Ayat ke 29
Artinya:
Dia-lah yang menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian, kemudian ia berkehendak pula menciptakan langit, maka Dia menjadikannya tujuh lapis. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.
Allah yang menciptakan kita, juga telah mempersiapkan bebagai fasilitas kesejahteraan dan kemakmuran. Untuk itu Allah menciptakan bumi dan langit beserta isinya lalu menyerahkannya kepada manusia. Karena manusia adalah makhluk termulia di antara seluruh makhluk lain yang Allah ciptakan. Dan segala sesuatu, baik benda-benda mati, tumbuhan, hewan, tanah dan langit, semua diciptakan demi kepentingan manusia. Oleh karena itu, dalam ayat ini dikatakan, Allah menciptakan segala yang ada di bumi untuk kalian.
Pada ayat 13 surat al-Jaatsiyah, dikatakan, "Dia menciptakan bagi kalian segala yang ada di langit dan di bumi."
Jadi bukan hanya bumi, tetapi langit dan segala isinya, Allah ciptakan untuk kepentingan manusia. Satu lagi diantara tanda-tanda tauhid atau keesaan Allah ialah sistem yang amat rumit namun sangat teliti. Sistem ini mengatur langit dan segala isinya, dimana para ilmuwan di zaman teknologi moderen dan serba canggih ini mengakui kelemahan mereka menghadapi kehebatan alam raya ini. Bola bumi yang merupakan sumber kehidupan dan macam-macam nikmat bagi kita, tak lebih hanyalah sebuah benda langit yang sangat kecil dibanding benda-benda langit yang lain.
Al-Quran pun menyebutnya dengan satu kata bentuk tunggal, yaitu al-Ardh. Sedangkan tentang langit, di dalam banyak ayat, al-Quran menyebutnya "Sab'a Samawat" berarti bahwa Allah membentangkan langit yang berlapis tujuh. Ketujuh langit itu diciptakan berdasarkan pengelolaan dan pengaturan yang sangat cermat, yang Dia ciptakan untuk kepentingan manusia. Tujuh langit, yang berdasarkan ayat-ayat lain, langit yang dapat disaksikan oleh mata manusia ini disebut sebagai Sama' udunya, artinya langit yang terendah. Sedangkan langit yang enam lapis lainnya berada di luar jangkauan penglihatan dan pengetahuan manusia.
Dari ayat tadi terdapat lima poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Manusia lebih mulia dibanding seluruh yang ada di bumi dan langit, bahkan ia merupakan tujuan penciptaan semua itu.
2. Allah menciptakan alam ini untuk kita. Oleh sebab itu, hendaklah kita menempatkan diri kita hanya untuk Allah semata.
3. Tak ada satu pun ciptaan Allah di alam ini yang sia-sia, karena ia diciptakan untuk suatu kepentingan bagi manusia, meskipun manusia itu sendiri masih belum mengetahui letak kepentingan tersebut.
4. Dunia diciptakan untuk manusia, bukan sebaliknya, manusia diciptakan untuk dunia. Dunia adalah sarana, bukan tujuan.
5. Segala macam pemanfaatan nikmat-nikmat alam adalah halal bagi manusia, kecuali jika terdapat bukti khusus dari akal maupun syariat yang mengharamkannya.
Ayat ke 30
Artinya:
Dan ingatlah ketika Tuhanmu berkata kepada para Malaikat: "Aku akan menciptakan seorang khalifah di bumi". Para Malaikat berkata: "Apakah Engkau akan menciptakan orang yang akan membuat kerusakan di dalamnya dan mengalirkan darah, sementara kami selalu bertasbih dengan memuji-Mu serta mengagungkan-Mu. Allah berkata: "Aku mengetahui apa yang tidak kalian ketahui.
Pada ayat-ayat sebelumnya Allah berbicara tentang nikmat-nikmat materi-Nya yang tak terhitung jumlahnya bagi para penghuni bumi. Sedangkan ayat ini menjelaskan posisi dan kedudukan maknawi manusia, yang membuatnya pantas menerima segala nikmat itu. Setelah menciptakan manusia, Allah Swt menyodorkan permasalahan ini kepada para Malaikat dan berusaha memahamkan mereka bahwa Adam memiliki kelayakan dan kepantasan sedemikian besar. Dengan alasan itu Allah menetapkannya sebagai wakil-Nya di bumi, dan mencapai pangkat khalifatullah.
Akan tetapi para Malaikat menyatakan kekhawatiran mereka dan mengatakan bagaimana mungkin seseorang yang keturunannya bakal membuat kerusakan dan pertumpahan darah diangkat sebagai khalifatullah di bumi?
Para Malaikat berpikir bahwa jika Allah ingin mengangkat wakil di bumi , maka wakil tersebut haruslah jauh dari segala macam dosa dan kejahatan, serta sepenuhnya menaati Allah. Dengan pengetahuan yang mereka miliki tentang alam dan watak manusia membuat mereka merasa heran. Lalu muncul pertanyaan, apa sebabnya Allah Swt memberikan kedudukan mulia itu kepada Adam. Padahal mereka, para Malaikat selalu berada dalam ibadah dan ketaatan kepada-Nya.
