إِنَّهُمْ أَلْفَوْا آَبَاءَهُمْ ضَالِّينَ (69) فَهُمْ عَلَى آَثَارِهِمْ يُهْرَعُونَ (70) وَلَقَدْ ضَلَّ قَبْلَهُمْ أَكْثَرُ الْأَوَّلِينَ (71)
Karena sesungguhnya mereka mendapati bapak-bapak mereka dalam Keadaaan sesat. (37: 69)
Lalu mereka sangat tergesa-gesa mengikuti jejak orang-orang tua mereka itu. (37: 70)
Dan sesungguhnya telah sesat sebelum mereka (Quraisy) sebagian besar dari orang-orang yang dahulu. (37: 71)
Pada pertemuan sebelumnya telah kita bahas bersama betapa sulitnya kondisi orang-orang kafir dan pengingkar kiamat di neraka. Ayat-ayat ini menjelaskan sebab mengapa mereka menjadi penghuni neraka. Mereka tanpa berpikir mengikuti agama dan keyakinan para nenek moyang mereka dan mengikutinya secara buta. Meskidemikian mereka mengetahui bahwa apa yang mereka lakukan adalah keliru dan tidak memiliki landasan rasional.
Kelanjutan ayat-ayat ini menyebutkan bahwa disayangkan sekali mengikuti secara buta keyakinan tersebut telah terjadi pada banyak kaum. Mereka beranggapan bahwa tradisi dan keyakinan nenek moyang mereka adalah benar. Bahkan jika sendiri menyadari kekhurafatan keyakinan dan tradisi tersebut, namun mereka tidak menyatakan menentang.
Menjaga warisan budaya para nenek moyang bukan berarti mengikutinya secara buta. Jika pada pengetahuan empiris, manusia hanya merasa cukup dengan peninggalan nenek moyang saja, maka umat manusia tidak akan berkembang dan tidak akan ada kemajuan dalam hidupnya. Dengan kata lain, menjaga dan mempertahankan warisan dan budaya nenek moyang, hanya pada hal-hal yang bermanfaat saja.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam budaya Islam, mengikuti keyakinan tidak diperbolehkan, bukan hanya dari ayah, nenek moyang atau pemuka agama. Melainkan setiap orang harus meneliti dan menelaah seluruh prinsip keyakinan mencakup ketauhidan, kenabian dan hari kiamat. Dia harus meyakininya dengan dalil dan logika.
2. Mengikuti tradisi, budaya serta keyakinan nenek moyang harus bersandarkan pada parameter akal dan logika yang proporsional dan bukan karena afeksi atau ikatan batin, etnis dan semacamnya.
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا فِيهِمْ مُنْذِرِينَ (72) فَانْظُرْ كَيْفَ كَانَ عَاقِبَةُ الْمُنْذَرِينَ (73) إِلَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ (74)
Dan sesungguhnya telah Kami utus pemberi-pemberi peringatan (rasul-rasul) di kalangan mereka. (37: 72)
Maka perhatikanlah bagaimana kesudahan orang-orang yang diberi peringatan itu. (37: 73)
Tetapi hamba-hamba Allah yang bersihkan (dari dosa tidak akan diazab). (37: 74)
Ayat-ayat tersebut di atas menyebutkan bahwa kesesatan kelompok manusia yang munkar itu bukan karena tidak adanya pemimpin utusan Allah Swt. Karena Allah Swt telah mengirim para nabi dan rasul untuk setiap kaum, yang bertugas menyampaikan pesan untuk dunia dan akhirat masyarakat.
Meski para nabi yang membawa kita samawi berjumlah terbatas, akan tetapi para utusan Allah yang mendakwahkan syariat-Nya jumlahnya snagat banyak sehingga dalam riwayat disebutkan jumlah mereka mencapai 24 ribu nabi.
