Tafsir Al-Quran, Surat Al-Baqarah Ayat 148-152

Rate this item
(5 votes)

Ayat ke 148

Artinya:
Dan bagi tiap-tiap umat ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Pada ayat sebelum ini telah disebutkah bahwa arah kiblat bukanlah perkara yang penting. Karena di sepanjang sejarah, berbagai jenis agama memiliki sejumlah kiblat yang berbeda. Yang penting di sini adalah sikap pasrah kepada perintah Allah. Tolok ukurnya di sisi Allah adalah perbuatan baik yang setiap manusia harus berlomba-lomba dalam hal ini dan melompat dari dataran dialog dan omongan ke dunia praktis.

Kompetisi atau perlombaan adalah suatu perkara yang telah dilakukan manusia sejak dahulu. Adakalanya dalam urusan olahraga, dan sering kali juga dalam urusan ilmu pengetahuan. Sementara al-Quran tanpa menentukan perkara tertentu untuk kompetisi, menganjurkan apa saja yang melahirkan kebaikan untuk individu maupun sosial, hendaknya dijadikan perlombaan dan berupayalah agar anda mendahului orang-orang lain.

Namun untuk mengarahkan kompetisi ini agar bernuansa ilahi, segala perbuatan yang anda lakukan, maka pikirkan juga tentang hari pembalasan dan kiamat. Karena balasan sejati anda akan diberikan pada hari itu.

Ayat ke 149-150

Artinya:
Dan dari mana saja kamu ke luar (datang), maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram; sesungguhnya ketentuan itu benar-benar sesuatu yang hak dari Tuhanmu. Dan Allah sekali-kali tidak lengah dari apa yang kamu kerjakan.

Dan dari mana saja kamu berangkat, maka palingkanlah wajahmu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu (sekalian) berada, maka palingkanlah wajahmu ke arahnya, agar tidak ada hujjah bagi manusia atas kamu, kecuali orang-orang yang zalim di antara mereka. Maka janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Dan agar Ku sempurnakan nikmat-Ku atasmu, dan supaya kamu mendapat petunjuk.

Kedua ayat ini sekali lagi menekankan masalah menghadap ke Mekah sebagai kiblat kepada Rasul dan Muslimin. Sekaitan dengan penegasan ini ada tiga alasan di baliknya

Pertama, sejumlah besar Muslimin merasa berat sekali menerima perintah perubahan kiblat dikarenakan takut terhadap sindiran dan penghinaan. Ayat ini memerintahkan agar Muslimin tidak takut kepada orang-orang Yahudi, melainkan takutlah kepada Allah, sekiranya kalian bermalas diri dalam menunaikan perintah Allah.

Kedua, Ahlul Kitab dalam kitab-kitabnya telah membaca bahwa Rasul Saw shalat menghadap dua kiblat,. Bila janji itu tidak terealisasi, maka mereka akan memprotes dengan menyatakan bahwa Rasul tidak memiliki keistimewaan yang telah tertulis di dalam kitab-kitab samawi.

Ketiga, ayat-ayat tadi berkaitan dengan shalat dalam keadaan berada di kota, sementara ayat ini bertalian dengan shalat dalam kondisi di perjalanan yang harus dibaca dengan menghadap ke Masjidil Haram. Artinya, kebebasan umat Islam merupakan salah satu dari nikmat ilahi yang besar dan harus dipelihara dalam kondisi bagaimanapun.

Ayat ke 151

Artinya:
Sebagaimana Kami telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan mengajarkan kepadamu Al Kitab dan hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum kamu ketahui.

Di dalam ayat sebelumnya Allah Swt menjelaskan salah satu alasan perubahan kiblat adalah untuk merampungkan nikmatnya ke atas Muslimin dan memberi petunjuk kepada mereka.

Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt juga telah memberikan nikmat-nikmat besar lainnya kepada kalin yang terpenting diantaranya adalah keberadaan Rasul Saw.
Rasul selain guru umat, juga mengajarkan ayat-ayat dan hukum-hukum ilahi serta berfungsi sebagai seorang pembimbing yang prihatin dalam memikirkan perbaikan dan kecerdasan masyarakat.

Pembacaan ayat-ayat al-Quran yang menciptakan wadah bagi penyucian jiwa dan disusul oleh pengajaran hukum-hukum ilahi serta pengajaran filsafat dan pandangan yang benar. Hal ini merupakan pekerjaan para nabi yang terpenting dalam rangka membimbing manusia.

Para nabi bukan saja para pemimpin akhlak dan ideologi, tapi mereka juga memikirkan jalan untuk mencerdaskan pemikiran dan kemajuan ilmu masyarakat. Namun perlu diingat di sini bahwa ilmu yang disebarluaskan oleh mereka adalah ilmu yang didasari oleh iman dan ideologi.

Ayat ke 152

Artinya:
Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu, dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (nikmat)-Ku.

Kini setelah Allah menganugerahkan nikmat yang besar kepada kita, maka akal dan intuisi menghukumi bahwa kita harus memerhatikan pemberi nikmat. Apa yang kita miliki semuanya adalah dari Dia dan nikmat-nikmat yang diberikan harus kita manfaatkan di jalan-Nya. Jika manusia melupakan Allah Swt, berarti ia telah melupakan sumber segala kebaikan. Dalam kondisi yang demikian, Allah juga melupakannya dan membiarkannya sendirian.

Maksud dari mengingat Allah, bukanlah dengan lisan, melainkan mengingat dengan artian yang sebenarnya. Sewaktu manusia melakukan suatu dosa kemudian melepaskan diri dari dosa semata-mata karena keridhaan Allah.

Dari lima ayat tadi terdapat empat pelajaran yang dapat dipetik:‎
1. Daripada melontarkan pembahasan yang diperselisihkan antara agama dan berbagai ajaran yang tidak ada manfaatnya, sebaiknya kita memikirkan bagaimana caranya meluaskan perbuatan saleh dan berlomba-lomba melakukan kebaikan.
2. Muslimin harus menjauhi segala perbuatan yang memberi peluang atau alasan kepada pihak musuh dan hendaknya pihak musuh tidak dibolehkan memiliki hujjah ke atas Muslimin.
3. Penggantian kiblat juga menyebabkan persatuan interen Muslimin dan juga lambang kemerdekaan dihadapan dominasi pihak lain.
4. Para Nabi adalah guru dan pembimbing manusia. Dengan penyucian diri dan pengajaran, mereka berpikir untuk menenangkan jiwa dan mensejahterakan kehidupan material umat.

Read 7662 times