Ayat ke 126-127
Artinya:
Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi (kemenangan)mu, dan agar tenteram hatimu karenanya. Dan kemenanganmu itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (3: 126)
(Allah menolong kamu dalam perang Badar dan memberi bala bantuan itu) untuk membinasakan segolongan orang-orang yang kafir, atau untuk menjadikan mereka hina, lalu mereka kembali dengan tiada memperoleh apa-apa. (3: 127)
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, salah satu dari bantuan Tuhan di pelbagai medan perang adalah turunnya para malaikat. Mereka tidak hanya diturunkan ke atas Nabi, melainkan juga turun kepada Mukminin yang teguh. Manfaatnya agar jiwa mereka kokoh dan mantap serta memberikan harapan kepada mereka. Sebagaimana halnya setan senantiasa berusaha membuat Muslimin putus asa dalam memerangi kekafiran dan kebatilan.
Para malaikat dengan turun ke hati para ahli iman memberikan ketenangan dan kedamaian kepada mereka. Sehingga bukan hanya tidak letih berjuang, tetapi juga menyerang musuh dengan semangat yang lebih besar dan menghancurkan akar mereka. Atau paling tidak memaksakan kekalahan kepada mereka dan musuh dipalingkan dari menyerang selanjutnya.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Setiap ucapan atau tulisan yang menyebabkan keputusasaan para pejuang Islam adalah suara setan. Setiap ucapan atau amalan yang menyebabkan kedamaian dan berita gembira bagi para pejuang adalah wahyu ilahi.
2. Meskipun Tuhan mampu memenangkan muslimin dalam semua keadaan, namun Dia beramal atas dasar hikmah. Oleh karenanya, jika Muslimin bermalas-malasan, maka mereka akan kalah.
3. Persatuan dan kekuatan serta keberanian Muslimin haruslah sedemikian rupa sehingga musuh berputus asa untuk menyusup ke kalangan Muslimin dan hina di sisi Muslimin.
Ayat ke 128-129
Artinya:
Tak ada sedikitpun campur tanganmu dalam urusan mereka itu atau Allah menerima taubat mereka, atau mengazab mereka karena sesungguhnya mereka itu orang-orang yang zalim. (3: 128)
Kepunyaan Allah apa yang ada di langit dan yang ada di bumi. Dia memberi ampun kepada siapa yang Dia kehendaki; Dia menyiksa siapa yang Dia kehendaki, dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (3: 129)
Dalam tafsir telah disebutkan bahwa dalam perang Uhud, gigi Rasulullah Saw patah dan keningnya berdarah akibat lemparan batu oleh musuh. Rasulullah bersabda, "Bagaimana mungkin umat ini akan selamat?" Kemudian ayat ini turun bahwa Wahai Rasul! Engkau tidak bertanggung jawab untuk menyelamatkan umat. Engkau hanya ditugaskan menyampaikan wahyu Tuhan. Barang siapa yang mau menerima, maka ia selamat, dan siapa yang tidak menerima ia akan celaka. Dan Tuhan terhadap orang-orang yang berpaling boleh jadi mengampuni atau menghukumnya."
Di antara tanda kebenaran Rasul dan al-Quran adalah ayat ini. Ayat ini melepaskan segala tanggung jawab sehubungan dengan hukuman dan pahala. Jika Muhammad bukan utusan Tuhan, ia tidak akan berbicara seperti ini dan jika kenabiannya bohong, maka ia tidak akan membacakan ayat seperti ini dan malah menyembunyikannya. Karena ayat ini membatasi risalahnya di depan umat dan mengambil hak mengampuni dan menghukum dari Rasul.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Rasul dan para pemimpin agama setelah ditugasi untuk melakukan perintah, mereka tidak bertanggung jawab atas hasilnya. Mereka harus menyampaikan kalimat kebenaran kepada masyarakat. Adapun rakyat menerima atau tidak, itu bukan urusan mereka.
2. Pintu taubat selalu terbuka bagi siapapun. Bahkan bagi orang-orang yang lari dari perang dan orang-orang kafir sekalipun dalam perang jika bertaubat akan diterima oleh Tuhan.
3. Ampunan atau siksa Tuhan, adalah khusus miliki Tuhan. Bahkan syafaat auliya Allah adalah dengan seizin-Nya.
4. Puncak azab atau siksa ilahi adalah kezaliman masyarakat itu sendiri.
Ayat ke 130-131
Artinya:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan. (3: 130)
Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir. (3: 131)
Dalam Islam perang dan jihad tidaklah terpisah dari persoalan ekonomi-sosial. Oleh karenanya, di antara ayat-ayat yang berkaitan dengan perang Uhud, persoalan riba yang merupakan salah satu problematika sosial manusia, diutarakan dan dilarang dengan berbagai ungkapan. Masalah ini disinggung dalam permulaan ayat dan ditujukan kepada Mukminin. "Riba tidaklah sejalan dengan iman." Setelah melarang riba, Allah berfirman, "Bertakwalah, artinya,riba itu tidak selaras dengan takwa, dan di akhir ayat, Allah Swt berfirman, "Jauhilah dari memakan riba, supaya kalian selamat."
Artinya, keselamatan dunia dan akhirat kalian adalah dengan menjauhi riba. Bagaimanapun juga riba memiliki banyak bentuk dan telah dijelaskan dalam ayat ini. Hal ini merupakan penafian kerakusan pada harta yang menyebabkan tertumpuknya uang di sisi sebagian orang sementara banyak orang yang terjerit kemiskinan akibat kerakusan mereka. Bagaimanapun juga, masyarakat muslim akan menang melawan musuh, bila anggotanya tidak pelit dan suka berkorban, bukannya penyembah uang.
Dari dua ayat tadi terdapat empat poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Takwa bukan hanya dalam urusan ibadah ritual, melainkan dalam urusan keuangan dan ekonomi, pemeliharaan takwa sangat diperlukan.
2. Ekonomi yang sehat berada di dalam keimanan dan takwa dan mentaati perintah Tuhan.
3. Kebahagiaan dan keselamatan tidak akan diperoleh dari uang saja, melainkan dengan memelihara masyarakat.
4. Memakan riba termasuk sejenis kufur dan orang muslim yang memakan riba tidak ada bedanya dengan orang kafir.