Tafsir Al-Quran, Surat Yunus Ayat 98-100

Rate this item
(2 votes)

Ayat ke 98

 

فَلَوْلَا كَانَتْ قَرْيَةٌ آَمَنَتْ فَنَفَعَهَا إِيمَانُهَا إِلَّا قَوْمَ يُونُسَ لَمَّا آَمَنُوا كَشَفْنَا عَنْهُمْ عَذَابَ الْخِزْيِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَمَتَّعْنَاهُمْ إِلَى حِينٍ (98)

 

Artinya:

Dan mengapa tidak ada (penduduk) suatu kota yang beriman, lalu imannya itu bermanfaat kepadanya selain kaum Yunus? Tatkala mereka (kaum Yunus itu), beriman, Kami hilangkan dari mereka azab yang menghinakan dalam kehidupan dunia, dan Kami beri kesenangan kepada mereka sampai kepada waktu yang tertentu. (10: 98)

 

Sebelumnya telah disebutkan bahwa menurut Sunatullah, Tuhan telah memberikan kesempatan dan tenggang waktu kepada manusia, hingga mereka menempuh jalan taubat dan menebus berbagai kesalahan dan kejahatan yang telah mereka lakukan. Mereka juga dapat menghentikan perbuatan masa lalunya, dan menggantinya dengan perbuatan yang baik dan mulia. Akan tetapi kesempatan dan tenggang waktu yang diberikan oleh Allah Swt hingga waktu kematian tiba, atau ketika azab Allah diturunkan, maka saat itu tidak ada lagi gunanya menyatakan beriman dan bertaubat. Karena iman dan taubat yang dilakukan di saat dirinya terancam ketakutan yang amat sangat, bukan menujukkan ikhtiar dan kebebasan. Sunnatullah seperti ini tidak hanya mengenai seseorang manusia, tetapi juga menimpa secara khusus terhadap bangsa-bangsa.

 

Di kalangan bangsa-bangsa terdahulu, hanya kaum Nabi Yunus as yang masyarakatnya telah menyaksikan tanda-tanda turunnya azab, sehingga mereka sempat menyatakan taubat dan berserah diri. Tuhan pun menerima taubat mereka dan sekali lagi Allah memberi kesempatan kepada mereka. Sebagaimana yang tersebut dalam sejarah, Nabi Yunus as setelah bertahun-tahun bertabligh, membimbing dan menyeru umatnya ke jalan yang lurus dan tauhid, hanya dua orang yang menyatakan beriman kepada beliau. Hingga akhir usia beliau Nabi Yunus as merasa putus asa dalam memberi petunjuk kepada masyarakat, beliau pun berlepas tangan dan mengutuk mereka, lalu meninggalkan masyarakat. Sebagaimana umumnya doa para nabi diterima oleh Allah Swt, sehingga mengakibatkan turunnya azab. Adapun dua orang yang telah menyatakan beriman kepada Nabi Yunus as, mereka menyaksikan betapa Nabi Yunus telah mengucapkan kutukan dan kemarahan kepada umatnya, segera pergi ke tengah-tengah masyarakat dan berkata kepada mereka :

 

"Wahai masyarakat ! Tunggulah kalian atas turunnya azab Tuhan! Dan jika kalian menginginkan rahmat Allah, bersegeralah kalian meninggalkan kota ini untuk bertaubat, berusahalah kalian berpisah dari anak-anak kecil kalian sehingga banyak terdengar suara-suara tangis dan jeritan dari ibu-ibu dan anak-anak kecil mereka. Semua kalian harus bertaubat dan meminta ampunan kepada Allah Swt atas dosa dan kesalahan kalian, mungkin Allah akan mengampuni kalian. Masyarakat beramai-ramai melakukan taubat sehingga azab Allah tidak diturunkan kepada mereka, dan Nabi Yunus as pun akhirnya dikembalikan kepada umatnya."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Di kalangan bangsa-bangsa terdahulu, hanya kaumnya NabiYunus as mereka bertaubat dan beriman kepada Allah sebelum diturunkannya azab Ilahi tersebut.

