1zوَإِنَّ إِلْيَاسَ لَمِنَ الْمُرْسَلِينَ (123) إِذْ قَالَ لِقَوْمِهِ أَلَا تَتَّقُونَ (124) أَتَدْعُونَ بَعْلًا وَتَذَرُونَ أَحْسَنَ الْخَالِقِينَ (125) اللَّهَ رَبَّكُمْ وَرَبَّ آَبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ (126)
Dan sesungguhnya Ilyas benar-benar termasuk salah seorang rasul-rasul. (37: 123)
(ingatlah) ketika ia berkata kepada kaumnya, “Mengapa kamu tidak bertakwa?” (37: 124)
Patutkah kamu menyembah Ba'l dan kamu tinggalkan sebaik-baik Pencipta. (37: 125)
(yaitu) Allah Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu?” (37: 126)
Setelah periode Nabi Ibrahim dan Musa as, ayat-ayat ini menjelaskan tentang periode Nabi Ilyas dan menyebutkan bahwa seruan pertamanya untuk masyarakatnya adalah menghindari kesyirikan dan penyembahan berhala serta menjauhi segala bentuk kezaliman dan kefasadan. Hal-hal tersebut adalah yang menjerat orang-orang yang tidak takut dan akibatnya mereka akan melakukan segala bentuk kejahatan.
Nabi Ilyas as secara langsung menyoal fitrah para penyembah berhala dan mengatakan, "Bagaimana kalian menyembah berhala-berhala yang kalian buat sendiri dan menghormatinya? Apakah kalian dan orang tua kalian atau anak-anak kalian diciptakan oleh berhala-berhala tersebut: Mengapa kalian meninggalkan Allah Swt yang telah menciptakan kalian dan orang tua kalian serta mengelola alam semesta ini dan justru menuju pada benda-benda tidak bernyawa dan tidak berharga tersebut?"
Betapa para penyembah berhala itu berusaha menjustifikasi langkah mereka dengan berdalih melestarikan budaya nenek moyang mereka, akan tetapi Nabi Ilyas menjawab argumentasi mereka dengan mengatakan, "Orang tua dan nenek moyang kalian juga makhluk Allah Swt, bukan ciptaan berhala-berhala!"
Dari empat ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Semua nabi menyeru masyarakat pada tauhid dan menghindari penyembahan berhala.
2. Penyembahan hanya untuk yang layak disembah yaitu Sang Pencipta alam semesta. Pokok seruan para nabi dan pondasi dari semua kesempurnaan adalah ketakwaan dan keimanan.
3. Pokok seruan para nabi dan pondasi dari semua kesempurnaan adalah ketakwaan dan keimanan.
4. Para nabi dalam menyikapi masyarakat, selalu mengutarakan pertanyaan-pertanyaan sederhana dan perbandingan yang mudah dicerna untuk menyadarkan masyarakat dari kekhilafan, seperti membandingkan berhala-berhala yang tidak bernyawa dan tidak berharga itu dengan Sang Pencipta Yang Maha Mengetahui dan Maha Mampu.
فَكَذَّبُوهُ فَإِنَّهُمْ لَمُحْضَرُونَ (127) إِلَّا عِبَادَ اللَّهِ الْمُخْلَصِينَ (128) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (129)
Maka mereka mendustakannya, karena itu mereka akan diseret (ke neraka). (37: 127)
Kecuali hamba-hamba Allah yang dibersihkan (dari dosa). (37: 128)
Dan Kami abadikan untuk Ilyas (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian. (37: 129)
Sama seperti banyak kaum di masa lalu, sebagian besar kaum Nabi Ilyas as juga mengingkari risalah dan kenabiannya, serta enggan mematuhi seruan beliau dan meninggalkan penyembahan berhala. Dalam hal ini Al-Quran menyebutkan, nasib buruk dari peningkaran tersebut adalah pencemaran segala bentuk dosa dan pekerjaan buruk serta hukuman dari Allah Swt. Hanya sebagian kecil dari kaum Nabi Ilyas as yang beriman dan ikhlas menyembah Allah Swt.
Dalam lanjutan ayat-ayat itu disebutkan bahwa Allah Swt akan memuliakan kerja keras para nabi dan mereka akan selalu dikenang dengan baik serta seluruh ajarannya akan dilestarikan sepanjang sejarah.
Dari tiga ayat tadi terdapat dua poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Parameter kebahagiaan, bukan kehidupan duniawi seseorang, melainkan hasil akhir mereka di hari kiamat kelak, apakah mereka termasuk di antara orang-orang yang berbahagia atau termasuk dalam golongan penghuni neraka.
2. Menyembah Allah Swt dan ikhlas dalam beramal, adalah jalan kebahagiaan dan keselamatan dan menjauhkan manusia dari hukuman Allah Swt. Ketidakikhlasan akan mencegah manusia sampai pada tujuannya di jalan Allah Swt.
سَلَامٌ عَلَى إِلْ يَاسِينَ (130) إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (131) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (132)
(yaitu), “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ilyas?” (37: 130)
Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (37: 131)
Sesungguhnya dia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman. (37: 132)
Al-Quran setelah menjelaskan riwayat Nabi Ilyas as menyebtukan, Allah Swt menyampaikan salam sejahtera kepada nabi-Nya Ilyas as. Namun pada ayat 130, yang disebutkan adalah Il Yaasin yang keduanya adalah nama untuk satu nabi sebagaimana Sina dan Sinin yang keduanya adalah nama sebuah wilayah.
Pada bagian sebelumnya surat ini dijelaskan riwayat hidup sejumlah nabi. Di akhir setiap kisah Allah Swt menyinggung kekuatan iman dan keikhlasan manusia-manusia besar dan mengapresiasi upaya dan amal mereka. Disebutkan bahwa hal itu adalah sunnah untuk mengganti upaya orang-orang yang beramal saleh dengan pahala.
Di akhir ayat-ayat yang berkaitan dengan Nabi Ilyas as Al-Quran juga menyinggung masalah tersebut dan menegaskan bahwa seluruh upaya dan kerja keras mereka yang berjuang di jalan Allah Swt dan melakukan amal baik untuk kebaikan masyarakat tidak akan dilupakan. Sudah menjadi sunnah Allah Swt untuk menetapkan pahala bagi setiap amal saleh, baik yang dilakukan oleh para nabi atau masyarakat umum.
Tentunya dengan syarat bahwa mereka selalu melangkah di jalan Allah Swt dan orang-orang yang beriman. Karena jika mereka mengingari dan tidak mematuhi Allah Swt, maka sebanyak apapun upaya yang mereka lakukan, ganjarannya hanya sebatas terima kasih dan apresiasi dari masyarakat di dunia.
Dari tiga ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kita belajar mengucapkan salam kepada para nabi dan auliya Allah, dari Allah Swt.
2. Inayah Allah Swt kepada orang-orang yang beramal saleh, merupakan sunnah ilahi yang akan terus berlanjut.
3. Setiap orang yang menjadi hamba sejati, beriman dan beramal saleh, maka dia akan mendapatkan salam dari Allah Swt.