Menurut Kantor Berita ABNA, Seperti burung pipit, meski hanya satu tetes air ingin menyelamatkan kobaran api yang membakar nabi Allah Ibrahim, sekelompok anak muda Makassar mencoba membantu Palestina dengan mengenang 65 tahun Nakba. Ketika menyaksikan negara-negara arab, Liga Arab dan PBB tak kuasa membantu Palestina bahkan menjadi penopang penjajahan Israel sepertinya usaha sekelompok mahasiswa Makassar ini sia-sia. Tapi tidak begitu seloroh Juliadi, moderator peringatan Nakba mengawali acara. Usaha ini tidak akan sia-sia, karena kita adalah para penerus ajaran para nabi, pantang menyerah pada ketidakadilan.
Sekitar 300 mahasiwa dari berbagai organisasi ektra dan intra kampus Makassar menghadiri peringatan Nakba. Acara dibuka dengan bunyi kendang dan suara gitar sekelompok mahasiwa menyanyikan lagu we "will not go down' karya michel heart. Dilanjutkan pembacaan ayat suci al-Quran, pembacaan puisi dan menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Berlanjut dengan dialog publik dimulai oleh Muza Kazhim MA, pengamat Timur Tengah dari Universitas Indonesia. Menurut pengamatanya, usia penjajahan Palestina yang kini sudah 65 tahun disebabkan beberapa hal, pertama adanya upaya manipulasi akademis dari para sejarawan Eropa dan Amerika.
Mereka telah memanipulasi sejarah dengan merekontruksi dan merevisi sejarah Israel berdasarkan ilusi tanah yang dijanjikan. Secara tidak sadar ini mengecoh para akademisi dunia, akan tetapi beberapa cendekiawan seperti Edward Said melakukan perlawanan akademis, dan orang sekaliber Stephen Hawkign pun akhirnya memboikot untuk tidak menghadiri lembaga SimonPeres.
Kedua dari sisi kultural, banyak propaganda disisipkan melalui film cerita maupun dokumenteryang disebarkan ke seluruh dunia. Inilah yang disebut dengan control of mind.
Sisi unik Isu Palestina adalah kesucian tanah masjidil haram, sehingga sampai kapanpun tak akan berubah bagi pemeluk muslim. Karena hal tersebut, membawa dampak dari sisi perlawanan berbeda dengan perlawanan lain yang gampang di telan zaman, seperti perlawanan suku Maya.
Sering kali menurut Musa, kita merasa hebat jika bisa membantu Palestina, seolah kita tidak mempunyai urasan domestik yang lebih penting. Pandangan ini salah, karena sebenarnya dengan menolong orang lain pada dasarnya kita menolong diri sendiri. Pada saat memberi, kita diberi. Orang menyangka dengan membantu Paestina yang nun jauh di sana sia-sia, padahal aktor dibelakang kelanggengan eksitensi Israel adalah sama dengan para perampok emas di Freeport. Mengkritik penjajahan Israel, sama dengan menunjuk hidung AS yang telah merampok emas di Papua.
Pelajaran yang bisa diambil saat kita mencoba menolong Palestina adalah, isu Palestina bisa mempersatukan banyak gerakan baik internal dan antar umat kristen maupun Islam. Dan yang lebih peting menurut Musa, bahwa ketika kita membantu Palestina kita sedang membangun kesadaran pada jalan yang benar, jalan ini selamanya akan kita pilih sebagai bentuk solidaritas kemanusiaan universal.
Sedikit berbeda dengan Idrus Taba, menurutnya kelanggengan penjajahan Israel di bumi Palestina tidak bisa terlepas dari sejarah pertarungan kekuatan kapitalisme melawan sosialisme komunisme. Secara tidak langsung IMF dan Word Bank, sebagai produk kekuatan ekonomi dan NATO sebagai penjaga militer telah melanggengkan penjajahan eksistensi Israel. Kalau di tanya kenapa Israel berhasil menjajah Palestina di era modern ini, jawabanya karena Israel secara ekonomi ditopang oleh kekuatan IMF dan Word Bank, melalui Amerika dan secara militer Israel dilindungi oleh NATO.
Sedangkan Ir. Mujtahid Hashem lebih melihat peran legitimasi hukum Internasional PBB bukan sebagai penyelesai masalah akan tetapi menjadi instrumen kelanggengan penjajahan Israel di bumi Palestina. Palestina yang secara hukum Internasional telah di jamin 3 haknya, hak untu kembali ke tanah air, hak untuk melawan, bahkan dengan senjata, dan hak untuk berdiri secara independen sebebagai bangsa hingga kini hanya menjadi wacana di media. Tujuh juta pengungsi Palestina yang tersebar di seuruh di dunia hingga kini belum kembali. Sehingga peringatan 65 tahun hari duka Palestina menjadi pengingat bagi para pecinta keadilan dan kemanusian menjadi penting. Akan menjadi memori abadi.
Peringatan Nakba tahun ini di Indonesia untuk pertama kalinya diselenggarakan dan dipusatkan di kota Makassar, (15/5) di gedung PKP Universitas Hasanuddin Makassar. Diselenggarakan oleh; APSP (Asian People Solidarity for Palestine), VOP (Voice of Palestine, Indonesia), LISAN, APSP, SCHOLAE, BEM FAPERTA, HMA PNUP, LBH UNIVERSALIA dan GARDA SUCI MERAH PUTIH.