Ayat ke 210
Artinya:
Tiada yang mereka nanti-nantikan pada hari kiamat, melainkan datangnya siksa Allah dalam naungan awan dan Malaikat dan diputuskanlah perkaranya, dan hanya kepada Allah dikembalikan segala urusan.
Banyak sekali orang yang berharap untuk mendapat melihat Allah dan Malaikat serta mendengarkan ucapan mereka sehingga beriman. Padahal harapan semacam ini adalah mustahil. Karena Allah serta Malaikat bukanlah berbentuk fisik sehingga dapat dilihat dengan mata lahiriah. Apalagi, Allah Swt telah memberikan kepada manusia akal dan wahyu serta telah menunaikan secara sempurna tugas pemberian petunjuk dan tidak perlu menuruti permintaan-permintaan tidak logis seperti itu.
Dari ayat ini kita dapat petik pelajaran bahwa angan-angan untuk melihat Allah dengan indera adalah angan-angan yang tak masuk akal dan tidak pada tempatnya. Keimanan kepada Allah akan bernilai jika berlandaskan kepada akal dan logika serta fitrah.
Ayat ke 211
Artinya:
Tanyakanlah kepada Bani Israel: "Berapa banyaknya tanda-tanda kebenaran yang nyata, yang telah kami berikan kepada mereka." Dan barang siapa yang menukar nikmat Allah setelah datang nikmat itu kepadanya, maka sesungguhnya Allah sangat keras siksaNya.
Sejarah adalah sebaik-baiknya modal ibrah (pelajaran). Allah Swt telah memberikan nikmat-nikmat materi dan maknawi yang begitu melimpah. Allah telah menganugerahkan seorang pemimpin seperti Nabi Musa yang menyelamatkan mereka dari cengkeraman Firaun dan memberikan fasilitas-fasilitas ilahi tadi di jalan yang menyeleweng dan dosa serta kezaliman. Sepatutnya, mereka menyembah Allah yang Maha Esa, malah mereka menyembah anak sapi. Sepatutnya mereka belajar dari Musa, mereka malah berguru kepada Samiri.
Akhirnya, mereka mendapat kemurkaan Allah dan mengalami nasib yang sangat pedih gara-gara perbuatan mereka sendiri di dunia. Dewasa ini, meskipun di dunia industri, masyarakat manusia telah memiliki berbagai kenikmatan dan fasilitas yang tak terhitung jumlahnya. Namun sayangnya, dikarenakan jauh dari ajaran-ajaran samawi para Nabi, semua nikmat dan fasilitas tadi digunakan pada jalan dosa, kezaliman dan kebinasaan sosial.
Ayat ke 212
Artinya:
Kehidupan dunia dijadikan indah dalam pandangan orang-orang kafir, dan mereka memandang hina orang-orang yang beriman. Dan Allah memberi rezeki kepada orang-orang yang dikehendakiNya tanpa batas.
Kehidupan dunia begitu mempesona dan menggiurkan di mata orang kafir, sehingga mereka mabuk dan sombong. Sementara orang-orang Mukmin yang tidak peduli dengan gebyar lampu dunia, disebut bodoh dan jahil dan senantiasa diolok-olok. Padahal, tolak ukur atau kriteria keunggulan manusia adalah terletak pada nilai-nilai spiritual dan ilahi. Karena keimanan dan takwalah yang nanti pada hari kiamat akan menyelamatkan dan meninggikan manusia, bukan harta dan jabatan serta status duniawi.
Dari ayat ini kita dapat memetik beberapa pelajaran bahwa kecintaan kepada dunia menyebabkan kesombongan diri dan mengecilkan atau menghina orang-orang lain. Sebaliknya, ketakwaan merupakan modal bagi kebahagiaan dunia dan akhirat serta anugerah-anugerah ilahi yang melimpah.
Ayat ke-213:
Artinya:
Manusia itu adalah ummat yang satu. Setelah timbul perselisihan, maka Allah mengutus para Nabi sebagai pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Dan Allah menurunkan bersama mereka kitab dengan benar untuk memberi keputusan di antara manusia tentang perkara yang mereka perselisihkan. Tidaklah berselisih tentang kitab itu melainkan orang yang telah didatangkan kepada mereka kitab, yaitu setelah datang kepada mereka keterangan-keterangan yang nyata, karena dengki antara mereka sendiri. Maka Allah memberi petunjuk orang-orang yang beriman kepada kebenaran tentang hal yang mereka perselisihkan itu dengan kehendakNya. Dan Allah selalu memberi petunjuk orang yang dikehendakinya kepada jalan yang lurus.
Ayat ini menyingung soal peran penting agama dan undang-undang Tuhan dalam mengatur masyarakat manusia dan menyatakan bahwa pada permulaannya, manusia menjalani kehidupan dengan sangat sederhana dan terbatas. Namun dengan semakin meluasnya manusia dan lahirnya masyarakat-masyarakat secara alamiah, muncullah perselisihan antara rakyat dan memerlukan peraturan dan penguasa yang jelas. Di sinilah para nabi ditugasi untuk menyelamat dan membimbing manusia dan mengadili serta memerintah berlandaskan kepada kitab-kitab samawi.
Kendati para nabi telah banyak menguras tenaga dan usaha untuk menciptakan keamanan dan kestabilan sosial, namun tak sedikit orang yang menentang dan tidak bersedia menerima kebenaran atas dasar hawa nafsu, fanatisme dan iri hati. Di tengah-tengah ini, hanya orang-orang Mukmin yang dapat mencapai persatuan dan kedamaian di bawah naungan iman kepada Allah dan kitab samawi-Nya serta meniti jalan kebenaran dan petunjuk. Akan tetapi orang-orang kafir masih tetap tinggal dalam perselisihan dan konflik karena harta benda yang menjadi sumber kesesatan mereka.
Dari ayat tadi terdapat dua pelajaran yang dapat dipetik:
1. Masyarakat memerlukan undang-undang dan penguasa, dan sebaik-baik undang-undang adalah kitab-kitab samawi, dan sebaik-baik penguasa adalah para nabi dan para pemimpin agama.
2. Cara yang terbaik bagi menyelesaikan perselisihan antara manusia di dalam berbagai persoalan keluarga dan sosial, adalah pasrah di hadapan undang-undang Allah.