif seperti itu, maka politik Indonesia pada 2013 masih akan sarat isu-isu tersebut. Pergumulun politik akan terus berlangsung dan memanas antara pemain utama yang membentuk konfigurasi kekuatan politik sekarang ini.
"Dialektika dan interplay antara para capres akan mewarnai perpolitikan Indonesia di tahun 2013. Tidak lebih dan tidak kurang," ujarnya.
Hajriyanto menekankan bahwa kewajiban terbesar untuk mengatasi masalah-masalah yang mungkin terjadi pada di 2013 berada di pundak para penyelenggara negara dan para pemimpin politik, mengingat semua kegaduhan sosial, politik dan hukum sekarang ini adalah ulah dari para penyelenggara negara, pimpinan parpol, dan penyelenggara pemerintahan.
"Mereka lah yang melanggar hukum, korupsi, tidak melaksanakan fungsinya dengan baik atau malah melakukan pembiaran, dan mereka pula yang berebut kekuasaan. Maka mereka pula yang paling bertanggungjawab dan berkewajiban mencari solusi atau perbaikan," kata Hajriyanto.
Sebaliknya, rakyat Indonesia telah memenuhi hak-hak dan kewajibannya sebagai rakyat dan atau warga negara. "Tinggal sekarang bagaimana para elite itu berbenah diri," tandanya.
Capres bermunculan
Ketua Divisi Hubungan Eksternal Partai Demokrat Andi Nurpati juga berpendapat situasi politik 2013 akan memanas di mana pertarungan politik akan kian sengit demi memenangkan Pemilu 2014.
Partai Demokrat sendiri, menurut Andi, akan mewujudkan salah satu strategi Partai Demokrat dalam mempersiapkan 2014 yakni merotasi kepengurusan pusat dan memaksimalkan eksistensi kepala desa usungan Demokrat di sejumlah daerah, yang jumlahnya lebih dari 30 persen dari total kepala daerah yang ada.
"Dengan lebih dari 30 persen kepala daerah yang kami usung, maka tekad kami, memenangkan pemilu," ujar Andi.
Andi mengatakan, pada 2013, partai politik akan berlomba-lomba mengumumkan sekaligus mengenalkan nama-nama calon presiden untuk Pemilu 2014.
"Saya kira 2013 akan banyak muncul nama capres dari partai-partai, termasuk dari Demokrat," kata Andi.
Menurut Andi, Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono sendiri telah mengatakan calon presiden dan wakil presiden Demokrat adalah sosok yang didukung masyarakat.
"Beliau tidak menyebutkan nama secara eksplisit, tetapi beliau mengatakan 'Insya Allah' capres dan cawapres Demokrat adalah sosok yang didukung masyarakat. Memang sudah ada gambaran, ada beberapa kriteria, tetapi akan disampaikan pada saatnya nanti," kata dia.
Pelajari Sejarah kepemimpinan Bangsa
Pendidikan politik bagi rakyat untuk bisa secara cermat memilih calon presiden tidak bisa dilepaskan dari situasi politik 2013.
Sosiolog dari Universitas Indonesia Prof Thamrin Amal Tamagola mengatakan, dengan mempelajari sejarah kepemimpinan bangsa, masyarakat dapat mengetahui sosok-sosok calon pemimpinnya, sekaligus terbebas dari krisis kepemimpinan yang saat ini terjadi.
"Tidak bisa lagi penyelesaiannya secara tambal sulam seperti era reformasi saat ini, melainkan diperlukan penyelesaian yang radikal fundamental, yang mencari akar masalah dan solusi, dengan melihat dan mempelajari rahim kepemimpinan bangsa dari periode ke periode," kata Thamrin Amal.
Dengan melihat dan mempelajari rahim kepemimpinan bangsa, maka akan diketahui baik buruknya benih pemimpin yang akan dihasilkan suatu bangsa.
Dan dari pengamatan Thamrin, sejak era sebelum kemerdekaan hingga saat ini, sedikitnya ada lima rahim kepemimpinan.
Pertama, kepemimpinan yang berasal dari kaum pergerakan yang muncul pada awal abad ke-20, dengan ciri-ciri mereka yang tercerahkan dan kemudian mengambil tanggung jawab nasib bangsa.
"Ciri-cirinya mereka dari keluarga sederhana secara materi, namun pengetahuannya sangat luas. Mereka menjadi founding fathers and mother atau perintis, dengan meletakkan landasan bangsa indonesia, menjelajah seluruh literatur dan terus berupaya mencari ilmu pengetahuan," katanya.
Menurut Thamrin, tokoh-tokoh rahim kaum pergerakan antara lain Bung Karno dan Bung Hatta yang di masa mereka, para pemimpin tidak mengharapkan pamrih apa pun dari bangsa.
"Satu-satunya pamrih mereka hanya melihat anak bangsa merdeka secara politik, ekonomi, sosial dan budaya," imbuhnya.
Kedua, akademi militer di mana kepemimpinan bangsa mulai diambilalih para jenderal yang kemudian melahirkan jenderal-jenderal polisi.
"Tapi pada zamannya yang banyak mengambil posisi kepemimpinan adalah Angkatan Darat. Kecenderungan pemimpin militer sangat disiplin dan tegas, dan kalau sudah mendapatkan perintah maka mereka akan lakukan dan harus berhasil, kemampuan disiplin organisasi sangat bagus, karena merencanakan segala sesuatunya," tandasnya.
Ketiga, pemimpin yang dilahirkan dari organisasi pelajar dan mahasiswa, baik dalam maupun luar kampus, yang menghasilkan pemimpin berkarakter.
"Rahim ketiga ini masih berproduksi hingga saat ini. Dulu kelompok Akbar Tandjung cs yang merupakan kelompok aktivis Cipayung termasuk dalam rahim ini," kata dia.
Keempat, rahim bisnis, yang melahirkan pemimpin dari dunia bisnis, mulai dari tingkatan mikro.
"Pemimpin dari rahim ini ahli memimpin perusahaan, contohnya seperti Jusuf Kalla, Aburizal Bakrie dan di DPR ada Bambang Soesatyo. Mereka pintar mengelola manajemen, namun kemampuan manajemen saja tidak cukup, harus ditambah lagi dengan kemampuan lobi, persuasi, mengumpulkan informasi, data dan kemampuan agregasi dan harus mampu mengartikulasikan masalah utama yang terjadi," kata dia.
Dia menyebut pemimpin dari pebisnis cenderung dalam konteks mengejar laba, padahal negara seharusnya mengupayakan pelayanan publik mendasar dalam kesehatan, pendidikan, transportasi dan sebagainya.
Kelima, rahim yang menjadi fenomena terobosan layaknya dilakukan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
"Rahim kelima ini merayap dari perilaku konkrit, memiliki karakter, memiliki kerja untuk rakyat, dan memiliki rekam jejak. Pemimpin itu tidak bisa ujug-ujug, karbitan, melainkan yang sejati harus berakar ke bawah, bukan diorbitkan oleh keluarga tertentu atau pemimpin yang sudah jadi," kata dia.
Dia mengatakan, sejauh ini sosok pemimpin paling ideal adalah dwitunggal Bung Karno dan Bung Hatta, namun sampai saat ini sosok seperti keduanya belum dapat ditemukan kembali.
"Bung Karno itu pemimpin yang sangat paripurna, karena dia punya semua, kecuali kemampuan organisasi dan administrasi, sehingga dia membutuhkan Bung Hatta yang bisa mengambil peran itu," kata Thamrin.