Di antara tugas penting para nabi adalah menyadarkan masyarakat dan membebaskan mereka dari belenggu khurafat serta menjauhkan mereka dari kesyirikan, kekufuran dan kezaliman. Akan tetapi sangat disayangkan sekali banyak masyarakat yang tidak memperhatikan peringatan dan dakwah para nabi sehingga mereka mengalami nasib buruk di dunia dan akhirat.
Meski demikian para hamba yang ikhlas dan hanya memperhatikan Allah Swt dalam hidup mereka, secara konstan akan berusaha menggapai keridhoan-Nya dan jauh dari akibat buruk serta sampai pada kebahagiaan sejati. Mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang jika makrifatnya mencapai kesempurnaan, maka Allah akan memberikan pahala besar sehingga menjauhkannya dari ancaman dan bahaya ketergelinciran.
Dari tiga ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Peringatan untuk orang-orang yang menyimpang dan muknar agar tidak terjilat api neraka di hari kiamat kelak, sama seperti memperingatkan penghuni rumah tentang bahaya kebakaran, dan ini adalah hal yang lumrah.
2. Jika mayoritas masyarakat menyimpang, seseorang tidak boleh mengikuti mereka, melainkan harus berusaha menyadarkan mereka.
3. Telaah sejarah banyak kaum terdahulu dan perhatian pada nasib mereka, akan memberikan pelajaran bagi manusia untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan.
4. Ikhlas dalam beribadah dan penghambaan kepada Allah Swt akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan sejati.
وَلَقَدْ نَادَانَا نُوحٌ فَلَنِعْمَ الْمُجِيبُونَ (75) وَنَجَّيْنَاهُ وَأَهْلَهُ مِنَ الْكَرْبِ الْعَظِيمِ (76) وَجَعَلْنَا ذُرِّيَّتَهُ هُمُ الْبَاقِينَ (77) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (78)
Sesungguhnya Nuh telah menyeru Kami: maka sesungguhnya sebaik-baik yang memperkenankan (adalah Kami). (37: 75
Dan Kami telah menyelamatkannya dan pengikutnya dari bencana yang besar. (37: 76)
Dan Kami jadikan anak cucunya orang-orang yang melanjutkan keturunan. (37: 77)
Dan Kami abadikan untuk Nuh itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (37: 78)
Allah Swt telah mengutus banyak nabi dan rasul untuk setiap kaum. Adapun ayat-ayat tersebut menyinggung salah satu di antara nabi yaitu Nabi Nuh as. Disebutkan bahwa meski Nabi Nuh as telah berdakwah selama bertahun-tahun dalam masyarakatnya serta menginginkan kebaikan untuk kaumnya, akan tetapi kebanyakan dari mereka tidak memperhatikan ucapannya dan menafikan risalah yang dibawanya.
Pada akhirnya Nabi Nuh as putus asa untuk membimbung kaumnya serta memohon kepada Allah Swt untuk menghukum orang-orang kafir dan menyelamatkan orang-orang mukmin. Allah Swt pun mengabulkan doanya. Sebuah badai topan dan banjir besar menimpa kaum Nabi Nuh dan menewaskan orang-orang kafir dan hanya orang-orang yang beriman yang selamat dengan naik di perahu Nabi Nuh as.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Doa adalah jalan untuk mendapat pertolongan Allah Swt, tentunya untuk mereka yang telah melaksanakan tugasnya dengan benar. Perlu ditekankan bahwa para auliya Allah ketika mereka menghadapi kesulitan besar, mereka akan berdoa berlindung dan meminta pertolongan dari-Nya serta dapat mengatasi kesulitan tersebut tanpa membentur jalan buntu.
2. Lestari dan punahnya sebuah generasi ada di tangan Allah Swt. Allah Swt menyelamatkan Nabi Nuh as dan orang-orang mukmin sahabatnya dari bencana badai dan banjir yang mengerikan, sementara orang-orang kafir binasa karena azab tersebut.
3. Akhir dari orang-orang saleh dan mukin adalah kemenangan, kebaikan dan terjauhkan dari keburukan baik di dunia dan akhirat.