Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 8-10

Rate this item
(7 votes)

Ayat ke 8

Artinya:
Diantara orang-orang itu, ada yang mengatakan: "kami beriman kepada Allah dan hari akhir.' padahal mereka bukan orang-orang yang beriman."

Al-Quran yang merupakan kitab hidayah, menjelaskan kepada kita sifat-sifat orang-orang Mukmin, Kafir dan Munafik. Tujuan dari penjelasan ini agar kita dapat mengenali diri kita sendiri, agar kita dapat mengenali diri kita termasuk golongan yang mana. Selain untuk diri sendiri, penjelasan ini akan membantu kita untuk mengenali orang lain agar dapat menentukan sikap yang sesuai terhadapnya dan bahkan dalam menghadapi masyarakat.

Sejak awal surah al-Baqarah hingga ayat 8, 4 ayat berbicara tentang orang-orang Mukmin, dua ayat tentang orang-orang Kafir, sedangkan ayat ke 8 ini dan seterusnya, berjumlah 13 ayat, memaparkan tentang manusia-manusia yang masuk ke dalam kelompok ke 3. Yaitu orang-orang yang tidak memiliki sinar cahaya seperti yang dimiliki oleh kelompok pertama, namun tidak pula memiliki keberanian dan keterusterangan yang dimiliki oleh kelompok ke dua. Mereka tidak mempunyai iman di dalam hati. Tapi pada saat yang sama, lidah mereka tidak pula menyatakan kufur. Mereka itu adalah Munafikin. Orang yang sesungguhnya berhati Kafir tetapi mengaku beriman secara lahir.

Setelah Rasul Allah Saw berhijrah dari Mekah ke Madinah, dan kaum musyrik mengalami kekalahan berat dalam perang menghadapi Muslimin, sebagian rakyat Mekah dan Madinah mengakui secara lahir sebagai Muslim. Hal itu dilakukan , meskipun hati mereka tak pernah menerima Islam, namun terpaksa diucapkan demi menyelamatkan jiwa dan harta mereka, atau demi mencapai posisi dan kedudukan di antara Muslimin. Kemudian mereka berusaha bersikap seperti layaknya umat Islam yang lain.

Jelas sekali bahwa orang-orang seperti ini adalah pengecut yang tidak memiliki harga diri dan keterusterangan. Tidak seperti orang-orang Kafir lain yang menyatakan kekufuran mereka secara terang-terangan. Dengan demikian, barisan mereka terpisah dari orang-orang yang benar-benar beriman.

Bagaimanapun, hipokritas, hati bercabang, dan bermuka dua, adalah fenomena yang selalu dihadapi oleh setiap revolusi dan perubahan-perubahan sosial. Dan jangan sekali-kali mengira bahwa semua orang yang menunjukkan keimanan dan kesetiaan serta kebersamaan, lalu hatinya pun memiliki konsistensi yang sama. Betapa banyak orang-orang yang pada lahirnya sangat Islami, namun di dalam hati, sangat memusuhi Islam.

Dari ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Iman adalah perkara hati, bukan lidah. Oleh sebab itu untuk mengenali orang-orang tertentu, kita tidak boleh mencukupkan dengan pernyataan-pernyataan lahiriah mereka.
2. Dasar keimanan adalah iman kepada Pencipta dan Hari Kebangkitan.
3. Allah Maha Mengetahui apa yang ada dalam hati manusia.

 

Ayat ke 9

Artinya:
Mereka berusaha menipu Allah dan orang-orang yang beriman. Tetapi mereka tidak menipu siapa pun kecuali diri mereka sendiri. Sedangkan mereka tidak merasa.

Munafikin mengira bahwa mereka adalah orang-orang yang cerdik dan pandai. Dengan menunjukkan keimanannya, mereka merasa dapat menipu Allah, Tuhan orang-orang mukmin, sekaligus memperoleh perlakuan dan hak-hak yang sama sebagai muslim yang lain. Mereka berusaha menipu Nabi dan orang-orang beriman, sampai jika datang saat yang tepat mereka pun akan melancarkan serangan mereka terhadap Islam. Akan tetapi Allah Swt mengetahui kekufuran batin mereka dan mengenali hipokritas atau sikap mendua mereka. Lalu Allah Swt mengungkapkan apa yang tersembunyi di dalam hati mereka dan membuka kedok mereka yang buruk untuk orang-orang yang beriman.

Sikap orang-orang munafik bak seorang pasien yang datang untuk berobat kepada dokter. Saat diberi perintah dan resep obat yang mesti dimakan olehnya, ternyata ia tidak mentaati dan berbohong kepada dokter dan mengatakan bahwa obat-obat yang diberikan sudah ia makan. Dalam kondisi yang demikian, tentu saja si pasien menyangka dirinya telah menipu si dokter. Padahal ia hanya menipu dan menimpakan kerugian pada dirinya sendiri. Karena sesungguhnya akibat buruk kebohongannya itu hanya akan menimpa dirinya sendiri.

