Ayat ke 101
انْظُرُوا مَاذَا فِي السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا تُغْنِي الْآَيَاتُ وَالنُّذُرُ عَنْ قَوْمٍ لَا يُؤْمِنُونَ (101)
Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi. Tidaklah bermanfaat tanda kekuasaan Allah dan rasul-rasul yang memberi peringatan bagi orang-orang yang tidak beriman". (10: 101)
Pada ayat-ayat sebelumnya telah disebutkan bahwa dalil mengenai kekufuran dan keingkaran yaitu tidak digunakannya akal dan ilmu dalam menyikapi ayat-ayat dan tanda-tanda kebenaran Allah. Karena itu ayat ini justru menekankan pada penggunaan akal, berfikir serta memandang secara jeli dan teliti, yang termasuk mukadimah untuk bisa beriman kepada Allah. Dari sisi lain, berdasarkan ayat-ayat sebelumnya, iman haruslah memiliki syarat ikhtiyar dan sekali-kali bukan terpaksa. Karena itu ayat-ayat tadi menekankan untuk berpikir, hingga seseorang melalui pemahaman dan pengetahuannya yang dalam dapat menerima jalan untuk beriman, kemudian memegang teguh dengan konsekuen.
Sudah barang tentu dengan mengkaji sesuatu yang ada di langit dan di bumi, manusia akan merasa takjub menyaksikan berbagai ciptaan Allah di alam raya ini. Hal ini akan membuat manusia tunduk dan berserah diri di hadapan sang Pencipta Yang Maha Esa. Sebagian orang meski telah menyaksikan semua tanda-tanda yang agung dan gamblang ini, namun mereka masih saja tidak mau beriman. Bahkan sebagian masih menuruti keraguan yang mereka bikin-bikin, sehingga mereka tetap terseret dalam keingkaran dan kufur.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Menelaah dan merenungi ciptaan Allah di alam raya ini merupakan cara yang paling wajar dan sederhana untuk bisa mengenal Allah, Sang Pencipta.
2. Dengan menyaksikan ayat-ayat suci Allah, mendengar seruan kebenaran tidaklah cukup, namun kehendak dan hasrat manusia untuk menerima kebenaran itu yang perlu.
Ayat ke 102
فَهَلْ يَنْتَظِرُونَ إِلَّا مِثْلَ أَيَّامِ الَّذِينَ خَلَوْا مِنْ قَبْلِهِمْ قُلْ فَانْتَظِرُوا إِنِّي مَعَكُمْ مِنَ الْمُنْتَظِرِينَ (102)
Artinya:
Mereka tidak menunggu-nunggu kecuali (kejadian-kejadian) yang sama dengan kejadian-kejadian (yang menimpa) orang-orang yang telah terdahulu sebelum mereka. Katakanlah: "Maka tunggulah, sesungguhnya akupun termasuk orang-orang yang menunggu bersama kamu". (10: 102)
Pada ayat-ayat sebelumnya, Allah Swt justru mengajak orang-orang yang menentang agar memperhatikan dengan teliti tanda-tanda Allah di langit dan di bumi. Dalam ayat ini disebutkan, "Mereka yang tidak siap melihat kebenaran ayat-ayat Allah, maka mereka akan menunggu suatu saat azab Allah yang pedih. Karena menurut Sunnatullah lembaga masyarakat bagaikan individu masyarakat yang juga memiliki nasib, yang ditentukan oleh mayoritas masyarakat tersebut. Apabila mayoritas mereka itu saleh, maka nasib perjalanan mereka juga menuju ke jalan yang lurus dan saleh.
Akan tetapi sebaliknya, apabila mayoritas masyarakat itu jahat, jelek dan pendosa, maka nasib masyarakat itu juga akan menjadi buruk. Mereka pasti akan bergerak menuju kepada kejahatan, keburukan dan dosa. Pada akhirnya akan menghantarkan mereka kepada siksa dan balasan yang menyakitkan, sekalipun di dalam masyarakat itu terdapat beberapa orang yang baik dan shaleh. Sejarah kaum dan bangsa-bangsa terdahulu seperti kaumnya Nabi Nuh, Nabi Luth, Nabi Hud as menunjukkan dengan jelas betapa sunnatullah itu pasti berjalan. Karena itu Nabi Muhammad Saw diperintah oleh Allah agar beliau berkata kepada kaum Musyrikin Mekah, "Apabila kalian tetap keras kepala dan bertahan di hadapan petunjuk Allah, maka kalian akan bernasib seperti nasib bangsa-bangsa terdahulu."
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Sunnatullah tetap berjalan sesuai dengan hukum Allah dan akan menimpa setiap umat manusia.
