Ayat ke 143
Artinya:
Dan demikian (pula) Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas (perbuatan) manusia dan agar Rasul (Muhammad) menjadi saksi atas (perbuatan) kamu. Dan Kami tidak menjadikan kiblat yang menjadi kiblatmu (sekarang) melainkan agar Kami mengetahui (supaya nyata) siapa yang mengikuti Rasul dan siapa yang membelot. Dan sungguh (pemindahan kiblat) itu terasa amat berat, kecuali bagi orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah; dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu. Sesungguhnya Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada manusia.
Sebelumnya, telah dijelaskan tentang Bani Israel mencemoh penggantian kiblat Muslimin, dan dalam jawabannya, Allah berfirman, bahwa Timur dan Barat adalah milik Allah, siapa saja yang menginginkan petunjuk yang sejati, maka ia harus mengikuti jalan lurus Allah Swt. Bukannya mengira bahwa Allah Swt berada di Timur atau di Barat dan kita hanya mengarah atau menghadap ke sana.
Ayat ini memperkenalkan umat Islam sebagai umat yang terjauhkan dari segala jenis perbuatan kurang atau berlebihan. Mereka berada di jalur tengah dan senantiasa menyeimbangkan kehidupannya baik dari sisi material, akidah maupun ekonomi. Islam merupakan contoh yang ideal bagi semua manusia dan masyarakat kemanusiaan.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa bukan semua individu Muslim selamat dari sikap kurang atu berlebihan dalam berbuat. Banyak sekali dari mereka dalam pemikiran atau perbuatan terjerembab dalam lobang ekstrim baik kanan maupun kiri. Lalu apakah maksud ayat ini?
Agama Islam yang dimaksud di sini adalah agama yang komprehensif dan moderat. Hanya mereka yang mengikuti semua perintah Allah dan bukan hanya sebagian yang akan sampai pada kesempurnaan. Allah menjadikan mereka sebagai hujjah dan bukti bagi seluruh umat dan masyarakat.
Ahlul Bait yang merupakan substansi sempurna umat Islam dan manusia terdepan di dalam menaati dan mengamalkan perintah-perintah Allah berkata, "Umatan Wasatan yang dijadikan oleh Allah Swt sebagai hujjah dan model, tidak lain adalah kami."
Lanjutan ayat tersebut menyinggung poin penting ini bahwa perintah perubahan kiblat tidak berbeda dengan perintah-perintah Allah lainnya, merupakan satu ujian ilahi yang membedakan barisan orang yang berpasrah diri dengan barisan orang penyembah hawa nafsu. Karena untuk menerima perintah ini, bagi orang-orang yang tidak menerima petunjuk khas ilahi, adalah perkara yang sulit, dan mereka membuat berbagai alasan untuk tidak melakukan perintah ini.
Ayat ke 144
Artinya:
Sesungguhnya Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui, bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Tuhannya; dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang mereka kerjakan.
Menyusul cemohan dan sindiran orang-orang Yahudi, bahwa orang-orang Muslimin tidak memiliki kiblat secara mandiri, Rasul menanti perintah perubahan kiblat, dan di pertengahan waktu shalat Zuhur, perintah ini turun ke atas Nabi dan dengan berputarnya tubuh rasul dari Baitul Maqdis ke Mekah, orang-orang Muslim yang shalat di belakang beliau memutarkan tubuh mereka ke arah Ka'bah.
Yang menarik di sini, dalam kitab-kitab samawi terdahulu, disebutkan bahwa salah satu dari tanda Rasul Islam, adalah beliau shalat menghadap dua kiblat. Oleh karena inilah, ayat ini memperingatkan ahlul kitab, bahwa kalian yang mengetahui perintah ini adalah benar, lalu kenapa kalian keberatan terhadap perintah ini?
Ayat ke 145
Artinya:
Dan sesungguhnya jika kamu mendatangkan kepada orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al Kitab (Taurat dan Injil), semua ayat (keterangan), mereka tidak akan mengikuti kiblatmu, dan kamupun tidak akan mengikuti kiblat mereka, dan sebahagian merekapun tidak akan mengikuti kiblat sebahagian yang lain. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti keinginan mereka setelah datang ilmu kepadamu, sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk golongan orang-orang yang zalim.
Ayat ini membesarkan atau menghibur hati Rasul, sekiranya ahlul kitab tidak mau menerima kiblatmu, maka janganlah engkau bersedih. Karena fanatisme telah menghalangi mereka untuk menerima kebenaran. Itulah mengapa segala argementasi yang engkau bawakan tidak akan diterima oleh mereka.
Namun penolakan mereka tidak semestinya menyebabkan kamu lemah dan berputus-asa sehubungan dengan kiblat yang baru, melainkan dengan tegas kamu harus umumkan bahwa kami tidak akan menyerah diri kepada hiruk-pikuk ini, dan tidak akan ada perubahan dalam sikap kami.
Berangkat pada masalah bahwa setiap orang adalah sama di depan undang-undang dan peraturan, Allah Swt memberi peringatan kepada Rasul Saw, bahwa sekiranya untuk menarik simpati mereka lalu engkau mengikuti mereka, maka engkau telah melakukan kezaliman yang besar di dalam hak umatmu.
Ayat ke 146-147
Artinya:
Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya sebahagian di antara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
Kebenaran itu adalah dari Tuhanmu, sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu.
Tanda-tanda dan sifat-sifat Rasul Saw telah disebutkan di dalam Taurat dan Injil. Oleh karena itu, Ahli Kitab mengenali Nabi Saw, namun fantisme dan kekerasan hati telah menyebabkan sebagian dari mereka menyembunyikan hakekat dan kebenaran ini.
Walaupun sebagian dari ahli Kitab ketika melihat sendiri sifat-sifat nabi Saw, seketika itu juga mereka beriman, karena ciri-ciri khas jasmani sebagaimana yang telah dilukiskan dalam kitab-kitab terdahulu yang dengan terminologi dan ungkapan al-Quran, mereka mengetahui Nabi sebagaimana mereka mengenal anak-anak mereka sendiri.
Ayat terakhir ini menekankan sebuah poin bahwa hanya yang diturunkan dari Allah-lah yang benar dan walaupun mayoritas manusia membelangkangi dan menolak perintah tersebut, tidak seharunya menyebabkan keraguan dan kegundahan dalam kebenaran wahyu ilahi.
Dari lima ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:
1. Kiblat juga berarti lambang kemerdekaan dan juga petanda kepasrahan. Kemerdekaan dari setiap agama dan etnis yang hendak menguasai Muslimin dan pasrah kepada Allah dengan menjalankan segala yang diperintahkannya tanpa syarat.
2. Islam adalah agama yang komprehensif dan pertengahan. Jika Muslimin berjalan di atas jalan yang lurus, maka mereka dapat menjadi model bagi umat lainnya.
3. Fanatisme dan keras kepala membelakangi segala jenis pemikiran dan argumentasi serta perspektif yang benar. Oleh karena itulah agama memerangi aroganisme.
4. Jika tidak ada semangat mencari kebenaran, maka ilmu tidaklah cukup. Karena hawa nafsu manusia adakalanya menyembunyikan ilmu dan menyelewengkannya.
Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 143-147
Published in
Tafsir Alquran