Dalam menjawab pertanyaan para Malaikat, Allah Swt mengatakan bahwa kalian hanya melihat titik kelemahan manusia. Sedangkan kalian tidak mengetahui sisi positifnya yang sangat berharga. Akan tetapi Aku mengetahui sesuatu yang kalian tidak mengetahuinya. Jika kalian menganggap bahwa tasbih dan tahmid yang selalu kalian lakukan itu sebagai alasan kelebihan kalian terhadap manusia dalam mencapai kedudukan sebagai khalifatullah, maka ketahuilah bahwa diantara umat manusia terdapat banyak orang yang lebih unggul dari pada kalian dan memiliki kelayakan untuk menduduki pangkat mulia ini.
Tentu saja perlu ditegaskan bahwa bukan semua manusia merupakan khalifatullah di muka bumi. Yang dimaksud dengan khalifah Allah di bumi adalah Allah telah menciptakan manusia "fi ahsanit taqwim" dengan sebaik-baik penciptaan, dan telah meniupkan ruh-Nya ke dalam tubuh manusia. Oleh karenanya, hendaklah manusia memelihara sebaik-baiknya semua potensi yang telah Allah berikan itu, sehingga mampu berperan sebagai khalifah Allah di bumi.
Contoh dari orang-orang yang demikian itu, yang telah terpilih sebagai khalifatullah di bumi, ialah para Nabi, para Imam, mukminin dan solihin serta para syuhada. Ketika manusia tidak mampu memelihara potensi-potensi ilahi itu dan merusaknya, jadilah mereka sama seperti hewan bahkan keadaan mereka lebih buruk lagi, sebagaimana ditegaskan di dalam al-Quran, "Ulaa ika kal an'am bal hum adhal" yang artinya, mereka itu bagaikan binatang ternak, bahkan lebih sesat lagi.
Jelas sekali bahwa ditunjuknya manusia sebagai wakil untuk mengelola bumi, sama sekali tidak menunjukkan kelemahan Allah dalam mengatur bumi. Tetapi menunjukkan kemuliaan dan keutamaan kedudukan manusia yang memperoleh kelayakan untuk menduduki jabatan khalifatullah. Selain itu juga untuk menunjukkan bahwa sistem penciptaan dan pengaturan alam ini berjalan di atas dasar kausalitas.
Artinya, meskipun Allah Swt mampu secara langsung mengatur dan mengelola alam jagat raya ini, namun untuk menjalankan segala urusan Allah menciptakan perantara-perantara dan sebab-sebab. Hal sama yang dibebankan kepada Malaikat. Allah Swt berfirman, "Dan demi para Malaikat yang mengatur urusan alam." Maksud dari ayat ini, Allah Swt juga menyerahkan sebagian urusan alam ini kepada para Malaikat. Meskipun pengatur yang sebenarnya segala urusan alam ini ialah Allah sendiri sebagaimana yang Dia firmankan, "Yudab birul Amr", Dia-lah yang mengatur segenap urusan.
Dari ayat tadi terdapat delapan poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Posisi dan kedudukan manusia di alam ini sangat tinggi, sebagaimana yang Allah paparkan masalah tersebut di hadapan para Malaikat-Nya.
2. Pengangkatan wakil dan pemimpin ilahi, ada di tangan Allah.
3. Penjelasan topik-topik penting yang menimbulkan pertanyaan, dan pemberian jawaban bagi soal-soal serta hal-hal yang belum jelas, adalah perbuatan yang sangat berharga. Seperti yang Allah lakukan terkait dengan penciptaan manusia, sehingga hilanglah ketidakjelasan dan keraguan para Malaikat.
4. Pemimpin dan khalifah Allah haruslah seorang yang adil bijaksana, bukan orang yang fasik dan pembuat kerusakan. Oleh karena itu, para Malaikat bertanya, bagaimana mungkin manusia yang suka menumpahkan darah berperan sebagai wakil Allah di bumi?
5. Dalam membandingkan diri kita dengan orang lain, hendaknya kita tidak melihat hanya segi-segi negatif dan titik-titik kelemahan orang lain, dan melihat diri kita sendiri hanya dari segi-segi positif, lalu kita tergesa-gesa mengambil kesimpulan.
6. Ukuran kemuliaan dan keutamaan bukan hanya ibadah. Akan tetapi diperlukan hal-hal lain. Meskipun para Malaikat memiliki kelebihan dibanding dengan manusia dalam hal ibadah kepada Allah, namun mereka tidak dipilih oleh Allah untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
7. Penyimpangan dan kesesatan sejumlah manusia, tidak menghalangi perkembangan dan kesempurnaan manusia-manusia yang lain. Meskipun Allah mengetahui bahwa sekelompok manusia akan memilih jalan kesesatan, namun Allah tidak mencegah penciptaan dan pengangkatan manusia sebagai khalifah-Nya.
8. Mengajukan pertanyaan dengan tujuan menambah pengetahuan dan menyingkirkan ketidakjelasan, sama sekali tidak terlarang, bahkan merupakan kebaikan. Pertanyaan para Malaikat bukan untuk memprotes perbuatan dan rencana Allah, tetapi untuk menghapus ketidakjelasan yang ada pada mereka. (IRIB Indonesia)