2. Sejarah bangsa-bangsa terdahulu menjadi cermin dan pelajaran bagi generasi mendatang.
Ayat ke 103
ثُمَّ نُنَجِّي رُسُلَنَا وَالَّذِينَ آَمَنُوا كَذَلِكَ حَقًّا عَلَيْنَا نُنْجِ الْمُؤْمِنِينَ (103)
Artinya:
Kemudian Kami selamatkan rasul-rasul Kami dan orang-orang yang beriman, demikianlah menjadi kewajiban atas Kami menyelamatkan orang-orang yang beriman. (10: 103)
Dalam lanjutan ayat sebelumnya mengenai turunnya azab dan siksaan Allah di dunia ini, ayat ini mengatakan, "Menurut keadilan Ilahi, hal ini tidak bisa dibenarkan bila orang-orang yang bedosa dan yang tidak berdosa keduanya mendapatkan siksa, sedang kelompok yang baik dan yang buruk keduanya dibakar dalam siksaan. Sementara kaum yang pantas mendapat siksaan adalah mereka yang telah melakukan kejahatan dan dosa, juga orang-orang yang berdiam diri tidak berbuat apa-apa dalam menghadapi dosa yang mereka lakukan, sehingga mereka ikut dalam azab itu. Sementara orang-orang Mukmin yang lain diselamatkan dari azab. Dan ini adalah janji yang pasti dan Sunnatullah dimana Mukminin akan diselamatkan dan tidak terbakar dengan api yang dipersiapkan buat orang-orang yang jahat dan para pendosa.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Orang-orang Mukmin yang sebenarnya dijaga oleh Allah dari kemurkaan-Nya, sekalipun mereka berada di tengah-tengah masyarakat yang buruk.
2. Masa depan orang-orang Mukmin tetap terjaga. Karena orang-orang yang jahat dan pendosa akan disiksa dan dihancurkan, sedang orang-orang Mukmin dijaga dan diselamatkan.
Ayat ke 104
قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنْ كُنْتُمْ فِي شَكٍّ مِنْ دِينِي فَلَا أَعْبُدُ الَّذِينَ تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ وَلَكِنْ أَعْبُدُ اللَّهَ الَّذِي يَتَوَفَّاكُمْ وَأُمِرْتُ أَنْ أَكُونَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ (104)
Artinya:
Katakanlah: "Hai manusia, jika kamu masih dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah, tetapi aku menyembah Allah yang akan mematikan kamu dan aku telah diperintah supaya termasuk orang-orang yang beriman". (10: 104)
Dalam lanjutan ayat-ayat sebelumnya yang berbicara kepada orang-orang Musyrik serta menjelaskan nasib mereka, ayat ini mengatakan, "Apabila mereka menyangka bahwa kalian dalam menempuh jalan mengalami kelemahan dan keragu-raguan, namun kalian bisa mengatakan dengan tegas kepada mereka bahwa aku tidak akan pernah menyembah selain kepada Allah. Sama sekali aku tidak akan menunduk hormat di hadapan patung berhala sesembahan kalian. Hal itu dapat kalian lakukan meski terkadang mereka dapat bersama kalian memasuki suasana tenang dan positif. Karena aku hanya menunduk dan menyembah kepada Allah Swt, yang matiku dan mati kalian di tangan-Nya dan samasekali kalian tidak akan bisa melarikan diri dari-Nya. Sementara patung berhala tersebut tidak akan mampu mematikan dan menyelamatkan kalian.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Keragu-raguan orang lain, sekalipun jumlah mereka banyak, tidak boleh mengakibatkan keraguan dalam diri kita. Dalam keadaan seperti ini kita harus tetap kokoh di jalan yang lurus dan kebenaran ini.
2. Zat yang pantas disembah adalah Zat yang menentukan mati dan hidup kita.
Ayat ke 105-106
وَأَنْ أَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا وَلَا تَكُونَنَّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ (105) وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (106)
Artinya:
Dan (aku telah diperintah): "Hadapkanlah mukamu kepada agama dengan tulus dan ikhlas dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang musyrik. (10: 105)
Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim". (10: 106)
Nabi Muhammad Saw dalam melanjutkan pernyataannya yang diperintahkan oleh Allah untuk beliau sampaikan kepada orang-orang Musyrik dengan mengatakan, "Hendaknya kalian berpegang teguh secara langsung pada ajaran kebenaran, yang jauh dari segala bentuk penyelewengan dan penyimpangan. Sementara akidah dan keyakinan syirik kalian sedemikian jauhnya, sehingga telah menimbulkan penyelewengan yang luar biasa. Kalian telah menyembah berhala-berhala yang tidak memberikan keuntungan kepada kalian dan tidak juga kerugian. Karena sudah jelas hal tersebut tidak patut disembah, maka barangsiapa yang menuju ke arah sesembahan semacam ini berarti dia telah menzalimi dirinya sendiri juga merusak ajaran Ilahi yang suci.
Dari dua ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Ajaran yang bisa diterima adalah ajaran yang sesuai dengan fitrah murni manusia.
2. Orang-orang yang berakal akan bekerja untuk memperoleh keuntungan, atau menjauhkan diri dari bahaya. Sementara berhala tidak ada manfaatnya dan tidak pula ada bahayanya. Karena itu perbuatan syirik adalah sejenis kebodohan.