2. Nasib umat manusia memang di tangan mereka sendiri. Karena itu mereka dapat mencegah azab melalui doa dan munajat yang tulus untuk menarik rahmat Allah.

 

Ayat ke 99

 

وَلَوْ شَاءَ رَبُّكَ لَآَمَنَ مَنْ فِي الْأَرْضِ كُلُّهُمْ جَمِيعًا أَفَأَنْتَ تُكْرِهُ النَّاسَ حَتَّى يَكُونُوا مُؤْمِنِينَ (99)

 

Artinya:

Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya? (10: 99)

 

Salah satu perkara yang perlu bagi Allah adalah memberi petunjuk kepada manusia. Adapun Allah, Dia tidak ingin memaksa manusia untuk beriman kepada-Nya, bahkan Dia Swt memberi kebebasan dan ikhtiar kepada mereka mau menerima kebenaran atau tidak. Sudah barang tentu apa saja yang dipilih oleh manusia, maka ia harus menanggung konsekuensi dan akibatnya. Sekalipun Allah Swt telah menunjukkan jalan yang lurus kepada manusia, akan tetapi manusia itu bebas dan merdeka memilih jalannya sendiri. Dari sanalah Nabi Saw tidak perlu memaksa manusia untuk beriman, dan tidak pula harus sedih terhadap orang-orang kafir, lantaran mereka tidak mau beriman. Lalu Allah Swt berbicara kepada Nabi-Nya dengan mengatakan, "Kalian tidak perlu menunggu manusia beriman, apalagi memaksa mereka semua untuk beriman."

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Iman kepada Allah berdasarkan pilihan memiliki nilai setelah sebelumnya mengadakan pengkajian dan perenungan, bukan semata-mata berdasarkan pemaksaan. Karena iman yang sedemikian ini bukanlah iman yang sebenarnya.

2. Nabi Muhammad Saw dalam rangka memberi petunjuk dan hidayah kepada manusia, atas dasar keprihatinan dan kecemasan beliau. Karena itu Allah Swt menenangkan Nabi-Nya tersebut.

 

Ayat ke 100

 

وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ (100)

 

Artinya:

Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah; dan Allah menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (10: 100)

 

Sudah jelas bahwa para nabi dan utusan Allah tidak akan pernah memaksa manusia untuk beriman kepada Allah. Apalagi pada dasarnya beriman dibawah tekanan dan paksaan tidak ada nilainya samasekali. Akan tetapi justru mereka beriman karena petunjuk dan bimbingan Allah Swt. Dalam artian Dia telah menyiapkan sebab-sebab manusia itu mendapatkan hidayat atau petunjuk, sehingga kita memperoleh petunjuk. Karena itu janganlah kita menyangka bahwa kita beriman dan mendapatkan petunjuk karena kita sendiri, sehingga kita layak berbangga diri dan merasa tidak berhutang budi kepada Allah.

 

Namun justru yang benar Allah-lah yang memiliki andil terhadap kita dan Dia-lah yang telah menyiapkan jalan dan sebab-sebab kita mendapatkan petunjuk. Apabila seseorang tidak mau menerima logika yang terang dan gamblang dari para nabi dan ajaran-ajaran suci samawi, maka pastilah manusia itu tidak mau menggunakan akalnya untuk mencermati dan memikirkan ayat-ayat suci samawi. Pada waktu itu mereka akan jatuh ke dalam kekufuran dan syirik, sehingga pada gilirannya mereka tidak akan memperoleh kebahagiaan dan kemuliaan. Hal ini bukan tidak ada artinya yaitu keinginan Tuhan berada di atas keinginan manusia.

 

Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:‎

1. Keimanan merupakan anugerah Ilahi dan hanya dapat diterima oleh orang-orang yang berakal. Tapi mereka yang menyembah hawa nafsu, maka mereka tidak akan menerima kebenaran dan akhirnya akan mendapat murka Allah.

2. Akal yang sehat sebagai sarana kondusif orang untuk beriman. Karena itu acuh tak acuh dan tidak beriman sebagai pertanda kebodohan. Sebab orang yang beriman adalah orang yang berakal dan orang yang berakal adalah orang Mukmin.

Read 11064 times