Surat Ad-Dukhan 1-8
بسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ
حم (1) وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ (2) إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ (3) فِيهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ (4)
Haa miim. (44: 1)
Demi Kitab (Al Quran) yang menjelaskan, (44: 2)
Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. (44: 3)
Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah, (44: 4)
Tujuh surat Al Quran diawali dengan huruf muqathaah “Haa Miim”. Empat surat sebelum Ad Dukhan dan dua surat setelahnya, juga diawali dengan huruf Haa Miim. Sebagaimana telah dijelaskan, biasanya setelah huruf ini Allah Swt menyampaikan keagungan Al Quran dan perannya dalam memberikan hidayah kepada umat manusia.
Pada ayat ini, Allah Swt juga bersumpah demi Al Quran, yaitu kitab yang kandungannya terang, menerangi dan ajarannya menghidupkan, dan ini menjadi dalil kebenaran kitab suci tersebut.
Ayat selanjutnya menjelaskan tentang kedudukan Al Quran di sisi Allah Swt. Dalam ayat ini dijelaskan bahwa kitab Al Quran diturunkan pada waktu terbaik sepanjang tahun yaitu Malam Qadr. Kemudian ayat ini membenarkan karakteristik Malam Qadr. Malam Qadr, malam diturunkannya Al Quran adalah malam yang penuh berkah, dan di dalamnya takdir umat manusia berubah seiring dengan diturunkannya Al Quran.
Malam Qadr adalah malam yang di dalamnya nasib dan takdir umat manusia ditentukan untuk satu tahun ke depan, dan setiap masalah penting serta determinan, ditentukan di malam ini.
Ayat-ayat di atas mengatakan bahwa Al Quran diturunkan untuk memberi peringatkan kepada umat manusia, sebagaimana juga kitab-kitab terdahulu, sehingga mencegah umat manusia dari kelalaian, dan tidak menyia-nyiakan modal keberadaannya.
Dapat dikatakan bahwa hal ini merupakan sunah abadi Allah Swt yang mengutus rasul-rasul-Nya untuk memperingatkan orang-orang zalim dan mereka yang tersesat, dan Nabi Islam merupakan rantai terakhir dari silsilah kenabian ini.
Dari empat ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Dalam budaya Islam, terdapat beberapa waktu yang suci dan memiliki urgensitas lebih tinggi seperti Malam Qadr yang merupakan malam diturunkannya Al Quran dan malam penentuan nasib.
2. Malam yang memiliki kedudukan khusus dalam pertumbuhan dan peningkatan spiritualitas manusia. Maka dari itu dalam budaya Al Quran sangat dianjurkan bagi manusia untuk beribadah dan bermunajat di malam hari.
3. Di tengah masyarakat yang lalai, peringatan lebih urgen dan lebih efektif daripada kabar gembira.
أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ (5) رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ (6)
(yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah Yang mengutus rasul-rasul, (44: 5)
sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui, (44: 6)
Di dua ayat di atas disebutkan, penurunan Al Quran dan pengangkatan Nabi Muhammad Saw, keduanya atas perintah Allah Swt dan bersumber dari kemurahan dan rahmat Ilahi terhadap umat manusia.
Jelas bahwa nikmat-nikmat materi yang diberikan Allah Swt kepada manusia akan sempurna ketika bersamaan dengan hidayah manusia, bergerak ke arah kebahagiaan, dan hidayah ini tidak akan mungkin diperoleh tanpa kitab langit dan nabi yang berasal dari jenis manusia sendiri sehingga bisa menjadi teladan.
Dari dua ayat tadi terdapat tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Al Quran diturunkan secara sempurna dari sisi Allah Swt, dan ia merupakan perkataan Allah Swt, bukan penjelasan dan kata-kata nabi.
2. Penurunan kitab suci saja, tidak cukup. Selain dibutuhkan penegasan atas kitab tersebut, juga dibutuhkan pembimbing dan teladan nyata. Maka tidak diragukan nabi-nabi memikul tanggung jawab ini.
3. Hidayah dan pendidikan manusia merupakan salah satu manifestasi rahmat Ilahi. Meskipun sungguh disayangkan kebanyakan manusia mengabaikan rahmat Ilahi ini.
رَبِّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا إِنْ كُنْتُمْ مُوقِنِينَ (7) لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ رَبُّكُمْ وَرَبُّ آَبَائِكُمُ الْأَوَّلِينَ (8)
Tuhan Yang memelihara langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya, jika kamu adalah orang yang meyakini. (44: 7)
Tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menghidupkan dan Yang mematikan (Dialah) Tuhanmu dan Tuhan bapak-bapakmu yang terdahulu. (44: 8)
Di antara keyakinan keliru orang-orang musyrik adalah keyakinan terhadap tuhan-tuhan untuk langit, bumi, dan setiap peristiwa alam seperti angin dan hujan, lalu menyembahnya.
Pada ayat-ayat di atas semua keyakinan tersebut dibantah, dan ditegaskan bahwa pengatur urusan dunia dan pemelihara semesta adalah Tuhan yang menciptakan semua makhluk dan Dia hanya satu, maka dari itu tidak ada artinya menyembah selain diri-Nya.
Jika seseorang berusaha meyakini Allah Swt, pandangan paling terang benderang dan paling meyakinkan adalah keesaan dan ketunggalan-Nya. Karena tanda-tanda keesaan Allah Swt dapat ditemukan di seluruh partikel alam semesta. Oleh karena itu kita harus menghadapkan diri hanya kepada-Nya, dan hanya menyembah-Nya.
Dia bukan hanya Tuhan semesta, tapi juga Tuhan Anda, dan ayah-ayah Anda, Tuhan seluruh manusia dari awal hingga sekarang, tidak ada sesembahan selain Dia, dan hidup-mati semua manusia ada di tangan-Nya.
Tidak diragukan, urusan hidup dan mati sangat penting, karena ia merupakan masalah yang paling determinan bagi manusia, pada saat yang sama merupakan masalah paling rumit di alam semesta, dan dalil paling jelas atas kekuasaan Allah Swt adalah hidup dan mati.
Dari dua ayat tadi ada tiga poin pelajaran yang dapat dipetik:
1. Penciptaan, kepemilikan, dan kekuasaan atas alam semesta berada di bawah pemeliharaan dan pengelolaan sebuah eksistensi yang tidak lain adalah Tuhan yang Maha Esa.
2. Dia yang menurunkan kitab langit, tidak lain adalah yang menciptakan langit dan bumi, serta semua peristiwa alam, dan aturan syariat-Nya selaras dengan hukum alam.
3. Anda lebih baik mengikuti perintah Tuhan yang menciptakan Anda dan nenek moyang Anda daripada sunah dan keyakinan keliru nenek moyang Anda.