Jadi, orang yang terkena penyakit kemunafikan ini, menyangka telah menipu Allah dan orang-orang beriman. Sedangkan sesungguhnya ia tidak menipu siapa pun kecuali dirinya sendiri.

Dari ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Seorang munafik sejatinya adalah penipu. Kita harus berhati-hati jangan sampai termakan oleh sikap-sikap lahir para penipu ini.
2. Kita sendiri jangan sekali-sekali menipu orang lain. Dan mesti kita sadari bahwa seorang yang menggali lubang, maka ia sendiri yang akan terperosok ke dalam lubang itu.
3. Sikap Islam terhadap munafik, sama sebagaimana sikap munafik itu sendiri terhadap Islam. Seorang munafik secara lahir ia menyatakan dirinya sebagai muslim, maka Islam pun secara lahir memperlakukannya sebagai seorang muslim. Munafik tidak memiliki iman di dalam hatinya. Allah pun, di Hari Kiamat, akan menimpakan azab kepadanya sama sebagaimana kepada orang-orang Kafir.
4. Munafik menganggap dirinya sebagai orang yang cerdik dan pandai. Padahal ia tidak tahu bahwa pihak yang ingin dibohonginya Allah Swt, Zat Yang Maha Mengetahui segala rahasia dan perasaan hati semua manusia.

 

Ayat ke 10

Artinya:
Di dalam hati mereka terdapat penyakit, lalu Allah menambah mereka dengan penyakit, dan mereka akan menerima azab yang pedih, karena sebelum ini mereka selalu berbohong.

Menurut al-Quran, jiwa manusia, sama sebagaimana tubuhnya, kadang-kadang terkena penyakit, yang jika tidak diobati akan semakin parah dan terus berkembang sampai suatu saat, kemanusiaan orang itu pun akan musnah pula. Kemunafikan atau nifak adalah penyakit jiwa yang paling berbahaya yang mengancam jiwa dan hati kita semua.

Manusia yang sehat tidak memiliki lebih dari satu wajah, sementara antara lahir dan batinnya terdapat keserasian yang baik dan sempurna. Lidahnya mengatakan hal-hal yang ada di dalam hatinya, dan tingkah lakunya sesuai dengan pikiran-pikirannya. Tetapi jika tidak demikian, maka jiwa telah menjadi sakit dan terkena penyimpangan.

Penyakit nifak mempersiapkan lahan yang subur bagi penyakit-penyakit jiwa lain, seperti kikir, dengki dan tamak. Dan bagaikan akar-akar penyakit kanker ia akan semakin menghujam di hati dan jiwa si munafik. Al-Quran menyebut sumber utama yang menumbuhkan penyakit nifak ini ialah watak suka berbohong dan akan berkembang terus bersamanya. Tentu saja bohong tidak terbatas hanya pada lidah.

Suatu perbuatan pun, yang dilakukan tidak sesuai dengan akidah seseorang (dengan tujuan dan niat jahat kepada pihak lain) juga merupakan kebohongan perbuatan. Bangkai binatang yang terjatuh ke dalam air, lalu menebarkan bau tak sedap, setiap kali hujan menyiraminya, bukannya hujan tersebut menghapus polusi yang ditimbulkan oleh bangkai tersebut, tapi hujan itu justru semakin menyebarkannya.

Nifak bagaikan bangkai, yang jika bersemayam di dalam hati manusia, setiap petunjuk yang datang dari Allah Swt, meskipun berupa rahmat, seorang Munafik hanya menunjukkan sikap riya dan bukannya menerima petunjuk tersebut dengan serius. Akhirnya penyakit nifaknya semakin bertambah parah.

Nifak memiliki makna yang luas mencakup segala sikap mendua di antara perkataan dan perbuatan, lahir dan batin. Makna seperti ini kadang kala juga muncul dari seorang mukmin; seperti riya dan sikap pamer dalam melaksanakan ibadah. Artinya, ia melakukan ibadah dan perbuatan-perbuatan baik lainnya adalah karena selain Allah. Maka yang demikian ini pun termasuk sejenis nifak.

Rasulullah Saw bersabda, "Tiga sifat jika salah satunya terdapat pada seseorang maka ia adalah seorang munafik, meskipun ia berpuasa, melakukan shalat dan menganggap dirinya sebagai seorang muslim. Tiga sifat tersebut ialah khianat dalam memegang amanat, dusta ketika berbicara dan ingkar janji."

Dari ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Nifak adalah penyakit jiwa dan munafik bagai seorang yang sakit, tidak sehat dan tidak pula mati. Ia bukan mukmin bukan pula kafir.
2. Nifak berkembang bagaikan penyakit kanker, yang jika tidak segera diobati akan menguasai seluruh wujud manusia dan sifat-sifat kemanusiaannya. (IRIB Indonesia)

Read 14969 times